Menkes Minta Pemda Mobilisasi Sumber Daya Tangani DBD
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek meminta Pemerintah daerah untuk mobilisasi sumber daya kesehatan tangani kasus demam berdarah dengue ( DBD). Mengingat, hingga Januari 2016 ada 50 orang meninggal karena DBD dari sekitar 2.000-3.000 kasus.
"Sejak Oktober kami sudah ingatkan kepada kepala daerah untuk waspada DBD, ternyata tidak direspon. Dampaknya selama Januari ada 50 pasien DBD yang meninggal," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek usai pelantikan pejabat eselon di lingkungan Kemenkes, di Jakarta, Rabu (10/2).
Nila kembali mengingatkan bahaya DBD yang dapat menyebabkan kematian. Mengingat, gangguan virus tersebut dapat menurunkan trombosit secara tiba-tiba, sehingga darah menjadi encer dan keluar lewat organ tubuh dalam waktu sekejap.
"Dalam waktu kurang dari 7 hari, jika tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan kegagalan organ dan pasien meninggal dunia," katanya.
Terlebih, lanjut Menkes, gejala awal DBD kini sulit diprediksi. Karena banyak pasien yang meninggal dunia akibat DBD, tanpa disertai dengan gejala awal demam tinggi.
"Pasien DBD saat ini sering tidak menunjukkan gejala karakteristik DBD, seperti demam di atas 38 derajat, pucat, muncul bintik merah di kulit dan tubuh terasa nyeri. Tahu-tahu trombosit turun dan tidak tertolong," ucap Nila.
Menkes menyebut saat ini masih ada 7 kabupaten/kota di Indonesia yang berstatus kejadian luar biasa (KLB) akibat banyaknya pasien DBD meninggal dunia. Disebutkan, antara lain Kabupaten Tangerang, Banten; Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan; Kota Bengkulu, Bengkulu.
Menkes meminta masyarakat untuk segera melapor ke dinas kesehatan setempat jika ditemukan satu pasien DBD di wilayahnya. Dinas akan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan fogging.
"Fogging tidak boleh terlalu sering karena menggunakan bahan kimia. Tidak baik untuk lingkungan. Selain itu, nyamuk juga jadi resisten. Yang penting adalah membersihkan lingkungan dan abatisasi, agar jentik tidak berubah menjadi nyamuk," ucap Nila menegaskan.
Sistem abatisasi, menurut Nila, sebaiknya sudah dilakukan sejak pergantian musim kemarau ke musim hujan, tepat di bulan Oktober 2015 lalu.Sementara untuk deteksi dini, Nila menambahkan, Kemenkes telah mengirim Rapid Diagnostic Test (RDT).
Adapun dukungan logistik dari Pemerintah Pusat kepada Daerah didistribusikan berdasarkan permintaan Daerah, karena di beberapa daerah sudah ada yang memiliki logistik masing-masing.
"Beberapa lokasi KLB seperti Kaimana diberi tambahan RDT untuk percepatan penemuan dini kasus, saat ini kasus DBD di Kaimana sudah tidak ada," katanya. (TW)
{jcomments on}