Inovasi Kesehatan di Indonesia Dianggap Minim, Ini Alasannya
Di bidang teknologi sains kesehatan, nama ilmuwan Indonesia sepertinya jarang terdengar di jurnal-jurnal internasional terkait inovasi baru. Bukannya tak ada alasan, hal ini disebut karena inovasi bukan prioritas utama para peneliti Indonesia saat ini.
Kepala Laboratorium Riset, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Profesor Dr Amarila Malik, MSi, Apt, mengatakan pemerintah lebih mengarahkan peneliti untuk studi menggantikan obat atau produk kesehatan yang ada saat ini. Seperti yang telah diketahui obat-obatan dan teknologi kesehatan di Indonesia kebanyakan menggunakan produk dari luar negeri alias impor.
"Lihat dulu kita butuhnya apa. Kita tuh sebetulnya enggak perlu yang baru tapi menggantikan produk-produk impor saja dulu," kata Prof Amarila ditemui pada seminar media di kantor MERK, Jalan TB Simatupang, Jakarta Timur, Selasa (5/12/2015).
Kebanyakan tema-tema penelitian yang ditentukan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) RI disebut oleh prof Amrila memang untuk mendorong hal tersebut. Riset yang berjalan sesuai dengan tema dapat memperoleh dukungan hibah dana hingga Rp 2 miliar.
"Enggak usah canggih-canggih, bisa menggantikan ini aja: insulin jangan impor, vaksin jangan impor. Bikin sendiri," lanjut Prof Amrila.
Namun meski demikian memang diakui oleh Prof Amrila ada hambatan dalam studi yaitu lambatnya proses perizinan. Berbagai macam studi tentu membutuhkan alat atau bahan yang mau tak mau harus diperoleh secara impor dan membutuhkan waktu lama.
"Bahan itu kita perlukan untuk pengembangannya saja. Nanti kalau sudah jadi kita bisa replikasi sendiri gak perlu impor lagi," tutup Prof Amarila.(fds/up)
sumber; http://health.detik.com/