BPOM Tarik Mie Merek Bikini
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akhir menarik produk makanan ringan bermerek "Bikini (Bihun Kekinian)" karena dianggap sebagai produk ilegal. Produk tersebut selain mengandung unsur pornografi pada kemasannya, juga tidak memiliki izin edar.
"Berkreasi boleh, tetapi dalam membuat produk tetap harus memperhatikan budaya bangsa," kata Kepala BPOM, Penny K Lukito kepada wartawan, di Jakarta, Senin (8/8).
Seperti diberitakan sebelumnya, masyarakat pada sepekan terakhir ini dikejutkan dengan peredaran makanan ringan dari bahan mie merek Bikini karya mahasiswi asal Depok, Pertiwi (19). Produk tersebut dianggap mengandung unsur pornografi karena menampilkan gambar tubuh perempuan berbikini dengan kata-kata seperti "remas aku".
"Menanggapi laporan masyarakat, kami segera melakukan penelusuran. Ternyata produk yang dijual secara online lewat 22 reseller sejak Maret 2016 lalu itu juga tidak memiliki izin edar dari BPOM," ujar Penny.
Padahal, lanjut Penny, produk yang dijual secara luas itu harus memiliki izin edar dari BPOM guna evaluasi keamanan, mutu, gizi dan label pangan. Selain itu, ada aspek label fiktif "halal" dalam kemasannya.
Ditanyakan apakah produk tersebut mengandung bahan berbahaya, Penny mengatakan, pihaknya belum tahu hal itu. Karena produk tidak pernah didaftarkan ke BPOM untuk pengujian kandungan bahan pangannya.
"Begitu tidak memiliki izin edar, maka produk tersebut dianggap sebagai ilegal. Makanya ditarik peredarannya. Public warning semacam ini penting diketahui masyarakat," ujarnya.
Menurut Penny, temuan tersebut melanggar pasal 142, Undang-Undang (UU) No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Disebutkan, pelaku usaha yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap pangan olahan yang dibuat di dalam negeri atau diimpor akan dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda Rp 4 miliar.
"Pelaku juga melanggar peraturan pemerintah no 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan. Serta UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan sanksi pidana setinggi-tingginya penjara 5 tahun atau denda Rp 2 miliar,"tutur Penny. (TW)