Kegiatan Masyarakat Praktis ini akan dilakukan bertahun-tahun, seiring dengan perkembangan aplikasi system kontrak di sektor kesehatan. Dalam kegiatan jangka pendek ada diskusi yang dibagi dalam beberapa periode. Silahkan klik pada bagian Arsip Diskusi disertai pula dengan pertemuan-pertemuan ilmiah tatap muka dan Policy Brief yang dihasilkan. Disamping itu pengelola web juga menyediakan berbagai referensi untuk sistem kontrak yang dapat di klik pada menu perpustakaan.
Untuk memudahkan navigasi, aktifitas yang dilakukan dikelompokkan sesuai tahun pelaksanaannya yaitu tahun 2015, 2016, dan seterusnya.
TAHUN 2017
Webinar dan Workshop Pengembangan Kewirausahaan dalam Sistem Kontrak untuk Kesehatan Masyarakat (3 – 23 Februari 2017)
Salah satu solusi yang ditawarkan dalam seminar Seminar Evaluasi Awal Kontrak Tenaga Promoter Kesehatan dengan Dana BOK 2016 di Yogyakarta 8 November 2016 adalah sistem kontrak dengan pendekatan lembaga (kontrak lembaga) khususnya untuk daerah-daerah yang sangat terbatas tenaga kesehatannya dan tidak tersedia kandidat yang dibutuhkan. Dengan pendekatan ini, untuk memenuhi tenaga kesehatan yang dibutuhkan di daerah sulit atau tidak diminati, suatu lembaga bisa dikontrak untuk itu.
Solusi yang diajukan tersebut menghadapi kendala yaitu belum siapnya lembaga kesehatan untuk menangkap peluang tersebut. Di lain pihak, organisasi profesi kesehatan yang ada, belum tertarik untuk menjadi provider. Dengan kata lain, semangat kewirausahaan lembaga tersebut belum berkembang.
Seminar dan Workshop Pengembangan Kewirausahaan dalam Sistem Kontrak untuk Kesehatan Masyarakat (23 Februari 2017)
Kegiatan Seminar dan Workshop ini merupakan rangkaian akhir (Minggu IV) dari kegiatan Webinar dan Workshop Pengembangan Kewirausahaan dalam Sistem Kontrak untuk Kesehatan Masyarakat. Berbeda dengan kegiatan Minggu I – III, kegiatan ini dilakukan tidak hanya dengan webinar tetapi juga dilakukan secara tatap muka. Fokusnya tetap pada kesiapan lembaga dan organisasi profesi dalam kontrak tenaga promoter kesehatan dan tenaga kesehatan lingkungan.
Fasilitasi Implementasi Sistem Kontrak dalam Sister Dinkes dan Sister Puskesmas Malaka
Salah satu versi implementasi sistem kontrak adalah dalam format kerja sama antar lembaga yang berpayung pada MoU antar kepala daerah. Implementasi kegiatannya berdasarkan swakelola penyedia anggaran yang difasilitasi pihak ketiga. Contoh nyata kegiatan yang sedang berlangsung adalah Program Sister Dinkes dan Sister Puskesmas Kabupaten Malaka, NTT. Kegiatan ini direncanakan berjalan multi years dengan fokus penyiapan akreditasi puskesmas pada tahun pertama (2017).
Video Keynote Speech Menteri Kesehatan RI tentang Sistem Kontrak dalam KONAS IAKMI XIII
Diskusi Tahap I Tahun 2016: Pengalaman Kontrak Tenaga Promoter Kesehatan dengan Dana BOK
Dalam tahun 2016, kebijakan kontrak tenaga promkes melalui dana BOK mulai diberlakukan. Memasuki Triwulan II Tahun 2016, isu implementasi kebijakan kontrak tersebut diangkat menjadi topik diskusi Tahap I Tahun 2016 dengan tema "Pengalaman Kontrak Tenaga Promoter Kesehatan dengan Dana BOK." Proses diskusi selengkapnya dapat disimak pada link berikut
Seminar Evaluasi Awal Kontrak Tenaga Promoter Kesehatan dengan Dana BOK 2016: Mengapa Penyerapannya Tidak Optimal?
