BPOM: Waspadai Peredaran Barang Ilegal
Perdagangan bebas membuka peluang beredarnya obat ilegal (tanpa izin edar, palsu, dan substandar) dan makanan mengandung bahan berbahaya. Hal itu bisa terjadi karena terjadinya pergeseran fenomena kerjasama ekonomi ke arah pluriteral.
"Kondisi itu berimbas pada menipisnya entry barrier, meningkatnya kompetisi dan hambatan non tarif di negera tujuan ekspor, selain munculnya dominasi produk impor," kata Kepala Badan pengawasan Obat dan Makanan (POM), Roy sparinga, dalam acara pertemuan Diseminasi Renstra Badan POM 2016, di Jakarta, Senin (14/12).
Untuk itu, lanjut Roy, Badan POM harus mampu mengelola dan mengadaptasi perubahan dan tantangan guna memperkuat dan mengefektifkan sistem pengawasan obat dan makanan di Indonesia.
"Karena urusan makanan dan obat itu menyangkut kepentingan dan hajat hidup orang banyak. Sehingga sensitivitas publik tinggi dan berimplikasi luas pada keselamatan dan kesehatan masyarakat," tuturnya.
Ditambahkan, asing tertarik dengan Indonesia karena pasar farmasi di dalam negeri sangat menjanjikan. Data BPOM 2014 menunjukkan, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai 217 perusahaan. Dari jumlah itu, 34 di antaranya perusahaan multinasional.
"Pada September 2015, pasar farmasi di Indonesia bernilai sekitar 60 triliun rupiah. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 14 persen setiap tahun dan sekitar 75 persen total pasar obat di Indonesia didominasi perusahaan nasional," katanya.
Untuk itu, lanjut Roy Sparinga, terkait dengan perjanjian internasional sektor ekonomi harus ditekankan sejak awal tentang kedaulatan bangsa, negara sehingga persaingan dengan negara-negara lain demi kejayaan bangsa.
Ditambahkan, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional dengan pangsa pasar yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 1148 industri kecil obat tradisional, termasuk di dalamnya Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT).
Namun, lanjut Roy, baru 61 IOT yang mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang terdiri dari 34 industri berdasarkan CPOTB 2005 dan 27 industri berdasarkan CPOTB 2011.
Roy mengemukakan, Badan POM selama ini menghadapi fenomena puncak gunung es yang mana intervensi yang dilakukan Badan POM tidak memberi efek jera, dan menyelesaikan gejala dengan cara menindak pelaku.
"Untuk itu harus ada perubahan paradigma pengawasan obat dan makanan dari "watchdog control" yang reaktif ke pro-active control melalui pengawasan berbasis risiko yang lebih fokus kepada strategi preventif," kata Roy.
Dengan demikian tindakan pencegahan melalui pelaksanaan Risk Management Program oleh pelaku usaha dan diverifikasi oleh regulator, serta melalui komunikasi risiko strategis lebih dikedepankan. (TW)
{jcomments on}