Defisit Anggaran JKN Bisa Ditutup dari Dana Cukai Rokok
Tim Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Universitas Indonesia (UI) mengusulkan, defisit anggaran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mencapai Rp6 triliun, bisa diselesaikan cepat dengan mengambil dari penerimaan cukai rokok.
"Defisit anggaran program JKN bisa ditutup dari cukai rokok. Hal itu, sebagai kompensasi karena rokok telah merusak kesehatan masyarakat," kata Tim PKEKK UI, Hasbullah Thabrany dalam diskusi seputar program JKN, di Jakarta, Jumat (25/12).
Hasbullah menilai program JKN saat ini telah menjadi tumpuan masyarakat dalam jaminan kesehatannya. Program JKN telah berhasil melindungi lebih dari 155 juta penduduk Indonesia atau sekitar 60 persen penduduk.
Secara nominal, Hasbullah menambahkan, program JKN mampu memobilisasi dana untuk program kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan. Dananya diperkirakan mencapai Rp60 triliun.
"Namun, kenyataannya tak seperti. Jumlah pengguna kartu JKN melebihi dari yang diperkirakan. Sehingga terjadi defisit anggaran di tubuh BPJS Kesehatan," tuturnya.
Selain itu, target cakupan PPU (peserta penerima upah) pada 2015 tidak naik secara signifikan. Jumlahnya hanya 25 persen dari target peserta sebanyak 155 juta peserta JKN.
"Sedangkan peserta dari penerima biaya iuran (PBI) yang dananya dibayarkan pemerintah masih mendominasi kepesertaan hingga 55 persen. Dan jumlah Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang relatif berisiko tinggi mencapai 10 persen," ujarnya.
Karena itu, lanjut Hasbullah, dengan mengotong biaya berobat PBPU yang mahal, maka dananya tidak cukup memadai jika porsi PPU masih rendah. Jika kondisi itu dibenahi, maka anggaran JKN akan tetap defisit pada 2016.
"Porsi biaya kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan untuk melindungi 60 persen penduduk pada 2015 diperkirakan sebesar 20 persen dari total belanja kesehatan penduduk Indonesia. Artinya, tingkat perlindungan hanya 1/3 dari yang seharusnya," katanya.
Ditambahkan, belanja biaya kesehatan di Indonesia secara internasional masih rendah, yakni sekitar Rp30.000 hingga Rp35.000. Sementara belanja kesehatan seluruh rakyat Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai Rp120.000 hingga Rp130.000.
"Belanja itu jauh lebih rendah dari belanja kesehatan penduduk Thailand dan Malaysia, yang diperkirakan mencapai Rp450.000 hingga Rp700.000 per kapita pada 2015. Karena itu, tak heran jika kualitas layanan kesehatan di Indonesia masih jelek," ucap Hasbullah menegaskan.
Untuk itu, menurut Hasbullah, solusi yang bisa dilakukan untuk mobilisasi dana lebih besar untuk menutup defisit anggaran JKN, bisa diambil dari penerimaan pemerintah dari cukai rokok. (TW)
{jcomments on}