Kasus Malaria di Indonesia Turun Dalam 5 Tahun Terakhir
Jumlah kasus malaria di Indonesia dalam 5 tahun terakhir ini terus menurun. Dari 422.447 kasus pada 2011 menjadi berjumlah 217.025 pada 2015.
"Penurunan kasus malaria bisa terjadi, karena upaya pengendalian yang kita lakukan lewat program bernama Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria)," kata Mohammad Subuh, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, di Jakarta, Rabu (20/4).
Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, dr Andreas Ciokan. Kabupaten Teluk Bintuni mencatat prestasi dalam pengendalian malaria, dari 112 kasus per 1000 penduduk pada 2009 turun menjadi 2,4 kasus per 1000 penduduk pada akhir 2015.
Subuh mengemukakan, upaya pengendalian malaria yang dilakukan, antara lain, pemberian kelambu anti nyamuk pada seluruh rumah tangga di daerah endemis malaria. Yaitu, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku dan Maluku Utara.
"Percepatan mencapai sertifikat Bebas Malaria terus dilakukan di 5 provinsi tersebut. Namun, yang terpenting adalah komitmen dari pemerintah daerah," ujarnya.
Menurut Subuh, sebagian besar wilayah Indonesia sebenarnya telah mencapai tingkat endemis rendah atau menengah, bahkan bebas malaria. Disebutkan, ada 232 dari 514 kabupaten/kota (45,4 persen) dengan jumlah penduduk mencapai 189 juta orang mencapai eliminasi malaria.
Untuk daerah endemis rendah, ditambahkan, ada 147 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sebanyak 39 juta orang (15,3 persen) dan daerah endemis menengah sebanyak 90 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 21 juta orang (17 persen).
"Itu artinya 74 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah bebas malaria," ujar seraya menambahkan daerah itu meliputi Pulau Jawa, Bali dan Sumatera Barat.
Subuh menjelaskan, satu daerah disebut daerah bebas malaria karena angka kejadian malaria (API) dibawah 1 per 1000 penduduk. Selain itu, jumlah kasus positif yang tidak ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium tidak lebih dari 5 persen.
"Syarat lainnya adalah tidak ditemukan lagi kasus penularan setempat selama 3 tahun berturut-turut," tutur Subuh.
Penilaian atas perolehan sertifikat eliminasi malaria itu dilakukan oleh Komisi Penilaian Eliminasi Malaria yang beranggotakan pakar, pengambil kebijakan dan pengelola malaria di pusat dan provinsi.
Ditambahkan, upaya percepatan pengendalian malaria diperkuat dengan penambahan 2.440 Pos Malaria Desa yang dilayani oleh 3.769 kader. Selain penambahan 20 Malaria Center di 8 provinsi untuk memperkuat koordinasi di lapangan.
"Penyediaan dana bersumber APBN dan bantuan luar negeri untuk pengendalian malaria rata-rata Rp 250 miliar per tahun, belum termasuk APBD," ujarnya.
Upaya lainnya adalah penguatan koordinasi lintas sektor dan masyarakat melalui Forum Nasional Gebrak Malaria di seluruh Indonesia. Serta penguatan dukungan manajemen dan regulasi daerah tentang percepatan pencapaian eliminasi malaria.
"Surveilans juga terus dilakukan guna menemukan kasus malaria secara dini. Mereka yang terdiagnosis pun diberi pengobatan yang benar," kata Subuh menegaskan.
Kepala Dinas Kesehatan Teluk Bintuni, Andreas Ciokan menuturkan, program pengendalian malaria dilakukan dengan berbagai cara. Antara lain, pembentukan juru malaria kampung (JMK) dan juru malaria perusahaan (JMP) di tempat terpencil yang tidak ada layanan kesehatan.
Selain itu, dilakukan pengepakan obat malaria yang dikemas berdasarkan kategori berat badan. Setiap Puskesmas mendapat distribusi malaria kit, sehingga obat malaria selalu tersedia di setiap daerah. (TW)