Penyerapan dana BOK untuk tenaga kontrak kesehatan kurang optimal hingga tahun ini. Hal tersebut mengusik dan memancing para pakar, mahasiswa dan pemerhati tenaga kesehatan untuk menggali lebih jauh apa latar belakangnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM berinisiatif menggelar seminar yang membahas hal itu, dengan tema "Seminar Evaluasi Awal Kontrak Tenaga Promoter Kesehatan dengan Dana BOK 2016: Mengapa Penyerapannya Tidak Optimal?"
Paparan Prof. Laksono Trisnantoro (15 Juni 2015) di Bandung
Kegiatan Masyarakat Praktis ini dipicu dan diawali dengan paparan Prof. Laksono Trisnantoro. Pada hari Senin (15 Juni 2015) Prof. Laksono Trisnantoro menyampaikan pendapat dalam rapat yang diselenggarakan oleh Biro Perencanaan Kemenkes di Bandung. Paper ini membahas opsi sistem kontrak untuk menghadapi rencana kenaikan anggaran sektor kesehatan menjadi 5%. Hal yang ditekankan dalam paper ini jika tanpa ada opsi kontrak dikawatirkan masalah penyerapan Kemenkes akan kembali memburuk dan mutu pelaksanaan program menjadi tidak terjamin. Di samping itu, ada kemungkinan dana kenaikan akan lebih banyak terpakai untuk tindakan kuratif JKN yang seharusnya dapat dibayar oleh masyarakat mampu. Silakan simak paparannya pada link berikut
Diskusi Tahap I: Opsi Kontrak untuk Mengantisipasi Peningkatan APBN"
Berangkat dari paparan Prof. Laksono Trisnantoro di Bandung pada 15 Juni 2015 (lihat Aktifitas ke-1), kemudian dilakukan Diskusi Pertama Masyarakat Praktis Aplikasi Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan dengan tema "Opsi Kontrak untuk Mengantisipasi Peningkatan APBN." Secara umum, gagasan untuk mengembangkan opsi kontrak tersebut didukung oleh peserta diskusi. Silakan simak prosesnya pada link berikut
Diskusi Tahap II: Best Practice Aplikasi Sistem Kontrak dalam Program Sister Hospital NTT
Setelah gagasan dasar tentang opsi kontrak (pada Diskusi Tahap I) dapat diterima, selanjutnya diselenggarakan diskusi Tahap II dengan tema Best Practice Aplikasi Sistem Kontrak dalam Program Sister Hospital NTT. Tujuan diskusi ini adalah untuk membahas contoh aplikasi system kontrak yang telah dilaksanakan. Contoh kasus yang dipilih adalah Sistem Kontrak dalam Program Sister Hospital NTT. Silakan simak prosesnya pada link berikut:
Workshop Penggunaan Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan Untuk Mengantisipasi Kenaikan Anggaran Sektor Kesehatan Menjadi 5% dalam Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia ke-VI di Padang 26 Agustus 2015
Aktifitas Masyarakat Praktis tidak hanya di dunia maya (melalui diskusi di web) tetapi juga dilakukan melalui tatap muka langsung, dalam hal ini workshop. Workshop di Padang ini bertujuan untuk lebih menyebarluaskan gagasan opsi kontrak sekaligus untuk memberikan pendalaman gagasan tersebut lebih jauh. Secara khusus, tujuan workshop tersebut adalah (1) Membahas makna sistem kontrak; (2) Membahas aplikasi sistem kontrak di program Pencegahan HIV AIDS, Penurunan Kematian Ibu dan Bayi, serta Monitoring Mutu pelayanan kesehatan JKN; dan (3) Membahas konsep Implementation Research dan Policy Brief dalam kebijakan sistem kontrak. Silakan simak prosesnya pada link berikut:
Diskusi Tahap III: Pengalaman Aplikasi Sistem Kontrak di Indonesia
