Ribuan Peluang Beasiswa Pascasarjana Bagi Profesi Dosen
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) meluncurkan program beasiswa Unggulan Dosen Indonesia (BUDI). Tersedia 300 beasiswa pendidikan pascasarjana di luar negeri dan 2 ribu beasiswa di dalam negeri.
"Kerja sama ini diharapkan bisa menjadi milestone untuk kegiatan lintas kementerian," kata Menristekdikti Muhammad Nasir usai penandatangan naskah kerja sama di Puspiptek Serpong, usai peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada Senin (2/5).
Nasir menambahkan, peluang beasiswa bagi dosen sangat penting karena hingga saat ini masih ada sekitar 59 ribu dosen yang bergelar sarjana. Padahal idealnya, menurut aturan Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen, tak boleh ada lagi dosen yang bergelar sarjana saja.
"Untuk berkompetisi mendapatkan BUDI, dosen bisa masuk ke website http://budi.ristekdikti.go.id ," ujarnya.
Karena meski dananya dari LPDP, lanjut Nasir, proses prekrutan dilakukan Kemristekdikti. Karena itu, dosen yang berhak mendaftar dalam BUDI, harus memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) atau Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK).
Direktur Utama LPDP, Eko Prasetyo menjelaskan, dana beasiswa yang diberikan meliputi uang kuliah dan biaya hidup maksimal 24 bulan untuk program S2. Sedangkan pada program S3, menggunakan skema 3+1, yang mana dana terdistribusi menjadi dua bagian.
"Dana diberikan penuh untuk 3 tahun dan dana 1 tahun terakhir akan dibagi dalam 2 bagian. Dana tahun ke-4 itu harus diajukan dengan karyasiswa dan diberikan kepada pihak yang memenuhi syarat," ujar Eko Prasetyo.
Program BUDI akan menggunakan standar LPDP, baik dalam besaran maupun mekanisme penyalurkan dana beasiswanya. LPDP akan memantau perkembangan kemajuan studi para penerima beasiswa.
Pada kesempatan yang sama, Kemristekditi juga meluncurkan program Sistem Verifikasi Ijazah (SIVIL). Dengan demikian, pengecekan keaslian ijazah kini bisa dilakukan secara online.
"Sistem tersebut tak hanya praktis, tetapi juga dapat menangkal peredaran ijazah palsu," ucap Nasir.
Nasir menjelaskan, SIVIL dibuat setelah maraknya kasus ijazah palsu, selama tahun 2015-2016. Kemristekdikti, bahkan dalam 10 bulan terakhir menerima banyak surat verifikasi keabsahan ijazah baik perorangan, lembaga swadaya masyarakat dan instansi pemerintah.
"Selama kurun waktu itu, lebih dari 3.000 ijazah diverifikasi oleh Kemristekdikti. Sebanyak 90 persen ijazah dinyatakan absah, dan sekitar 10 persen ijazah harus diverifikasi Kopertis dan perguruan tinggi terkait," ujarnya.
Melalui layanan tersebut, lanjut Nasir, masyarakat bisa lebih cepat, tepat dan akurat dalam mendapat informasi data pemilik ijazah. Namun, data yang ditampilkan tidak detil, dengan alasan kerahasiaan.
"Untuk masuk sistem cukup nomor, bukan nama orang untuk menjaga kerahasian," tuturnya. (TW)