PROGRAM JKN, Menkes Minta RS Hati-hati Saat Koding Penyakit
Menteri Kesehatan (Menkes) mengingatkan pengelola rumah sakit untuk berhati-hati saat memasukkan koding penyakit dalam layanan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal yang melandasi ini ialah tindakan kecurangan (fraud) dalam (JKN) akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jangan melanggar aturan, nanti bisa jadi temuan KPK. Jika bingung dalam koding, bisa bertanya pada dewan pertimbangan medik (DPM) di masing-masing provinsi," kata Menkes Nafsiah Mboi saat membuka Pertemuan Nasional Manajemen Rumah Sakit dan DPM, di kota Bandung, Rabu (10/9) malam.
Pertemuan yang dihadiri sekitar 300 peserta dari unsur DPM baik pusat maupun provinsi, rumah sakit umum daerah (RSUD) tipe A,B,C dan D, TNI Polri dan swasta dan kepala kantor cabang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan itu juga menghadirkan pembicara Deputi Bidang Pencegahan KPK, Eswan Elmi.
Ditanyakan apakah sudah ada rumah sakit yang terindikasi fraud, Menkes mengatakan, belum ada. Namun, ada sejumlah rumah sakit yang salah dalam koding penyakit. Mereka saat ini dalam pembinaan tim pengendali mutu dan biaya serta DPM Provinsi.
"Bukan fraud, hanya salah koding. Tetapi jika kesalahan ini terus berulang, dan terlihat ada unsur kesengajaan. Kami akan biarkan ini jadi temuan KPK saja," ucap Nafsiah seraya menambahkan
rumah sakit yang sudah bergabung sebanyak 1551 RS dari 2353 RS.
Disinggung soal toleransi kesalahan yang bisa dilakukan, Menkes secara tegas menyatakan, tidak ada toleransi. Meski orang jahat selalu ada di muka bumi, namun upaya ini harus dicapai seminimal mungkin.
"Inginnya tindakan fraud-nya nol persen. Tetapi rasanya tidak mungkin. Kita upayakan seminimal mungkin," kata Nafsiah menegaskan.
Menkes menaruh harapan yang sangat besar kepada lembaga DPM pusat dan provinsi serta tim pengendali mutu dan biaya di kantor cabang BPJS Kesehatan untuk menjadi pelindung keselamatan (safe guard). Guna meminimalisasi terjadinya fraud.
"JKN ini kan sistem baru, kita semua masih belajar. Saya berharap semua pihak yang terlibat didalamnya mau belajar sungguh-sungguh dengan meminimalisasikan kesalahan," tutur istri mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Ben Mboi itu.
Sementara itu, Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengemukakan, DPM sebenarnya bukan hal baru dalam JKN. DPM sudah dikembangkan sejak BPJS Kesehatan masih bernama PT Askes.
"DPM yang berangotakan para ahli dari akademisi dan klinisi ini sejak lama menjadi tempat untuk mencari second opinion. DPM memiliki fungsi yang sama dalam struktur BPJS Kesehatan," ujarnya.
Terkait fraud, Fachmi mengatakan, DPM bersama tim pengendali mutu dan biaya akan melakukan pembinaan terhadap sejumlah rumah sakit yang terindikasi. Pembinaan dilakukan hingga para pengelola rumah sakit tersebut paham seputar koding.
"Saat ini belum terlihat ada unsur kesengajaan. Baru salah dalam memahami tindakan medis yang dilakukan dengan kodingnya," katanya.
Ditanya tindakan yang diindikasikan fraud, Fachmi mengatakan, jenis penyakit memiliki nomor kode masing-masing, lengkap dengan rincian tindakan medisnya. Jika ada tindakan yang tak sesuai dengan koding, bisa ditanyakan ke tim pengendali mutu dan biaya BPJS Kesehatan yang ada di rumah sakit.
"Dibutuhkan ketelitian dan kejujuran dalam memasukkan koding agar tidak terjadi tindakan tercela atau fraud," ujar Fachmi menandaskan. (TW)
{jcomments on}