Diskusi Tahap III merupakan tindak lanjut dari workshop di Padang 26 Agustus 2015. Beberapa kesimpulan dan isu dalam workshop tersebut, diberi komentar dan tanggapan dari para anggota Masyarakat Praktis yang tidak berkesempatan hadir di Padang. Pada intinya, gagasan tentang opsi kontrak makin diterima. Yang masih menjadi keprihatinan para anggota Masyarakat Praktis adalah sejauh mana para pengambil kebijakan mengakomodir opsi kontrak menjadi kebijakan resmi. Proses diskusi selengkapnya dapat disimak pada link berikut
Diskusi Tahap IV: Kesiapan Calon Provider dalam Aplikasi Sistem Kontrak
Menjelang berakhirnya tahun 2015, isu sejauh mana kesiapan calon provider dalam mengantisipasi kebijakan kontrak tenaga promkes melalui dana BOK 2016 makin mengemuka. Salah satu calon provider potensial yang diharapkan adalah IAKMI. Meskipun demikian, organisasi manapun atau siapapun terbuka untuk menjadi calon provider. Pertanyaannya adalah sejauh mana kesiapan calon provider tersebut?
Dalam Diksusi Tahap IV tersebut, isu kesiapan calon provider diangkat sebagai focus bahasan. Proses diskusi selengkapnya dapat disimak pada link berikut
Melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, serta Sarana Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016, khususnya pada Subbab IV tentang Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), penekanan untuk kegiatan promotif dan preventif di puskesmas tergambar jelas. Dana BOK ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas melalui upaya kesehatan promotif dan preventif dalam mendukung pelayanan kesehatan di luar gedung.
Untuk itu, dana BOK dapat digunakan untuk membayar 1 (satu) orang per puskesmas tenaga kontrak Promosi Kesehatan yang kontraknya ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang mengacu pada peraturan yang berlaku. Adapun Ketentuan Khusus terkait dengan tenaga kontrak promoter kesehatan dan rincian kegiatan yang harus dilakukan juga tertera dalam Petunjuk Teknis tersebut.
Ketentuan khusus terkait dengan tenaga kontrak promoter kesehatan adalah:
Berpendidikan minimal D3 Kesehatan jurusan/ peminatan Kesehatan Masyarakat diutamakan jurusan/peminatan Promosi Kesehatan/Ilmu Perilaku, dengan pengalaman kerja minimal 1 tahun di bidangnya.
Diberikan honor minimal sesuai upah minimum di Kabupaten/Kota yang berlaku dengan target kinerja bulanan yang ditetapkan secara tertulis oleh Kepala Puskesmas (output based performance).
Diberikan hak/fasilitas yang setara dengan staf puskesmas lainnya termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Lama kontrak maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai ketersediaan anggaran dan capaian target kinerjanya.
Saat ini pelaksanaan anggaran sudah memasuki Triwulan II di tahun 2016. Tentunya sudah cukup banyak cerita sukses atau sebaliknya terkait implementasi kontrak tenaga promkes tersebut.
Berangkat dari konteks demikian, tema Diskusi Tahun 2016 Tahap I dari Masyarakat Praktisi (CoP) Aplikasi Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan adalah "bagaimana realisasi awal implementasi kontrak tenaga promkes dengan dana BOK?"
Melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, serta Sarana Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016, khususnya pada Subbab IV tentang Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), penekanan untuk kegiatan promotif dan preventif di puskesmas tergambar jelas. Dana BOK ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas melalui upaya kesehatan promotif dan preventif dalam mendukung pelayanan kesehatan di luar gedung.
