DIB Akan Cermati Undang-undang Pendidikan Kedokteran
Jakarta, PKMK. Dokter Indonesia Bersatu (DIB) akan mencermati draft Undang-undang Pendidikan Tinggi Kedokteran yang telah disahkan DPR RI. DIB akan menganalisis aspek plus dan minus dari UU tersebut. "Dalam Undang-Undang itu ada hal-hal yang diatur khusus. Kami bertanya, sebenarnya ada hal apa? Sementara, saat ini masih banyak kendala dalam implementasi UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran," kata dr. Agung Sapta, Juru Bicara DIB (15/7/2013).
Kalau program dokter internship tidak mungkin dihapus lalu dicantumkan dalam UU Pendidikan Kedokteran, merupakan satu hal yang baik. Namun sebenarnya ada hal yang lebih esensial. Misalnya, selama ini Pemerintah Indonesia lebih berfokus ke aspek kuratif. Jadi, keberadaan Undang-undang Pendidikan Kedokteran merupakan satu wujud pemfokusan ke aspek kuratif; argumen yang muncul adalah perlunya mengatasi kekurangan dokter. "Sementara itu, sebenarnya yang lebih perlu diperhatikan adalah pemfokusan ke aspek promotif dan preventif," Agung mengatakan.
UU Pendidikan Kedokteran pun bisa dikatakan merupakan praktek intervensi integrasi antara dunia akademis dengan dunia profesi kedokteran. Sementara, sebenarnya integrasi tersebut bisa menyebabkan satu kekurangan kontrol. "Jadi, akan riskan kalau nantinya dunia kedokteran diambil alih oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Untuk menentukan mana dokter yang harus internship atau tidak, sebenarnya bisa melalui evaluasi oleh sebuah badan independen," Agung berkata lagi.
Sebenarnya, kini Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sudah berperan menjaga mutu layanan dari profesi dokter. KKI membuat standar profesi dokter; untuk sub-profesi seperti misalnya kedokteran penyakit dalam, ada protokol tertentu lagi. Lantas, saat ada problem etika profesi, KKI berhubungan dengan Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia. "Jadi, selama ini KKI sudah berupaya mengontrol hal-hal itu," kata Agung. Lebih jauh dia mengatakan, kehadiran UU Pendidikan Tinggi Kedokteran berpotensi memudahkan penetrasi asing ke sektor kesehatan Indonesia. Kini banyak pihak yang ingin agar pendidikan kedokteran semakin komersial, termasuk pihak asing. Jika yang menjadi pertimbangan adalah tidak terjangkaunya pendidikan kedokteran oleh warga kurang mampu, apakah perlu sebuah undang-undang untuk atasi hal tersebut.