Reportase Webinar Tantangan dan Strategi dalam Kesehatan Mental Remaja
20 November 2022
dr. Jumriani narasumber dari Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah menyebutkan masalah kesehatan jiwa anak dan remaja paling banyak di Sulawesi Tengah yaitu gangguan anxietas, gangguan depresi, dan skizofrenia di umur 15 sampai 59 tahun. Pada orang dengan skizofrenia masih banyak yang dipasung dan dikurung di rumah baik anak, remaja dan dewasa sehingga tidak diberi keleluasan untuk melakukan sosialisasi. Percobaan bunuh diri hanya 1 terlaporkan pada anak remaja. Kasus kesehatan paling tinggi adalah skrizofrenia di Sulawesi tengah, anxietas, psikotik akut, depresi, dan retardasi mental. Masalah yang menjadi dominan adalah gangguan perkembangan, masalah kepribadian dan gangguan perilaku, cemas dan depresi.
Tantangannya belum semua tenaga kesehatan terlatih untuk melakukan skrining kesehatan mental, guru-guru baru yang dilatih yaitu 27 orang, penggunaan KIE yang belum optimal. Inovasinya adalah bekerjasama dengan LSM sejenak hening selama COVID 19 dan pasca bencana tsunami. Inovasi lainnya adalah 8 kader desa sehat, psikolog klinis hadir di puskesmas dan seterusnya. Dinkes bekerjasama dengan Laskar Jiwa yaitu ODGJ diberi bantuan bibit tanaman, uang, pengobatan, bimbingan. Lalu program Sehat Jiwa Hati juga dilakukan oleh dr Maria Devinta.
dr. Fiddina Mediola, Sp. KJ menjelaskan gangguan mental di Indonesia sangat besar lebih cenderung pasif. Hanya 2 % yang mampu dan berkeinginan mengakses layanan kesehatan jiwa. Hanya 4,3% orang tua remaja merasa memerlukan layanan kesehatan mental. Banyak orang tua yang menganggap karena kurang iman. Gangguan jiwa yang datang ke profesional biasanya sudah berat. Jika di-treatment sejak dini akan lebih baik prognosisnya.
Tantangannya adalah orang dewasa seperti guru mempunyai kewajiban untuk membantu remaja ini tumbuh lebih baik. Kita membutuhkan literasi mental health maka cara pengenalannya bagaimana, cara promotif, preventif, dan dukungan akan lebih mudah. Sekolah mempertimbangkan pendekatan berbasis sekolah yang proaktif dan preventif. Guru BK adalah kepanjangan tangan dari psikolog, psikiater, dokter di puskesmas. Kita harus memberdayakan guru BK. Salah satunya, guru BK membantu mendampingi remaja untuk perkembangan mental.
Sesi pembahasan
drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid menjelaskan bahwa remaja adalah usia transisi yang rentan dalam gangguan jiwa. Seorang remaja biasanya ingin mengambil keputusan sendiri, kesempatan interelasi yang lebih luas, secara psikologis merupakan pencarian identitas diri dan perubahan faktor eksternal, immaturitas. Saat ini integrasi lintas sektoral ini belum optimal, dengan Kemendikbud dan Kemenag baru di 40 sekolah yang dilakukan uji coba literasi kesehatan jiwa dengan panduan atau best practice. Guru BK dan teman sebaya menjadi salah satu inti pertemanan di sekolah itu sehingga masalah kesehatan dapat diselesaikan, selama ini peran organisasi profesi belum optimal, individu masih rendahnya literasi tentang kesehatan jiwa, mengembangkan media KIE dalam menyebarkan edukasi secara luas, melibatkan remaja sebagai agen perubahan.
dr Ashra Vina Daswin menjelaskan kesehatan jiwa tidak hanya membatasi kondisi penyakit tapi kondisi secara keseluruhan. Untuk percakapan sehari-hari misalnya dapat digunakan untuk mengekspos perilaku dalam melakukan perilaku yang lain. Remaja-remaja 13 % ini memiliki kencenderungan untuk burden of disease dari perilaku resiko yang lain. Mereka mencari support sistem dari luar sekolah. Support system di luar rumah perlu mendapatkan perhatian daripada di dalam rumah. Di WHO sudah mengoperasikan kesehatan helath promoting school. Kemudian, terdapat 8 indikator yang kesehatan jiwa yang terkait dengan sekolah.
Materi dan video pemaparan dapat diakses pada link berikut, klik disini
Reporter:
Ardhina Nugrahaeni
Divisi Public Health PKMK UGM