Untuk itu, dana BOK dapat digunakan untuk membayar 1 (satu) orang per puskesmas tenaga kontrak Promosi Kesehatan yang kontraknya ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang mengacu pada peraturan yang berlaku. Adapun Ketentuan Khusus terkait dengan tenaga kontrak promoter kesehatan dan rincian kegiatan yang harus dilakukan juga tertera dalam Petunjuk Teknis tersebut.
Ketentuan khusus terkait dengan tenaga kontrak promoter kesehatan adalah:
Berpendidikan minimal D3 Kesehatan jurusan/ peminatan Kesehatan Masyarakat diutamakan jurusan/peminatan Promosi Kesehatan/Ilmu Perilaku, dengan pengalaman kerja minimal 1 tahun di bidangnya.
Diberikan honor minimal sesuai upah minimum di Kabupaten/Kota yang berlaku dengan target kinerja bulanan yang ditetapkan secara tertulis oleh Kepala Puskesmas (output based performance).
Diberikan hak/fasilitas yang setara dengan staf puskesmas lainnya termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Lama kontrak maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai ketersediaan anggaran dan capaian target kinerjanya.
Saat ini pelaksanaan anggaran sudah memasuki Triwulan II di tahun 2016. Tentunya sudah cukup banyak cerita sukses atau sebaliknya terkait implementasi kontrak tenaga promkes tersebut.
Berangkat dari konteks demikian, tema Diskusi Tahun 2016 Tahap I dari Masyarakat Praktisi (CoP) Aplikasi Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan adalah "bagaimana realisasi awal implementasi kontrak tenaga promkes dengan dana BOK?"
Dalam web ini, telah terbentuk Masyarakat Praktisi (Community of Practice) tentang Sistem Kontrak di pelayanan kesehatan.
Tujuan (misi) Masyarakat Praktisi ini adalah:
Membahas mengenai konsep sistem kontrak dan kerjasaman dengan sektor swasta dalam sektor kesehatan;
Membahas pengalaman-pengalaman (best & bad practices) di Indonesia dan dunia dalam melakukan sistem kontrak di pelayanan kesehatan;
Mendorong tersusunnya kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengggunakan kerjasama sama dengan lembaga swsata atau antar lembaga untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat;
Mendorong penggunaan konsep sistem kontrak di lembaga anggota CoP untuk meningkatkan kinerja lembaga.
Siapa anggota CoP ini?
Pimpinan dan Staf Pemerintah Pusat-Kementerian Kesehatan/Pemerintah Propinsi/Pemerintah Kabupaten yang terkait dengan opsi sistem kontrak;
Pimpinan LSM atau perusahaan yang bergerak dalam pelayanan kesehatan;
Peneliti dan akademisi;
Pengelola lembaga-lembaga donor.
dan semua pihak yang mempunyai minat dalam aplikasi sistem kontrak di pelayanan kesehatan.
Keanggotaan Masyarakat Praktisi ini bersifat terbuka. Namun bagi anda yang ingin mendapatkan alert melalui WA atau e-mail harap mendaftar sebagai anggota aktif.
CoP Aplikasi Sistem Kontrak Implementasi Swakelola Tipe III di Sektor Kesehatan
Implementasi Swakelola Tipe III di Sektor Kesehatan
Swakelola sebagai salah satu cara pengadaan barang/jasa pemerintah sudah lama dilakukan, tetapi tipe swakelola dengan melibatkan Organisasi Masyarakat belum banyak dilakukan. Padahal Organisasi Masyarakat memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan pemerintah maupun pelaku usaha atau penyedia swasta, khususnya dalam pendekatan terhadap masyarakat dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak diminati pelaku usaha.
Keluarnya Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi solusi sekaligus menjadi dasar hukum kebijakan swakelola tersebut (Catatan: dalam Perpres tersebut disebut Swakelola Tipe III). Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) kemudian mengeluarkan pedoman swakelola melalui Peraturan Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018. Dengan demikian, seharusnya kebijakan tersebut sudah bisa diimplementasikan, termasuk di bidang kesehatan.
