Reportase Sesi Paralel dan Expert Talk
24 April 2019
Sesi Paralel
Pada sesi paralel, terdapat empat topik yang disajikan dalam bentuk paparan hasil penelitian, antara lain : informal sector in health insurance, miscellaneous health economic issues, equity, dan local government roles in JKN. Peneliti PKMK sempat mengikuti 2 dari 4 sesi yang digelar. Beberapa rangkuman mengenai paparan hasil penelitian adalah sebagai berikut.
Pada topik miscellaneous health economic issues, terdapat tiga paparan penelitian yang ditampilkan. Hasil penelitian pertama disajikan oleh Dr. Haerawati Idris, SKM, MKes dengan judul Are changes in health insurance status related to changes in healthcare utilization over a period of 7 years in different regions of Indonesia? Penelitian ini menyimpulkan bahwa di seluruh wilayah Indonesia, kepemilikan asuransi melalui ketersediaan JKN mampu meningkatkan odd ratio, baik pada rawat jalan maupun rawat inap. Peneliti merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk melakukan perluasan kepesertaan asuransi kesehatan bagi masyarakat di daerahnya. Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., MKes, MBA selaku penampil berikutnya memaparkan hasil riset dengan judul The unmet need of stroke patient in Indonesia: Is home care a cost effective alternative? Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan biaya yang dikeluarkan dari perawatan homecare dengan rawat jalan pada pasien post stroke. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penghematan pada perawatan homecare dibandingkan dengan rawat jalan.
Sementara itu, diketahui bahwa akses pelayanan kesehatan masih rendah untuk pasien post stroke, sehingga homecare bisa menjadi salah satu alternatif untuk perawatan pasien post stroke. Paparan berikutnya disampaikan oleh dr. Firdaus Haifdz, MPH, PhD dengan judul penelitian National health insurance effect on health facility efficiency: bad news or good news? Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keadaan utilisasi fasilitas kesehatan di Indonesia yang masih sangat rendah, sementara beban expenditure yang dikeluarkan sangat besar. Sumber data yang digunakan adalah data pada 2011 (sebelum era JKN, namun telah terdapat beberapa model asuransi berupa Askes dan Jamsostek). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat inefisiensi yang besar di puskesmas dan rumah sakit tipe rendah dengan kecenderungan sulit untuk bisa bertahan. Pada sisi efisiensi, optimalnya efisiensi puskesmas akan menunjang efisiensi pada rumah sakit. Kondisi efisiensi akan menjadi lebih baik jika fasilitas kesehatan bergabung dengan sistem BPJS pada era Jaminan Kesehatan Nasional.
Pada topik equity, terdapat tiga paparan penelitian yang ditampilkan. Pemaparan pertama disajikan oleh Novat Pugo Sambodo, SE, MSc dengan judul Healthcare Benefit Distribution and the Implementation of JKN: A Benefit Insidence Analysis. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi distribusi manfaat JKN berdasarkan pada status ekonomi. dr. Adelia Ulya Rachman, MSc melanjutkan paparan berikutnya dengan judul penelitian Unequal Chances to Survive Childhood in Indonesia? a Decomposition Analysis. Secara ringkas riset ini mengungkapkan bahwa ketimpangan (relative ineaquality) yang dilihat dari nilai CI (standard concentration index) tampak meningkat pada kalangan pro poor meskipun terjadi penurunan pada angka kematian bayi dan balita. Penurunan kematian balita dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni: cakupan imunisasi lengkap di tingkat kabupaten, urutan kelahiran, dan posisi perempuan sebagai kepala rumah tangga. Pendidikan ibu, usia ibu saat melahirkan dan status pernikahan pertama berkontribusi pada penurunan kematian bayi, namun demikian faktor yang disebutkan berpengaruh pada kematian balita memiliki hubungan yang sebaliknya. Paparan berikutnya disampaikan oleh dr. M. Fikru Rizal, MSc dengan judul penelitian Explaining the fall in Socioeconomic Inequality of Childhood Stunting in Indonesia. Berdasarkan dari analisis data IFLS 2007 - 2014 diketahui bahwa terjadi penurunan kondisi stunting di Indonesia secara signifikan. Kondisi stunting banyak terdapat pada masyarakat miskin, namun demikian terdapat penurunan secara signifikan pada kondisi inequality yang dipengaruhi oleh peningkatan taraf hidup dalam kurun waktu 2007 - 2012, kondisi sanitasi yang lebih baik dan pelayanan kesehatan yang semakin baik, salah satunya dengan penerapan jamkesmas. Mergy Gayatri menutup sesi ini dengan memaparkan hasil penelitian dengan judul The functioning of maternity waiting homes in Indonesia: a mixed method analysis. Riset ini secara ringkas menyebutkan bahwa fungsionalisasi rumah tunggu kelahiran masih sangat beragam di Indonesia dimana pelaksanaannya lebih efektif dilakukan di wilayah kepulauan. Agar berjalan lebih efektif, masih dibutuhkan pedoman yang komperhensif dan terstandarisasi untuk membangun rumah tunggu kelahiran, utamanya bagi pemerintah daerah serta monitoring dan evaluasi dari efektivitas rumah tunggu kelahiran yang ada saat ini.
Sesi Expert Talk
Pada sesi expert talk, dilakukan pembahasan mengenai rekomendasi untuk kondisi JKN pada masa mendatang, terutama setelah proses pemilihan umum dilakukan di Indonesia. Prof. Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa pengawasan pada kualitas pelayanan kesehatan, termasuk pengawasan pada tenaga kesehatan guna memperkuat pemberian pelayanan kesehatan, perbaikan pelayanan kesehatan yang kurang bagus serta monitoring dan evaluasi perlu dilakukan. Hubungan kelembagaan antar berbagai pemangku kepentingan, baik pusat dan daerah, BPJS, Kemenkes, DJSN dan Presiden perlu dibangun lebih baik termasuk dukungan dari pemerintah daerah.
Pemerataan utilization di seluruh daerah di Indonesia serta sistem pemberian layanan kesehatan yang berorientasi pada mutu tenaga kesehatan dan fasilitas rumah sakit juga perlu menjadi perhatian bagi presiden terpilih (berikutnya). Prof Hasbullah Thabrany menekankan bahwa perbaikan pelayanan kesehatan bukan tugas BPJS, melainkan tugas dari pemerintah daerah. Demikian halnya tanggung jawab pada pelayanan kesehatan pribadi (UKP) merupakan ranah bagi BPJS, sementara upaya kesehatan masyarakat (UKM) merupakan tanggung jawab dari pemerintah daerah dan dinas kesehatan melalui upaya promotifpreventif. Kondisi defisit BPJS merupakan tanggung jawab pemerintah dan bagian dari kesalahan pemerintah dengan menetapkan besaran iuran yang masih rendah. Di samping itu, belum ada political will yang kuat untuk bisa mengalokasikan pengeluaran pendanaan yang lebih besar di sektor kesehatan. Selanjutnya, perlu ada peningkatan iuran BPJS yang sebaiknya melihat pada tingkat besaran pendapatan yang diterima dan pengalokasian budgeting yang lebih besar pula pada sektor kesehatan oleh pemerintah.
Reporter: Kurnia Widyastuti (PKMK UGM)
Link Terkait:
{jcomments on}