Pemerintah Seharusnya Terapkan Kuota Dokter per Faskes
Pemerintah seharusnya menerapkan sistem kuota dokter pada setiap fasilitas kesehatan (faskes) baik di rumah sakit maupun klinik. Karena antrian panjang di faskes belakangan ini jika tidak diantisipasi akan menimbulkan kerentanan dalam keselamatan pasien.
"Beban kerja dokter yang berlebihan, akibat banyaknya pasien bisa menimbulkan kerentanan dalam keselamatan pasien," kata Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Terpilih, Daeng Mohammad Faqih dalam acara "Dialog Konstruktif Pemangku Kepentingan untuk Peningkatan JKN" di Jakarta, Senin (30/5).
Penumpukan pasien di rumah sakit, lanjut Daeng M Faqih, karena ada kecenderungan akhir-akhir ini pasien yang berobat di fasilitas kesehatan tahap pertama (FKTP) seperti Puskesmas atau klinik minta surat rujukan ke rumah sakit. Padahal, rujukan seharusnya atas pertimbangan medis.
"Untuk itu, pemerintah harus memperbaiki sistem rujukan agar tidak terjadi lagi penumpukan pasien di rumah sakit. Sistem harus dibuat detail, sehingga pasien rujukan berdasarkan pertimbangan medis, tak sekadar memenuhi permintaan pasien," ucapnya.
Dan yang tak kalah penting dalam pelaksanaan program JKN, pemerintah harus bisa menyediakan dana yang cukup. Karena pengobatan tidak bisa dilakukan setengah tindakan, lantaran keterbatasan dana.
"Kalau makan bisa minta porsi setengah, tidak bisa dalam pengobatan. Operasi harus dilakukan penuh, termasuk obat-obatan," tutur Daeng.
Jika pemerintah tak punya biaya, menurut Daeng, harus dicarikan solusinya. Ia mengusulkan agar program JKN hanya untuk pasien kelas 3. Sedangkan pasien kelas 1 dan 2, tidak termasuk yang ditanggung pemerintah atau menggunakan asuransi swasta.
"Kondisi itu lebih adil, ketimbang pemerintah mencakup semua golongan namun pelayanannya tidak optimal, karena keterbatasan dana," ucap Daeng menegaskan.
Jika memungkinkan, lanjut Daeng, pemerintah menerapkan urun biaya untuk pasien kelas 1 san 2 untuk memenuhi kecukupan biaya. Karena seharusnya pelaksanaan program JKN memperhitungkan kecukupan dengan tata laksana klinis sesuai dengan standard operational procedure (SOP).
"Untuk itu perlu dilakukan revisi atas tarif dalam INA-CBGs dan besaran kapitasi. Karena yang ada saat ini tidak memperhitungkan profesionalisme dokter," tuturnya.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek dalam sambutannya meminta pada para pihak dalam dialog kontrukstif dapat memberi masukan pada pemerintah terkait dengan program JKN. Agar pelaksanaan JKN di masa depan menjadi lebih baik lagi.
"Masukan dari para pihak akan kami tindaklanjuti untuk program JKN yang lebih baik. Karena dua tahun pelaksanaan JKN, program tersebut belum berjalan mulus," tutur Menkes menandaskan. (TW)
{jcomments on}