Permasalahannya, Kementerian/Lembaga termasuk Kementerian Kesehatan RI belum selesai merumuskan Petunjuk Teknis atau Petunjuk Pelaksanaan kebijakan Swakelola Tipe III tersebut. Padahal adanya Perpres No. 16 Tahun 2018 tersebut memberikan peluang bagi Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan mitra baru yang potensial dalam implementasi berbagai program kesehatan. Di sisi lain, Organisasi Masyarakat sebagai calon mitra potensial belum sepenuhnya memahami dan siap menangkap peluang yang diberikan oleh Perpres No. 16 Tahun 2018.
Berdasarkan latar belakang demikian, tema diskusi CoP Aplikasi Sistem Kontrak adalah “Implementasi Swakelola Tipe III di sektor Kesehatan: Peluang dan Tantangannya.” Sebagai pemicu diskusi, dilakukan Seminar Kerjasama Pemerintah dengan Yayasan/Perkumpulan di Sektor Kesehatan dalam Bentuk Kontrak Berdasarkan Perpres No. 16 tahun 2018” pada 3 Februari 2020.
CoP Aplikasi Sistem Kontrak (Tema: Sistem Kontrak dalam Program Nusantara Sehat)
Pasca diluncurkan pada 2015 lalu, Nusantara Sehat telah terbukti menjadi agent of change dalam pelayanan kesehatan. Salah satunya berhasil mendorong pelayanan yang lebih baik di puskesmas. Sistem kontrak yang diterapkan dalam Nusantara Sehat menarik untuk dikaji lebih jauh. Setidaknya ada 3 agenda yang bisa diidentifikasi dan akan dibahas dalam rangkaian kegiatan webinar dan seminar ini yaitu: (a) permasalahan kecemburuan yang ditimbulkan di daerah terkait besaran insentif, fasilitas, dan perhatian pemerintah pusat; (b) rendahnya minat dokter umum untuk mengikuti program tersebut; dan (c) permasalahan dari pendekatan kontrak yang diterapkan dengan rentang kendali yang terlalu luas.
Pada hari Senin (15 Juni 2015) Prof. Laksono Trisnantoro menyampaikan pendapat dalam rapat yang diselenggarakan oleh Biro Perencanaan Kemenkes di Bandung. Paper ini membahas opsi sistem kontrak untuk menghadapi rencana kenaikan anggaran sektor kesehatan menjadi 5%. Hal yang ditekankan dalam paper ini jika tanpa ada opsi kontrak dikawatirkan masalah penyerapan Kemenkes akan kembali memburuk dan mutu pelaksanaan program menjadi tidak terjamin. Di samping itu, ada kemungkinan dana kenaikan akan lebih banyak terpakai untuk tindakan kuratif JKN yang seharusnya dapat dibayar oleh masyarakat mampu. Silakan simak paparannya pada link berikut
Ringkasan Diskusi Tahap I tersebut adalah sebagai berikut:
Gagasan Prof Laksono untuk menerapkan kontrak di sektor kesehatan, secara umum dapat diterima oleh semua pihak baik dari kalangan akademisi, konsultan, NGO, maupun pengambil kebijakan di dinas kesehatan. Argumentasinya mulai dari aspek teoritis, evidence-based, analisis kemampuan absorbsi anggaran, potensi yang dimiliki NGO, dan lain-lain.
Kendala yang masih ditemui antara lain
peraturan kebijakan yang belum mendukung sistem kontrak diterapkan untuk program kesehatan (saat ini, sistem kontrak baru diterapkan untuk "belanja modal");
NGO terutama NGO keagamaan memiliki potensi sebagai calon mitra tetapi belum dioptimalkan potensinya baik melalui pendataan, pelatihan, pendampingan, dan pemberdayaan atau kesempatan untuk menjadi provider.
Peluang penerapan sistem kontrak ini terbuka luas karena sudah diakomodir dalam Pasal 11 RPP tentang SPM.