BPOM: Waspadai Obat serta Kosmetik Palsu di Internet
Ketua Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparingga meminta masyarakat menghindari membeli produk obat-obatan atau kosmetik tanpa izin yang dijual melalui situs maupun toko online di internet.
Roy Sparingga mengatakan bahwa obat dan kosmetik yang dijual secara online belum tentu mengantongi izin dari BPOM dan mengandung risiko berbahaya bagi penggunanya.
"Jangan beli secara online. Bahaya sekali. Belilah di tempat-tempat yang legal (mempunyai izin)," kata Roy usai memberikan sambutan dalam acara peluncuran kompetisi iklan layanan masyarakat tentang peredaran obat-kosmetik palsu di pusat kebudayaan Amerika Serikat, @America, Rabu (26/2).
Obat palsu bisa mengandung berbagai macam unsur yang bahkan tidak memiliki khasiat untuk pemakainya dan dalam kondisi ekstrem bisa menyebabkan kematian.
Penampilan fisik obat dan kosmetik yang sangat mirip dengan aslinya dan harga yang lebih murah bisa menimbulkan dampak negatif pada penggunanya setelah penggunaan berulang-ulang dalam jangka waktu lama.
Obat-obat tersebut biasanya hanya mengandung tepung, placebo, dan kandungan-kandungan di bawah standar selain sanitasi dalam pembuatannya yang tidak bagus, kata Roy.
Menurut Roy, BPOM bekerja sama dengan pihak Interpol dalam Operasi Pangea pada 18-25 Juni 2013 berhasil mengamankan obat-obatan tanpa izin senilai Rp5,6 miliar serta menggeledah 20 sarana penjualan di Indonesia, 14 di antaranya sudah diproses hukum.
Sementara itu, sebanyak 129 situs jual beli obat online juga diblokir oleh BPOM bekerja sama dengan unit kejahatan siber (cyber crime) dari Polri.
"Transaksi elektronik itu rumit, oleh karena itu kami akan bekerjasama dengan PPATK untuk menelusurinya," kata Roy.
Masih maraknya toko-toko obat online tanpa izin itu disebabkan karena masih tingginya permintaan masyarakat akan obat dan kosmetik yang murah.
Obat-obatan ilegal tersebut bisa beredar antara lain karena lemahnya pengawasan di pintu-pintu gerbang masuk ke Indonesia.
Obat tanpa izin bisa dimasukkan ke dalam tas atau "tentengan" yang lolos pemeriksaan di bandara, maupun di pelabuhan-pelabuhan tikus atau daerah perbatasan, dan bisa juga melalui jalur resmi dengan cara memalsukan dokumen, kata Roy.
Obat yang masuk ke Indonesia itu legal jika mempunyai nomer izin edar dan surat keterangan impor, kata dia.
Selain dibawa dari luar Indonesia, obat palsu maupun ilegal juga diproduksi di sejumlah daerah seperti Medan, Aceh, Jambi, Bandung, dan Jakarta, kata Roy.
Sementara itu Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Widyaretna Buenastuti mengatakan masyarakat sebaiknya membeli obat maupun kosmetik di tempat-tempat yang mempunyai izin.
"Kalau membeli di apotek, hak kita sebagai konsumen terjaga. Jika membeli di luar, hak kita sebagai konsumen tidak terjaga," kata Widya.
Apa bila konsumen sudah membeli obat di tempat yang berizin namun menemui obat dengan pengemasan yang beda dan mencurigakan, konsumen bisa menanyakan ke apoteker maupun nomer layanan konsumen yang tertera pada kemasan obat.
"Masyarakat bisa mencari tahu obat itu diproduksi dan didistribusi oleh perusahaan apa," kata Widya.
Menurut riset VIctory Project yang dilakukan di empat wilayah yang meliputi Jabodetabek, Bandung, Surabaya-Malang, dan Medan, dengan Sildenafil sebagai sampel obat yang dibeli, menunjukkan tingkat pemalsuan obat tersebut mencapai 45 persen dari 518 tablet yang diperoleh dari 157 outlet.
Ke-157 outlet yang dilibatkan dalam survey merupakan apotek, toko obat, penjual di pinggir jalan serta tiga situs yang menawarkan pembelian secara online.
sumber: www.beritasatu.com