IDI akan Beri Pendampingan Hukum Bagi Dokter Tersangkut Kasus Vaksin Palsu
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan memberi pendampingan hukum bagi dokter yang sudah dijadikan tersangka, maupun tenaga kesehatan lainnya yang tersangkut kasus vaksin palsu.
"Kami ingin para dokter maupun tenaga kesehatan lainnya yang tersangkut kasus vaksin palsu diterapkan azas praduga tak bersalah dulu," kata Ketua Umum PB IDI, Ilham Oetama Marsis dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (18/7).
Pada kesempatan itu, ia didampingi Ketua Umum Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi), Sri Rachmani, Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI), Susi Setiawati dan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia ( IDAI), Aman Pulungan.
Untuk itu, lanjut Prof Marsis menambahkan, pihaknya telah membentuk Satgas Advokasi Vaksin Palsu, bekerja sama dengan ARSSI dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Hal-hal yang berhubungan dengan dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam kasus vaksin palsu akan ditangani Satgas tersebut.
Ketua Umum PB IDI juga meminta pada Bareskrim untuk segera mengungkap dalang sesungguhnya dibalik kasus vaksin palsu. Karena dampaknya justru menimpa sejumlah dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
"Data yang ada sekarang ini belum mengungkapkan fakta sesungguhnya tentang jaringan vaksin palsu. Disayangkan, kasus tersebut justru menyeret dokter dan tenaga kesehatan lainnya sebagai pihak yang bersalah," ujarnya.
Prof Marsis berharap pada Polri untuk memberi jaminan keamanan bagi tenaga dan fasilitas kesehatan agar pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan seperti biasanya.
"Para dokter dan tenaga kesehatan lain di rumah sakit yang terjadi kasus palsu jadi takut bekerja, karena khawatir jadi sasaran anarkisme warga. Padahal mereka tak ada kaitannya sama sekali dengan kasus tersebut," ujar Prof Marsis.
Ia juha berharap pada media untuk menerapkan azas praduga tak bersalah terhadap dokter dan sejumlah tenaga kesehatan lainnya yang dijadikan tersangka, hingga pengadilan yang memutuskan.
"Jika dokter tersebut sudah dinyatakan bersalah, maka akan ada sanksi atas profesinya yaitu pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR). Sehingga dia tidak bisa praktik lagi sebagai dokter," kata Prof Marsis.
Prof Ilham menyayangkan kasus vaksin palsu telah membuat masyarakat saat ini kehilangan kepercayaan terhadap dokter dan rumah sakit di Indonesia. "Harus ditelusuri apakah ada grand design untuk menjatuhkan profesi dokter dan rumah sakit di Tanah Air, terkait dengan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN," ujar Ilham.
Ia berharap pemerintah bisa segera menyelesaikan kasus tersebut, sehingga para dokter bisa kembali bekerja dengan nyaman.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman Pulungan mengatakan, pihaknya telah membentuk satgas terkait vaksin palsu. Tim telah turun ke sejumlah rumah sakit yang tersangkut kasus vaksin palsu tersebut.
"Kami sedang mengumpulkan data berapa anak yang kemungkinan terpapar vaksin palsu tersebut. Tim akan bekerja selama 120 hari," kata Aman Pulungan.
Ditambahkan, IDAI bekerja sama dengan rumah sakit membentuk posko bagi anak untuk dilakukan vaksin ulang. "Tinggal tunjukkan bukti pernah disuntik vaksin di rumah sakit tersebut. Posko akan memberi vaksin ulang dengan gratis," ujar Aman Pulungan menandaskan. (TW)
{jcomments on}