80% Alat Kesehatan di Indonesia Masih Impor
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berdampak terhadap industri alat kesehatan. Hampir 80% produk alkes yang dijual di dalam negeri, barang impor. Jika keadaan ini terus terjadi, tidak tertutup kemungkinan perusahaan akan menaikkan harga alkes sebagai solusi terakhir.
"Sebenarnya menaikkan harga itu pilihan terakhir karena berdampak langsung pada masyarakat. Kalau bisa ini harus dihindari mengingat harga obat di Indonesia termasuk paling mahal di Asean," kata kata Direktur Sales dan Marketing Soho Global Medika, Obed Fukliang, Senin (30/9), usai peresmian showroom USG perusahaan SOHO Grup itu, di Jakarta.
Ia mengungkapkan, sekitar 200 perusahaan yang tergabung pada Gabungan Pengusaha Alat Kesehatan (Gakeslab), sebagian besar mengeluh 'aduh' atas melemahnya nilai rupiah. Ini belum termasuk 100 perusahaan yang berbentuk perseroan komanditer (CV), yang merupakan 'pemain kecil'.
Soho Global sebagai pemain industri alat kesehatan, kata Obed, telah melakukan berbagai upaya menyiasati dampak terburuk pelemahan rupiah. Kami mengorbankan margin keuntungan kami. Upaya lainnya, dengan buffering stock, negosiasi dengan principal, evaluasi harga, dan rencana pengembangan usaha.
"Pada 1 November ini, jika situasi rupiah belum menunjukkan perubahan, kami akan menaikkan harga produk alat kesehatan 10 persen, tapi untuk alkes dengan teknologi advanced tidak naik," kata Obed.
Pihaknya pun meminta pemerintah untuk memperbaiki terpuruknya nilai rupiah. Alat kesehatan sangat dibutuhkan rumah sakit dan klinik yang dikhawatirkan akan berdampak pada penundaan pemenuhan alat kesehatan terbaik.
"Kementerian Kesehatan kan menargetkan akan membangun 1000 rumah sakit dalam 10 tahun ke depan. Berarti ada 100 rumah sakit yang dibangun setiap tahunnya. Dan, ini berarti dibutuhkan alat kesehatan baik yang bentuk kecil hingga besar. Nah, ini perlu diantisipasi agar tidak berdampak pada masyarakat," tuturnya.
Saat ini, ia mengungkapkan, pemain manufaktur alkes baru sekitar 15-20% berdasarkan klasifikasi alatnya. Sedangkan untuk alkes dengan teknologi canggih baru sekitar 5% produksi dalam negeri. Hal inilah yang membuat dampak pelemahan rupiah sangat terasa.
Meski terjadi pelemahan, Obed menyatakan, tetap optimistis mampu bertahan menjadi pemimpin pasar untuk segmen alat kesehatan perawatan luka. "Saat ini untuk pemain lokal kami masih market leader," kata Obed, yang menargetkan penjualan naik 70 persen pada tahun ini, mencapai Rp50 miliar.
Terkait peresmian showroom USG, pihaknya yang pertama memiliki showroom USG di Indonesia dan menggunakan 95% perawat sebagai tenaga penjualnya.
sumber: www.harianterbit.com