5 Aspek Pengendalian Hepatitis di Indonesia
1 dari 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi Hepatitis B
Jakarta - Resolusi 63.18 menyatakan bahwa Hepatitis virus menjadi salah satu agenda prioritas WHO. Untuk menindak lanjuti resolusi itu, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes RI, Tjandra Yoga Aditama di Jakarta (8/4), mengatakan, perlu mengkaji berbagai aspek lain dari Pengendalian Hepatitis.
Kata Tjandra, seperti (1) imunisasi pada remaja dan dewasa, (2) deteksi dini, (3) akses diagnostik dan pengobatan yang terjangkau, (4) keterpaduan antara progam Hepatitis, HIV-AIDS dan KIA serta (5) aspek pembiayaan kesehatan yang saat ini sudah dilakukan oleh Jamkesmas maupun Askes kedepannya diharapkan dapat menjadi bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Tjandra menjelaskan, hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 menunjukkan prevalensi Hepatitis B sebesar 9,4%. Ini berarti 1 dari 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi Hepatitis B. Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk Indonesia maka jumlah penderita Hepatitis B di negeri ini mencapai 23 juta orang.
Hepatitis B adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, tambah Tjandra. Salah satu cara pencegahannya adalah dengan pemberian imunisasi. Pengendalian Hepatitis B dimulai dari penanganan pada Ibu hamil yang mengidap Hepatitis serta pemberian imunisasi pada bayi yang dilahirkan akan memutus mata rantai pertama penularan penyakit Hepatitis. Pemberian imunisasi pada bayi ini merupakan langkah kunci dalam menciptakan generasi baru yang bebas Hepatitis B.
Sejak dua dasawarsa yang lalu, Indonesia mulai melaksanakan Imunisasi Hepatitis B. Kegiatan ini diawali dengan pilot project imunisasi pada bayi yang dilakukan selama 10 tahun dari tahun 1987-1997, kegiatan ini dimulai di Pulau Lombok yang kemudian dikembangkan di provinsi-provinsi lain. Pada bulan April 1997 imunisasi Hepatitis B masuk dalam program imunisasi nasional. Adapun strategi penggunaan Uniject untuk imunisasi pada bayi baru lahir dilaksanakan sejak tahun 2003. Strategi imunisasi pada bayi baru lahir ini kemudian diadopsi oleh WHO dan dilaksanakan oleh negara-negara lain. Saat ini tercatat 177 negara telah mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Selain Hepatitis B, Hepatitis A dan C juga perlu mendapat perhatian. Hepatitis A sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sementara Hepatitis C sampai saat ini belum tersedia vaksinnya, sehingga upaya pencegahan melalui promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menghindari perilaku berisiko serta penapisan darah donor menjadi hal yang utama.
Menurut Tjandra, keberhasilan pengendalian Hepatitis sangat ditentukan oleh dukungan semua pihak. Prof Tjandra Yoga berharap kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mekembangkan pendidikan kesehatan bagi pelajar dan mahasiswa mengenai cara pencegahan dan penularan Hepatitis. Perusahaan farmasi di bawah Kementerian Negara BUMN diharapkan dapat menyediakan obat Hepatitis dengan harga terjangkau. Sementara itu peran lembaga donor dunia diperlukan dalam pendampingan dana pemerintah.
(sumber: jaringnews.com)