Bermain di Air Keruh RUU Tembakau
Jakarta - Adanya dugaan suap dalam Badan Legislasi DPR dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan, telah membuat suasana makin gaduh.
Komisi Nasional Pengendalian Tembakau secara resmi telah melaporkan indikasi dugaan suap dalam pembahasan RUU Pertembakauan di Dewan Perwakilan Rakyat. Komnas Pengendalian Tembakau menduga ada permainan antara perusahaan dengan politikus di DPR.
Salah satu kejanggalan di dalam RUU Tembakau ini adalah:tidak fokusnya pembahasan pada pertembakauan ataupun nasib petani, tetapi lebih kepada industri rokok. Lagipula jika ingin fokus kepada suatu produk, mengapa mesti tembakau yang menjadi penting? Bukankah ada beras, atau kopi, coklat, yang menjadi andalan produk indonesia di skala dunia?
Dan anehnya, walapun RUU ini berbicara soal tembakau, tetapi sama sekali tidak memperhatikan masalah impor tembakau yang kian naik dari tahun ke tahun. Seharusnya jika ingin melindungi petani tembakau, pemerintah membatasi atau malah melarang impor tembakau.
Total impor tembakau indonesia selama 2012 naik sebesar 13%, mencapai US$382,43 juta atau setara Rp3,824 triliun. Sebagian besar impor tembakau ini berasal dari China, yaitu sebesar US$191,4 juta atau setara Rp 1,914 triliun.
Jelas ada permainan berbagai pihak yang ingin mengail di air keruh. Lalu siapa mereka? "Dulu kan ada UU kesehatan, terus ada ayat yang hilang. Itu sudah berproses lewat MK dan sudah beres. Sekarang ada lagi disebutnya UU Pertembakauan. Ini kira-kira begitulah kalau undang-undang ada yang hilang pasalnya. Dugaannya seperti itu. Saya laporin Anggota DPR, Baleg (Badan Legislasi)," kata Arifin Panigoro selaku Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau usai bertemu Pimpinan KPK, pekan lalu.
Para analis melihat, ada kepentingan yang bermain di RUU Tembakau ini yakni industri rokok yang merasa khawatir atas upaya-upaya pengendalian tembakau. Padahal sekeras apapun advokasi dan kampanye yang dilakukan, industri rokok tetap meraih keuntungan yang signifikan, kenaikan penjualan sekitar 10% setiap tahunnya.
Kalau pemerintah sungguh sungguh berupaya melindungi petani tembakau, seharusnya upaya yang dilakukan adalah pembatasan impor. Selain itu, upaya pemanfaatan tembakau dengan cara lain juga lebih bermakna.
Seperti sebagai pestisida alami pembasmi hama. Ini juga sangat efektif, daripada digunakan sebagai bahan yang meracuni kesehatan manusia. Jika sebagai pestisida alami, tembakau dapat mengisi pasar pestisida yang juga sangat tinggi di Indonesia, mencapai Rp 6-7 trilyun. Itu yang legal. Jadi, siapa yang diuntungkan? [berbagai sumber]
(sumber: nasional.inilah.com)