Program JKN: Disayangkan, Petugas Kesehatan dan Peserta Tak Paham Layanan Rujuk Balik
Ketua Komisi Monitoring dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Zaenal Abidin menyayangkan masiah rendahnya pemahaman petugas kesehatan dan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap pelayanan rujuk balik yang dikembangkan oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.
"Padahal layanan rujuk balik sangat penting untuk efisiensi, guna menjaga keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," kata Zaenal Abidin dalam acara pemaparan survey Indeks Kepuasan Program JKN 2015 oleh PT Swasembada Bisnis Media, di Jakarta, Rabu (30/12).
Zaenal mengungkapkan, layanan rujuk balik masih sulit dipahami tak hanya oleh petugas kesehatan, tetapi juga sebagian peserta BPJS Kesehatan sendiri. Sehingga banyak pasien yang merasa seperti di"ping-pong" karena harus kembali ke fasilitas kesehatan tahap pertama (FKTP).
"Petugas kesehatan juga menganggap kenapa pasien harus dikembalikan ke FKTP, jika bisa disembuhkan di rumah sakit. Padahal, pasien dikembalikan ke FKTP karena kondisi penyakitnya dianggap sudah bisa diatasi hanya di FKTP," katanya.
Layanan rujuk balik yang dikembangkan BPJS Kesehatan saat ini untuk pasien dengan penyakit kronis, seperti diabetes mellitus dan hipertensi.
Zaenal juga mengaku kurang setuju dengan istilah rujuk balik, karena memberi kesan dokter spesialis merujuk pasiennya ke dokter umum di layanan primer. Istilah yang lebih tepat menurutnya adalah mengembalikan rujukan.
"Pelayanan rujuk balik ini juga sangat baik sebagai proses pembelajaran untuk dokter umum. Karena sebelum pasien dikembalikan ke layanan primer, dokter spesialis di rumah sakit akan memberi catatan khusus mengenai apa yang harus dilakukan dokter umum dalam merawat pasien tersebut," ucapnya menegaskan.
Mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia itu berharap, BPJS Kesehatan lebih menggiatkan lagi kegiatan sosialisasi rujuk balik ini agar peserta BPJS Kesehatan tidak merasa dipermainkan. Sosialisasi juga termasuk pada petugas kesehatannya.
Indeks Kepuasan
Terkait dengan hasil survey, Rohmat Purnadi, Kepala Riset PT Swasembada Media Bisnis menjelaskan, indeks kepuasan peserta program JKN 2015 masuk dalam kategori tinggi yaitu 78,9 persen. Survey dilakukan terhadap 20.163 responden peserta BPJS Kesehatan.
"Survey juga kami lakukan terhadap 1.759 responden penyedia layanan fasilitas kesehatan. Total responden sebanyak 21.922 responden, dengan margin error 5 persen," tuturnya.
Rochmat menyebutkan, indeks kepuasan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) lebih tinggi dibandingkan peserta Non-PBI, yaitu sebesar 79,7 persen (PBI) dan 78,1 persen (Non-PBI).
Jika ditelisik lebih dalam, indeks kepuasan peserta Non-PBI untuk masing-masing jenisnya bernilai relatif sama, yaitu Pekerja Penerima Upah (PPU) sebesar 78.2 persen, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) sebesar 78.2 persen dan Bukan Pekerja sebesar 77.8 persen.
Sementara itu dari sisi kontak dengan titik pelayanan, secara umum indeks kepuasan peserta BPJS Kesehatan tidak jauh berbeda, yaitu antara 78-79,5 persen, dengan rata-rata indeks nasional sebesar 78,9 persen.
Adapun untuk masing-masing rinciannya adalah Puskesmas sebesar 78.6 persen, Dokter Praktek Perorangan (DPP) sebesar 79.5 persen, klinik sebesar 78.9 persen, Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) sebesar 79.1 persen, Kantor Cabang BPJS Kesehatan sebesar 78.5 persen, dan BPJS Kesehatan Center sebesar 79.0 persen.
"Khusus di FKRTL, indeks kepuasan peserta BPJS Kesehatan di RS swasta, RS pemerintah, dan RS TNI/Polri secara umum tidak jauh berbeda. Di RS swasta 79.7 persen, RS pemerintah 79.2 persen, dan RS TNI/Polri 78.5 persen,"ujarnya.
Dalam hal tipe perawatan, kepuasan peserta BPJS Kesehatan rawat jalan adalah 79.2 persen, sedangkan untuk peserta BPJS Kesehatan rawat inap adalah 78.9 persen.
Secara umum, indeks kepuasan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) cenderung lebih tinggi daripada FKRTL. Masing-masing indeks kepuasan berdasarkan jenis FKTP yaitu Puskesmas sebesar 76.2 persen, DPP 78.0 persen dan klinik 77.5 persen.
Sementara untuk FKRTL, indeks kepuasan terhadap kinerja BPJS Kesehatan adalah sebesar 71.9 persen. Sementara itu, jika dilihat dari segi wilayah kerja, Divisi Regional IX memiliki indeks kepuasan peserta lebih tinggi (85.6) dibandingkan Divisi Regional lainnya, yang berkisar antara 75.0- 85.6 persen.
Adapun untuk indeks kepuasan fasilitas kesehatan terhadap BPJS Kesehatan yang tertinggi berhasil dicapai oleh Divisi Regional X (84.5%), sementara pencapaian Divisi Regional lainnya berkisar antara 68.1- 84.5 persen.
"Dari hasil survey ini, bisa kita tarik kesimpulan bahwa ada sejumlah aspek yang harus dipertahankan dan ada yang perlu ditingkatkan," kata Rochmat.
Dari sisi peserta, yang harus dipertahankan antara lain ketersediaan loket pelayanan, kesesuaian proses pelayanan dengan alur yang ditetapkan, kecepatan pelayanan di loket pendaftaran, kesamaan perlakuan terhadap pasien BPJS Kesehatan dan pasien umum, kenyamanan ruang tunggu, serta kecukupan jumlah tenaga medis, obat, dan loket pendaftaran di FKTP," tuturnya.
Dari sisi fasilitas kesehatan, menurut Rochmat, kecepatan merespon pengajuan fasilitas kesehatan menjadi mitra BPJS Kesehatan, ketepatan pembayaran jumlah klaim atau kapitasi, dan penyelenggaraan program pertemuan kemitraan adalah beberapa hal yang harus dipertahankan oleh BPJS Kesehatan.
Sejumlah hal yang perlu ditingkatkan, disebutkan, antara lain ketepatan jam kedatangan dokter sesuai jadwal di poliklinik, kecepatan petugas BPJS Kesehatan Center menangani masalah, serta kemudahan proses rujuk balik dari rumah sakit. (TW)