Perbaiki Kesejahteraan Dokter, Agar Mau Praktik di Daerah Terpencil
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) periode 2015-2018, Profesor dr Ilham Oetama Marsis, SpOG mengatakan, pemerintah harus memperbaiki kesejahteraan dokter, jika ingin mereka bersedia praktik di daerah terpencil.
"Dokter kan manusia juga, mereka ingin hidup dengan layak. Jika masalah kesejahteraan tak terpenuhi, bagaimana kita bisa mendorong para dokter untuk bekerja di daerah terpencil," kata pria yang akrab dipanggil Prof IOM usai pelantikannya, di Jakarta, Minggu (20/12).
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (FK-UKI) itu mengemukakan, banyak keluhan dokter terkait sistem kapitasi yang diterapkan dalam program Jaminan Kesehatan nasional (JKN).
"Hanya 10 persen dokter yang menyatakan puas atas bayaran yang diterima dalam sistem kapitasi. Sisanya, 90 persen dokter mengeluh," ujar Prof Marsis yang didampingi Sekjen Mohamad Adib Khumaidi.
Ditambahkan, dokter yang mengaku sejahtera dari sistem kapitasi umumnya berasal dari wilayah padat penduduk. Sistem kapitasi lebih memberi keuntungan, ketimbang sistem fee for service, yang mana upah diberikan berdasarkan jumlah kunjungan pasien.
"Untuk daerah terpencil, biasanya penduduknya sedikit. Sistem kapitasi jelas merugikan dokter. Sudah minim fasilitas, minim pula kesejahteraannya. Bagaimana mereka senang hati ditempatkan di daerah terpencil," ujarnya.
Prof IOM menyebutkan, rata-rata penghasilan dokter di daerah minim sekitar Rp4 juta hingga Rp7 juta per bulan. Sedangkan di daerah padat, dokter bisa mendapat penghasilan hingga Rp15 juta per bulan.
"Perbedaan upah dari sistem kapitasi itulah yang jadi salah satu pendorong terjadinya ketimpangan distribusi dokter di wilayah Indonesia. Kami berharap pemerintah bisa membuat kebijakan yang lebih memperhatikan kesejahteraan dokter dan tenaga kesehatan lainnya," kata Prof IOM menandaskan. (TW)
{jcomments on}