BPJS Kesehatan Ungkap 5 Penyebab Tekor Sehingga Iuran Harus Naik
Jakarta - Sejak 2014, BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit alias tekor. Bahkan 2019 ini defisit diperkirakan akan mencapai Rp Rp 32,84 triliun. Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Dr dr Fachmi Idris mengungkapkan setidaknya ada lima penyebabnya.
Pertama, premi yang ditetapkan pemerintah belum sesuai hitungan aktuaria. Untuk kelas 2 misalnya besarnya iuran saat ini sebesar Rp 51.000 per bulan dari seharusnya Rp 63.000. "Sehingga di kelas ini saja pemerintah harus mensubsidi Rp 12.000 per peserta," kata Fachmi kepada tim Blak blakan.
Untuk kelas 3, dia melanjutkan, hitungan aktuaria per peserta adalah Rp 53.000 tapi saat ini hanya membayar Rp 25.500 sehingga ada subsidi Rp 27.500.
Kedua, konsep BPJS Kesehatan adalah gotong-royong yakni warga mampu memberikan subsudi kepada yang kurang mampu belum berjalan penuh. Kenyataannya, masih banyak peserta mandiri yang membayar iuran hanya pada saat sakit dan selanjutnya menunggak.
Faktor lain, merujuk temuan BPKP, ada data peserta bermasalah, perusahaan yang memanipulasi gaji karyawan, potensi penyalahgunaan regulasi dengan memberikan pelayan rumah sakit lebih tinggi dari seharusnya, dan lainnya.
Fachmi menyebut potensi terjadinya defisit bukan sesuatu yang tiba-tiba. Sebab setiap tahun BPJS Kesehatan bersama dengan Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) setiap kali membuat program kerja sudah memperkirakan akan terjadi defisit. Penyebab utamanya karena nilai iuran yang tidak sesuai.
Untuk memperkecil defisit, ada tiga opsi yang bisa dilakukan, yakni menyesuaikan besaran Iuran, mengatur ulang manfaat yang diberikan, dan suntikan dana tambahan. Untuk suntikan dana pemerintah pada 2015, BPJS Kesehatan telah menerimanya sebesar Rp 5 Triliun, 2016 (Rp 6,8 Triliun), 2017 (Rp 3,6 Triliun), dan 2018 sebesar Rp 10,25 Triliun.
Kali ini, pemerintah juga menggunakan opsi lain dengan menaikkan iuran peserta. DPR menyetujui kenaikan untuk kelas I menjadi Rp 160.000, kelas 2 Rp 110.000, dan khusus kelas 3 naik menjadi Rp 42.000 dengan catatan data bermasalah telah diselesaikan.
Fachmi menargetkan soal data bermasalah peserta BPJS Kesehatan ini bisa diselesaikan pada akhir September ini. "Kami prinsipnya, BPJS apa pun yang diputuskan pemerintah soal besaran iuran, soal kapan itu diberlakukan kami patuh sepenuhnya untuk menjalankan itu," kata Fachmi.