HIV/AIDS Mengancam Grobogan, Dokter dan 1.153 Warga Sudah Terjangkit
Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah mencatat, jumlah penderita HIV-AIDS di wilayah ini terus meningkat tiap tahunnya.
Data yang dimiliki Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, pada tahun 2017 ada 970 warga Kabupaten Grobogan terinfeksi HIV/AIDS. Kemudian dua tahun berikutnya yakni tahun 2019 meningkat menjadi 1.153 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Grobogan, dr Slamet Widodo, menyebut, sebagian besar penderita adalah ibu rumah tangga. Namun, ada juga beberapa pegawai negeri sipil (PNS) dan dokter.
Berikut fakta lengkapnya:
1. Jumlah penderita HIV/AIDS meningkat tajam
Menurut dr Slamet Widodo, dalam dua tahun terakhir jumlah penderita HIV/AIDS melonjak tajam. "Hingga Mei 2019 jumlah penderita HIV/AIDS di Grobogan yang dilaporkan meningkat menjadi 1.153 orang. Untuk anak-anak total 77 orang," katanya saat ditemui Kompas.com di kantornya, Kamis (9/5/2019).
Sejauh ini, Dinkes Kabupaten Grobogan telah berupaya untuk menggelar sosialisasi secara berkala terkait HIV/AIDS kepada masyarakat termasuk juga ke sekolah.
2. Sebagian besar penderita adalah ibu rumah tangga
Menurut Slamet, dari hasil riset yang dilakukan, sebagian besar penderita HIV/AIDS adalah ibu rumah tangga. Ironisnya, mereka tak menyadari jika virus yang merusak sistem kekebalan tubuh itu masuk di tubuhnya.
"Yang membawa virus HIV adalah sang suami. Ini karena sang suami yang bekerja di luar kota sering jajan sembarangan. Istri tak tahu, jika setelah diperiksa mereka mengidap HIV. Begitu juga suami, menyusul kemudian anak-anak mereka. Ini lah umumnya yang terjadi di Kabupaten Grobogan," jelas Slamet.
3. Beberapa PNS dan seorang dokter terinfeksi
Para penderita HIV/AIDS di Grobogan tersebut berasal dari berbagai latar belakang profesi, mulai PNS hingga dokter. "Dari 1.153 orang penderita HIV/AIDS di Kabupaten Grobogan, mereka berprofesi lain-lain. Bahkan, dari data kami, ada seorang dokter dan sejumlah PNS yang juga terinfeksi HIV. Ini membuktikan HIV bisa menyerang siapa saja," kata Slamet, Kamis (9/5/2019).
Untuk dokter yang diketahui positif HIV/AIDS, Dinkes Grobogan melakukan pendampingan dan pantauan kepada yang bersangkutan. "Dokter yang tertular HIV ini masih bekerja seperti biasa, namun tetap dalam monitoring dan pendampingan kami," kata Slamet.
4. Sosialisasi HIV/AIDS terus digencarkan
Program sosialisasi secara menyeluruh dan kontinu terus dilakukan agar mencegah penularan HIV/AIDS. Pendampingan khusus dilakukan bagi dokter yang positif AIDS/HIV. Hal itu untuk mencegah peristiwa yang terjadi di Pakistan.
"Kami prihatin dengan kasus yang di Pakistan, yang mana seorang dokter yang terinveksi HIV menularkan HIV kepada pasiennya menggunakan jarum suntik. Kami terus tekankan aksi balas dendam itu tak terjadi di Grobogan. Sosialisasi untuk kesadaran diri telah digencarkan," kata Slamet.
Menurut Slamet, adanya dokter yang terkena HIV/AIDS, menunjukkan bahwa penderita penyakit yang belum ada obatnya ini tidak mesti diasosiasikan dengan perilaku negatif seperti seks bebas.
5. Kendala Dinkes terkait penyebaran HIV/AIDS
Dinkes Kabupaten Grobogan juga telah melaksanakan program pemeriksaan kesehatan serta suplai obat gratis terhadap pengidap HIV/AIDS.
"Hingga saat ini sudah ada sekitar 30 puskesmas yang terlatih untuk monitoring dan penanganan HIV/AIDS. Sudah ada fasilitas alat screening HIV di setiap puskesmas," katanya.
Slamet menjelaskan, salah satu faktor yang mengakibatkan jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat adalah tidak tersampaikannya sosialisasi terkait HIV/AIDS kepada warga yang merantau ke luar kota atau warga boro.
Fenomena inilah yang membuat pihaknya kewalahan lantaran warga tersebut jarang sekali pulang ke kampung halaman.
"Banyak sekali warga Grobogan yang merantau ke luar kota. Kami sulit mendeteksi mereka. Terlebih kurangnya kesadaran mereka untuk memeriksakan diri lantaran tak pernah mendapatkan sosialisasi HIV/AIDS.
Dari kasus yang ada di Grobogan, kebanyakan tertular dari warga boro," kata Slamet.(*)