DJSN: Penyesuaian Iuran Harus Dilakukan Demi Keberlangsungan Program JKN
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Rachmat Sentika mengemukakan, penyesuaian iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus dilakukan, demi keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Sebenarnya istilah yang tepat bukan kenaikan, melainkan penyesuaian iuran. Mengingat iuran dihitungkan saat ini sudah berdasarkan kebutuhan riil di lapangan8," kata Rachmat Sentika usai konferensi pers tentang Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 di Jakarta, Rabu (16/3).
Hadir dalam kesempatan itu, Sekjen Kementerian Kesehatan, Untung Suseno dan Direktur Hukum Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi, Ketua Persatuan Rumah Sakit (Persi) Kuncoro.
Penyesuaian iuran itu, lanjut Rachmat Sentika, ditetapkan Pemerintah dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan Nasional sebagai penyempurnaan dari Perpres Nomor 12 Tahun 2013 dan Perpres Nomor 111 Tahun 2013.
"Dalam Perpres Nomor 19 Tahun 2016 terdapat penyesuaian-penyesuaian, terutana untuk menindaklanjuti APBN 2016," katanya.
Dalam APBN 2016, kata Rachmat Sentika, ada penyesuaian besaran iuran penerima bantuan iuran (PBI) dari Rp19.225 menjadi Rp23.000. Selain itu, ada penambahan jumlah peserta BPJS Kesehatan dari 86,4 juta orang menjadi 92,4 juta orang.
"Untuk itu, harus didukung dengan Perpres. Karena ada perubahan penyesuaian nilainya besaran PBI dalam APBN 2016," ujarnya,
Ditambahkan, upaya penyesuaian iuran itu juga dilakukan akibat adanya peningkatan klaim rasio penanganan penyakit tidak menular (katastropik) seperti jantung, stroke, diabetes, kanker dan ginjal yang memakan biaya besar.
Mengingat saat ini ada 8,2 persen dari 15,9 juta peserta mandiri berusia diatas 52 tahun yang menderita katastropik. Beban biaya itu tidak adil jika tidak dilakukan penyesuaian iuran pada peserta mandiri, terutama pada peserta mandiri kelas satu dan kelas dua.
"Dari fakta yang tersaji, ternyata ada klaim rasio dr peserta mandiri non PPU (Pekerja Penerima Upah) sebesar 500 persen. Kondisi ini tidak adil kalau kita tak dilakukan penyesuaian-penyesuian pada peserta mandiri kelas 2 dan satu," tuturnya.
Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan pada kelompok mandiri non PPU, yaitu kelas 3 dari sebelumnya Rp25.500 menjadi Rp30.000, naik Rp4.500. Untuk kelas 2, dari Rp 42.500 menjadi Rp51.000, atau naik Rp8.500. Dan kelas satu dari Rp59.500 naik Rp20.500 menjadi Rp80.000.
Dengan dilakukan penyesuaian itu, menurut Rachmat Sentika, diharapkan BPJS Kesehatan memiliki keleluasaan untuk meningkatkan pelayanannya. Termasuk kerja sama dengan rumah sakit swasta guna memperluas akses layanan kesehatannya.
Sementara itu, Sekjen Kemkes, Untung Suseno mengatakan, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan tersebut akan mempengaruhi besaran tarif INA-CBGs. Saat ini sedang dilakukan penghitungan ulang, jenis penyakit apa saja yang akan mengalami perubahan besaran tarifnya.
"Mungkin hasilnya baru akan diumumkan ke publik bulan depan. Saat ini masih dilakukan pembahasan dalam perubahan tarif di INA CBGs," kata Untung.
Perubahan tarif tersebut, lanjut Untung, diharapkan dapat mendorong rumah sakit swasta untuk bergabung dalam program JKN. Karena disadari pembangunan rumah sakit membutuhkan waktu lama, ketimbang menjalin kerja sama dengan rumah sakit swasta.
"Keterlibatan rumah sakit swasta akaj mempermudah masyarakat mendapat akses terhadap layanan kesehatan. Diharapkan, tak terdengar lagi kasus antrian panjang atau penumpukan pasien di rumah sakit tertentu," katanya.
Untung menjelaskan, sebenarnya ada tiga opsi dalam menyelesaian defisit anggaran di BPJS Kesehatan. Pertama, pengurangan manfaat. Misalkan, untuk pengobatan yang membutuhkan biaya besar seperti cuci darah, kanker dan jantung ditiadakan dalam layanan.
"Jika opsi itu dipilih, pemerintah akan dinilai tidak manusiawi. Karena itu, pemerintah mengambil opsi kedua, melakukan penyesuaian iuran. Kenaikan pada kelas tiga kelompok pun tidak besar, yaitu Rp4.500 untuk layanan kesehatan yang lebih prima," tuturnya.
Untung menegaskan, penyesuaian iuran sebenarnya tak hanya pada peserta mandiri saja, tetapi juga pada iuran PBI yang ditanggung pemerintah. Termasuk iuran bagi pekerja penerima upah (PPU) yaitu 5 persen dengan mana batas gaji atau upaya hingga Rp4 juta untuk kelas satu dan Rp4-8 juta untuk kelas satu. (TW)
{jcomments on}