Kemristekdikti Gelar Uji Kompetensi Prodi Bidang Kesehatan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) gelar uji kompetensi untuk prodi bidang kesehatan secara nasional pada 2-17 April 2016. Upaya itu dilakukan untuk penguatan mutu lulusan tenaga kesehatan.
"Jika sebelumnya mahasiswa kedokteran dan kedokteran gigi, kini mahasiswa diploma 3 keperawatan, kebidanan dan profesi ners harus ikut uji kompetensi sebelum kelulusan," kata Menristekdikti, Mohammad Nasir kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (6/4).
Dijelaskan, pelaksanaan uji kompetensi merupakan bagian dari peningkatan kualitas tenaga kesehatan Indonesia. Mereka nantinya tak hanya dinyatakan lulus secara akademik, tetapi juga memiliki kompetensi yang sesuai dengan standar Indonesia.
"Untuk pelaksanaan uji kompetensi ini, kami melibatkan asosiasi institusi pendidikan tinggi dan organisasi profesi," tutut Nasir.
Ditambahkan, pelaksanaan uji kompetensi bagi pendidikan dokter (UKMPPD) dan dokter gigi (UKMPPDG) akan dilakukan 4 kali dalam setahun, yaitu setiap Januari, April, Agustus dan Oktober.
Sedangkan uji kompetensi bidang keperawatan, kebidanan dan profesi keperawatan (ners), akan digelar sebanyak dua kali dalam satu tahun. Ujian dilakukan dalam dua jenis, yaitu lewat komputer untuk profesi Ners dan dengan kertas D-3 Keperawatan dan D-3 Kebidanan.
"Setelah lulus uji kompetensi, mereka akan mendapatkan surat tanda registrasi (STR). STR diperlukan untuk melamar pekerjaan," ujar Nasir.
Disebutkan, jumlah lulusan UKMPPD sejak Agustus 2014 sebanyak 18.840 orang. Jumlah itu tersebar di 69 Fakultas Kedokteran (FK) dari 75 FK yang ada.
Kelulusan pertama UKMPPD pada 2015 adalah sekitar 70 persen untuk tes berbasis komputer (CBT) dan 90 persen untuk uji keterampilan pemeriksaan klinis (OSCE). Nilai batas kelulusan adalah 66.
Untuk UKMPPDG, tercatat sejak Agustus 2014 ada 5.556 peserta di 25 dari 30 Fakultas kedokteran gigi (FKG) yang ada. Rerata kelulusan sekitar 65 persen untuk CBT dan 85 persen untuk OSCE. Nilai batas lulus UKMP2DG adalah 60.
"Hasilnya memang belum menggembirakan. Kami akan lakukan pembinaan pada perguruan tinggi yang angka kelulusan uji kompetensinya masih rendah," ucap Nasir.
Ditegaskan, hasil uji kompetensi selain menjadi jaminan mutu atas tenaga kesehatan juga menjadi dasar pembinaan program studi bidang kesehatan. Hasilnya juga menentukan kuota penerimaan mahasiswa baru program studi tersebut.
"Perguruan tinggi yang hasil uji kompetensinya rendah, jumlah mahasiswa barunya akan dibatasi," katanya.
Menristekdikti menyebutkan, jumlah peserta uji kompetensi tenaga kesehatan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada 2014, jumlah peserta sebanyak 115.852 dan meningkat secara signifikan pada 2015 sebanyak 129.877 peserta.
Ditanya berapa kali kesempatan diberikan kepada mahasiswa yang tak kunjung lulus uji kompetensi, Nasir mengatakan, hal itu tergantung lamanya tahun kuliah masing-masing kampus.
"Selagi dia masih menjadi mahasiswa, boleh lakukan uji kompetensi berulang-ulang hingga batas waktu kuliahnya. Jika tak lulus juga sampai batas waktu, berarti ia tak memiliki kualitas sebagai dokter," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Seleksi Uji Kompetensi Nasional Bidang Kesehatan, Masfuri mengatakan, beberapa penyebab yang menjadikan tingkat kelulusan rendah yakni lahan praktik yang kurang memadai, terutama FK di daerah.
"Kami berusaha menyelenggarakan uji kompetensi secara jujur dan bebas dari kecurangan," ujar Masfuri. (TW)