Biaya Pasien Emergensi di RS Non-Mitra Ditanggung Penuh
Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Bayu Wahyudi menegaskan, pasien emergensi yang dirawat di rumah sakit non-mitra akan ditanggung pembiayaannya. Untuk itu, pentingnya melaporkan kejadian ke kantor BPJS Kesehatan terdekat.
"Peserta JKN-KIS berhak mendapat layanan kesehatan dari fasilitas kesehatan manapun yang terdekat dari lokasi, baik dari faskes yang sudah bermitra dengan BPJS Kesehatan maupun yang belum," kata Bayu, di Jakarta, Selasa (30/8).
Pernyataan Bayu disampaikan terkait dengan kasus Muhammad Rizky Akbar (2,9), peserta JKN-KIS yang dikabarkan mengalami penolakan sejumlah rumah sakit saat berobat. Hasil penelusuran diketahui Muhammad Rizky Akbar bukannya ditolak, namun harus pindah-pindah rumah sakit karena tak ada dokter spesialis jantung anak di rumah sakit tersebut.
Bayu menjelaskan kronologi kasus yang dialami Muhammad Rizky Akbar, peserta JKN-KIS yang terdaftar sejak Agustus 2014 dengan hak perawatan kelas II. Pada 10 Juli 2016, Rizky mengalami sesak nafas, pembengkakan di bagian kaki dan tak mau makan ataupun minum.
"Oleh orangtuanya, Latif Asroni, Rizky dibawa ke RS Siloam Tangerang dengan jaminan BPJS Kesehatan. Pasien saat itu tidak dirawat inap dan hanya diberikan resep untuk rawat jalan," ujarnya.
Pada 11 Juli 2016, kondisi Rizky tak membaik. Oleh ibunya, ia dibawa Klinik Sumber Asih lalu dirujuk ke RS Hermina Tangerang dengan jaminan BPJS Kesehatan.
"Hasil konsultasi dengan dokter anak, diperlukan pemeriksaan ke bagian jantung anak, sehingga dokter segera merujuknya ke RSJPD Harapan Kita," ujar bayu.
Informasi dari pihak keluarga, di UGD RSJPD Harapan Kita, Rizk yhanya diberikan resep obat batuk. Ia tidak disarankan dirawat karena kondisi kesehatannya dinilai masih baik sesuai dengan hasil pemeriksaan klinis yang telah dilakukan.
"Pasien pun kembali ke RS Hermina Tangerang. Dokter menyarankan agar Rizki dirawat di RS yang memiliki fasilitas dan dokter spesialis jantung anak. Pasien lalu diberi rujukan ke RS Awal Bros Tangerang," kata Bayu.
Rizky sempat akan dirawat di RS Awal Bros Tangerang dengan jaminan BPJS Kesehatan. Namun batal karena RS tersebut juga tidak ada dokter spesialis jantung anak. Kemudian Rizky dibawa ke RS Eka Hospital (non-mitra BPJS Kesehatan).
"Atas biaya sendiri, Rizky dirawat di Eka Hospital. Setelah dirawat selama 5 hari, Rizky dinyatakan sembuh dan boleh pulang," katanya.
maka pihak RS menyarankan agar Rizky segera ditangani oleh dokter spesialis jantung anak.
Sebulan kemudian, Rizky mengalami gangguan nafas berat. Ia dibawa lagi ke Eka Hospital karena rekam medis pasien ada di rumah sakit tersebut. Pasien sempat dirawat di ICU, namun meninggal dunia pada 27 Agustus 2016.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Eka Hospital untuk membayar semua pembiayaan Rizky Akbar selama masa emergensi di rumah sakit tersebut," katanya.
Dirut RS Jantung dan Pembuluh (RSJP) Harapan Kita, Hananto Andriantoro mengemukakan, pihaknya berusaha untuk menolak pasien. Rizky Akbar hanya diberi resep obat batuk dan disarankan tidak dirawat, karena diagnosis menunjukkan pasien dalam keadaan sehat.
Ia membantah penolakan Rizky Akbar karena biaya paket perawatan INA-CBGs untuk pasien jantung anak sangat kecil. Padahal, RSJP Harapan Kita memiliki fasilitas dan dokter spesialis jantung paling lengkap di Indonesia.
"Ini bukan soal biaya paket INA-CBGs murah atau tidak. Semua pasien dilayani sesuai dengan prosedur. Diagnosis mengatakan belum perlu dirawat, bukan masalah biayanya," ucap Hananto.
Sebagai rumah sakit jantung rujukan se-Indonesia, permintaan perawatan di RSJP Harapan Kita sangat tinggi. Tempat tidur diberikan kepada pasien yang benar-benar membutuhkan emergensi.
"Masa tunggi untuk operasi di RSJP Harapan kita mencapai 1,5 tahun, karena begitu banyaknya pasien. Kami tengah mendidik RS pendidikan di daerah agar bisa melakukan operasi jantung ringan sehingga pasien tak perlu dibawa ke Jakarta," ujar Hananto menandaskan. (TW)