WHO Tetapkan Standar Kemasan Polos untuk Produk Rokok
Menandai peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang jatuh pada 31 Mei, badan kesehatan dunia WHO menetapkan standar kemasan polos untuk produk rokok. Diharapkan kebijakan tersebut dapat menghambat para perokok pemula.
"Penelitian menunjukkan kemasan polos dapat menghambat perokok pemula serta mengurangi konsumsi diantara perokok," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemkes), Mohamad Subuh dalam talkshow memperingati HTTS 2016 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (31/5).
Dijelaskan, kemasan polos atau standardized packaging adalah kotak atau paket rokok yang tak memiliki logo, warna, lambang merek ataupun informasi promosi lainnya. Namun, produk tersebut tetap menunjukkan peringatan kesehatan bergambar yang lebih besar.
"Upaya itu dilakukan karena sejak dilakukan pembatasan iklan rokok di seluruh dunia, industri tembakau menggunakan kemasan sebagai sarana untuk membuat produk mereka semakin menarik," ujar Subuh.
Dirjen P2P Kemkes itu menambahkan, kemasan polos mengurangi daya tarik produk tembakau, sehingga peringatan kesehatan bergambar atau tulisan semakin jelas. Selain mengurangi desain yang memberi kesan jauh dari kenyataan bahwa produk rokok berbahaya bagi kesehatan.
"Kemasan polos bagi produk tembakau adalah salah satu upaya melindungi kesehatan masyarakat yang sejalan dengan kesepakatan global," katanya.
Subuh mencontohkan, negara Australia menerapkan kebijakan kemasan polos secara efektif. Australia adalah pendahuku inisiatif kemasan polos sejak Desember 2012.
"Kemasan polos, bersama dengan inisiatif pengendali lain, berhasil menurunkan angka rokok warga Australia berusia 14 tahun keatas dari 15,1 persen pada 2010 menjadi 12,8 persen pada 2013," katanya.
Saat ini, lanjut Subuh, telah ada 3 negara menerapkan kebijakan serupa yaitu Perancis, Inggris, dan Irlandia. Bahkan, Inggris Raya dan Irlandia Utara telah memiliki perangkat hukum untuk kemasan polos.
Data WHO menyebutkan, Indonesia tergolong sebagai negara yang menghadapi dampak besar dari tingginya penggunaan tembakau. Dapat dikatakan 2 dari 3 orang dewasa merokok.
Indonesia juga termasuk negara dengan prevalensi tinggi untuk perokok usia 13-15 tahun, yaitu lebih dari 20 persen. (TW)