Tak Ada Izin Baru bagi Akademi Kebidanan dan Keperawatan
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mulai tahun ini akan menerapkan moratorium atau pemberian sementara izin baru bagi akademi kebidanan dan keperawatan. Hal itu dilakukan karena lulusannya dinilai sudah jenuh.
"Moratorium hanya pada daerah yang dianggap sudah jenuh, seperti di kota-kota di pulau Jawa," kata Dirjen Kelembagaan, Kemristekdikti, Patdono Suwignjo dalam penjelasan di Jakarta, Jumat (12/2).
Untuk itu, Patdono Suwignjo menambahkan, pihaknya akan bekerja sama dengan organisasi profesi sebagai narasumber atas dasar penerapan moratorium. Karena merekalah yang tahu apakah lulusannya sudah jenuh di pasar kerja daerah.
"Jika organisasi bidan atau perawat menilai daerahnya itu masih kekurangan tenaga bidan dan perawat, tidak ada moratorium. Penerapannya sangat mempertimbangkan kondisi daerah masing-masing," ujarnya.
Menurut Patdono, daerah jenuh bisa mengajukan izin baru asalkan program studi yang ada ditingkatkan statusnya dari sebelumnya diploma 3 menjadi diploma 4 atau pendidikan profesi. Selain juga bisa membuka prodi untuk S1 dan S2," tuturnya.
Prodi lain yang dianggap jenuh, ditambahkan Patdono, adalah pendidikan guru. Namun, untuk bidang mata pelajaran IPA, bahasa Inggris dan mata pelajaran produktif bagi guru SMK tetap dibuka. "Hanya untuk tiga mata pelajaran itu saja. Lainnya dimoratorium," ucapnya.
Patdono mengatakan, proses moratorium akan terus berjalan selama jumlah lulusan lebih tinggi dibanding kebutuhan tenaga kerja di daerah itu. Alasannya terlalu banyak lulusan yang akan menganggur atau tidak bekerja.
"Sampai kita lihat jumlah lulusannya dibanding permintaannya sudah membaik lagi, artinya kebutuhan kerja dibandingkan lulusan sudah seimbang nanti kita hentikan moratorium," ucapnya.
Untuk mempermudah perguruan tinggi di daerah, lanjut Patdono, sejak Januari 2015 lalu proses pengajuan perizinan kini dilakukan secara online. Diharapkan, hal itu akan memotong rantai birokrasi yang ada di pemerintahan.
"Perizinan yang ditolak, bisa diajukan lagi dengan melengkapi berkas yang dibutuhkan. Minimal 6 bulan sudah bisa diajukan kembali," ujar Patdono. (TW)