IDI: Kenaikan Iuran Harus Disertai Perbaikan Tata Kelola JKN
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ilham Oetama Marsis meminta penerintah agar segera melakukan perbaikan dalam tata kelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terutama pada infrastruktur dan sistem tarif di rumah sakit.
"Besaran kapitasi pada fasilitas kesehatan tahap pertama (FKTP) dan tarif di rumah sakit harus ditingkatkan. Selain peningkatan infrastruktur agar pelayanan kepada peserta JKN semakin baik," kata Marsis kepada wartawan di Jakarta, Jumat (18/3).
Ia sempat menyayangkan kenaikan iuran pada peserta PBI (penerima biaya iuran) yang dibayarkan pemerintah hanya sebesar Rp23 ribu. Padahal PB IDI telah mengusulkan kenaikan iuran PBI sebesar Rp27 ribu.
"Angka sebesar Rp27 ribu itu sudah melalui perhitungkan secara ilmiah, berdasarkan data dan fakta di lapangan selama pelaksanaan 2 tahun BPJS Kesehatan," ujarnya.
Marsis menegaskan, pihaknya tidak dalam posisi mendukung atau menolak Peraturan Presiden (Perpres) No 19 Tahun 2016. Namun, IDI percaya kualitas pelayanan bagi peserta JKN akan berkualitas, jika iuran dari peserta lebih memadai.
Hal senada dikemukakan Sekretaris Jenderal PB IDI, Adib Khumaidi. Katanya, kenaikan iuran harus diikuti dengan perbaikan regulasi, terutama hal yang terkait sistem kesehatan. Salah satunya, meningkatkan anggaran kesehatan secara nasional dari 5 persen menjadi 10 persen.
"Itu akan memperkuat upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif kesehatan oleh pemerintah," kata Adib menegaskan.
Sekretaris Bidang Kesejahteraan Dokter Advokasi dan Monev Terapan JKN untuk Masyarakat, Noor Arida Sofiana, menambahkan, iuran sudah direkomendasikan Dewan JSN. Menurutnya, tanpa adanya dukungan anggaran tidak akan terwujud secara maksimal.
Mengenai sistem pelayanan yang harus diperbaiki, baik Adib maupun Arida sepakat tidak hanya jumlah dokter yang harus sesuai dengan rasio, baik fasilitas dan prasarana kesehatan harus ditingkatkan.
"IDI tentunya menjadi bagian dalam program JKN yang memberikan kemaslahatan untuk semua, termasuk tenaga kesehatannya. Bukan hanya masyarakat. Karena survey yang dilakukan selalu kepuasan pelanggan, tak ada kepuasan dari tenaga dokter maupun tenaga kesehatannya," kata Adib menandaskan.
Noor Arida mengemukakan, Sutiana, prinsip gotong royong dalam JKN harus dipastikan berjalan. Mengingat, selama ini peserta mandiri paling banyak menggunakan layanan kesehatan dalam JKN, tetapi tidak sebanding dengan kolektabilitas iurannya.
"Karena itu, salah satu hal yang bisa dilakukan agar prinsip gotong royong tetap terjaga ialah menerapkan iur biaya bagi peserta yang mampu, terutama kelas 2 dan 1, tak hanya PBI," ucap Noor Arida. (TW)