BPJS Kesehatan: Pemerintah Hapus Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran
Pemerintah menghapus denda keterlambatan pembayaran iuran Badan Penyenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) Kesehatan, yang sebelumnya dikenakan sebesar 2 persen.
"Masyarakat hanya membayar iuran sejumlah bulan yang tertunggak tanpa dikenai denda," kata Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan, Fachmi Idris dalam diskusi bertajuk "Bincang JKN-KIS Bersama Andi F Noya" di Jakarta, Rabu (3/8).
Kemudahan lainnya, Fachmi menambahkan, seseorang dengan tunggakan iuran lebih dari 1 tahun hanya perlu membayar iuran selama 12 bulan. Setelah pelunasan, kartu bisa langsung dipakai untuk pengobatan.
"Namun, jika dalam kurun 45 hari setelah kartu diaktifkan pemiliknya menjalani rawat inap maka ia harus membayar denda pelayanan sebesar 2,5 persen dari total biaya rawat inap. Jika lebih dari tenggang waktu 45 hari, maka pasien tidak dikenakan denda perawatan," ujarnya.
Fachmi mengemukakan, kebijakan baru tersebut termuat dalam Peraturan BPJS Kesehatan No 4 Tahun 2016, sebagai turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) No 19 Tahun 2016 tertanggal 29 Februari 2016.
Dalam peraturan baru tersebut secara tegas dinyatakan, menunggak iuran satu bulan saja kartu BPJS Kesehatan langsung tidak bisa digunakan. Dengan demikian, diharapkan masyarakat semakin rajin membayar iuran bulanan.
"Beberapa bank kini sudah menerapkan autodebet untuk pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Kami harap masyarakat bisa memanfaatkan layanan itu. Jika tidak, bisa bayar langsung lewat atm atau agen secara tepat waktu agar saat membutuhkan pengobatan tak terkendala," tutur Fachmi.
Hal lain yang diatur terkait dengan implementasi koordinasi manfaat atau coordination of benefits (CoB) antara asuransi komersial dengan BPJS Kesehatan. "Sempat terjadi keresahan di kalangan pemilik asuransi swasta soal penurunan kualitas layanan jika menerapkan CoB. Karena itu, perbaikan terus kita lakukan," ujar Fachmi.
Disebutkan, antara lain, penerapan CoB diterapka pada peserta JKN-KIS yang memiliki hak atas perlindungan program Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT). AKT bisa didaftarkan perusahaan atau sendiri.
"Peserta akan mendapat hak sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam BPJS Kesehatan. Biaya juga tidak boleh melebihi total jumlah biaya pelayanan kesehatan dalam BPJS Kesehatan," katanya.
Kesepakatan CoB antara BPJS Kesehatan dengan penyelenggara AKT, antara lain BPJS Kesehatan menjadi penjamin pertama. Sedangkan penyelenggara AKT sebagai pembayar pertama.
"Jika memiliki lebih dari 1 AKT, maka koordinasi manfaat hanya dilakukan oleh salah satu AKT bekerja sama dengan BPJS Kesehatan," ujarnya.
Ditambahkan peserta atau badan usaha dapat secara langsung melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran kepada BPJS Kesehatan tanpa melalui penyelenggara AKT.
Diakui Fachmi, masih terdapat tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan CoB. Disebutkan, antara lain, kesiapan AKT untuk memperbanyak variasi produk asuransi yang cocok dengan JKN-KIS. Seperti model sistem rujukan berjenjang dan FKTP (fasilitas kesehatan tahap pertama) sebagai gate keeper.
"Hal itu diperlukan karena program JKN-KIS menganut prinsip kendali mutu dan biaya atau managed care," ucap Fahmi menegaskan.
BPJS Kesehatan juga siap bekerjasama dengan FKTP baik klinik, dokter praktek perorangan dan sebagainya maupun fasilitas rujukan tahap lanjutan (FRTL) seperti rumah sakit yang selama ini menjalin kerjasama dengan AKT yang bersangkutan.
"Hingga 30 Juni 2016, BPJS Kesehatan telah melakukan perjanjian kerjasama Koordinasi Manfaat dengan PT Jasa Raharja dan dengan 52 AKT," ujarnya.
Sedangkan AKT yang telah mendaftarkan peserta CoB kepada Kantor Cabang Prima BPJS Kesehatan berjumlah 13 asuransi kesehatan yang terdiri dari 105 badan usaha dengan 234.636 jiwa yang terdaftar sebagai peserta CoB. (TW)