E-Commerce Kesehatan Dinilai Lebih Kuat di B2B
Jakarta, PKMK - Electronic commerce (e-commerce) kesehatan di Indonesia cenderung lebih berkembang di lingkup business to business (B2B) daripada business to consumer (B2C). Sebab, karakter produk industri kesehatan seperti obat over the counter (OTC) tidak menguntungkan untuk dipasarkan melalui internet. Pengamat e-commerce dari Bloomberg Business Week, Purjono Agus Suhendro, menyampaikan hal tersebut di Jakarta (1/4/2013) melalui electronic mail.
Mayoritas obat OTC harganya murah, sehingga, tidak menguntungkan bila dijual melalui internet kepada perorangan. "Skala ekonomisnya tidak menguntungkan bila dijual eceran lewat internet. Bisa-bisa, ongkos kirimnya jauh lebih mahal dan merepotkan," ungkap Purjono. Di samping itu, dia menambahkan, konsumen lebih suka membeli obat OTC melalui warung, apotek, ataupun pasar swalayan mini. Hal ini terjadi karena lebih cepat dan praktis.
Penjualan obat OTC ataupun produk kesehatan yang lain melalui internet sudah tentu harus menguntungkan dengan mencapai skala ekonomis tertentu. Karena itu, jika hendak dipasarkan melalui internet, obat OTC harus dijual dalam jumlah banyak kepada distributor, bukan kepada konsumen. Jika dijual kepada distributor melalui internet, yang berlangsung adalah transaksi e-commerce B2B, bukan B2C. Selanjutnya, Purjono menambahkan bahwa jika hendak dipasarkan ke perorangan, biasanya pihak penjual memasang syarat batasan harga tertentu. Dalam hal ini, harga obat itu terbilang mahal."Dengan demikian, pihak penjual tidak rugi karena biaya pengiriman yang lebih mahal."
Melihat fakta tersebut, saat ini penyedia e-commerce B2C di Indonesia pada umumnya bukan pihak independen. Namun, merupakan pihak yang dipayungi oleh perusahaan farmasi besar. Di sini, e-commerce B2C sekadar menjadi sarana promosi. Hal yang lebih dipentingkan produsen tersebut adalah distribusi obat OTC dengan jalur konvensional, bukan melalui internet.