Simposium X
Kebijakan dan advokasi pengendalian tembakau
Reporter: Ningrum
Simposium X sebagai bagian dari ICTOH mengambil tema Kebijakan dan advokasi pengendalian tembakau. Simposium telah digelar pada Sabtu (31/5/2014) pukul 11.00-13.00 WIB di ruang Rosewood 4, Hotel Royal Kuningan. Dwi Adi Maryandi kali ini bertindak sebagai moderator dalam simposium. Berikut adalah 5 materi yang sudah disampaikan :
Pertama, Sinergi Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi dalam Mengupayakan Kebijakan Pengendalian Tembakau di Kabupaten Jember, oleh : Dewi Rokhmah (Universitas Jember). Kabupaten Jember adalah kabupaten kedua setelah Pamekasan yang memberikan konstribusi terkait dengan daun tembakau yang mensuplai ke beberapa perusahan rokok, kemudian terkait dengan faktor histori sudah menjadi semacam budaya juga petani tembakau itu sangat erat di masyarakat Jember. Kalau dilihat dari logo saja, disana ada daun tembakaunya. Ini sebetulnya yang perlu mendapat perhatian semua teman-teman di tobacco control apakah karena ini juga, banyak kendala juga ketika kita berupaya terkait dengan kebijakan pengendalian tembakau. Petani tembakau di Jember saat ini, sudah tidak seperti dulu yang mengatakan bahwa tembakau adalah emas jadi terkait dengan turunnya harga juga kesejahteraan petani tembakau saat ini sudah sangat rendah. Hal Ini dibuktikan melalui penelitian ini yang melibatkan teman-teman mahasiswa di FKM. Kemudian untuk penerapan PHBS yang perlu perhatian juga adalah angka PPOK yang dilaporkan rumah sakit Jember adalah 60% dari mereka mempunyai kebiasaan merokok apalagi dengan kondisi yang sering terpapar asap rokok orang lain. Inovasi langkahnya muncul untuk pemerintah kabupaten mau melakukan kebijakan pengendalian tembakau. Satu hal lagi ini yang terakhir empat hari lalu HM Sampoerna memiliki pabrik rokok untuk cigarette kretek tangan ditutup karena masyarakat sekarang lebih suka dengan cigarette kretek mesin, yang menjadi korban petani tembakau 4000 lebih pekerja di pabrik rokok linting tangan di-PHK seharusnya kita harus bersinergi akademisi dengan pemerintah kabupaten kota khususnya tentang pengendalian tembakau. Untuk penellitian ini dilakukan secara diskriptif dengan kebijakan Bupati Nomor 188 tentang kabupaten sehat dengan pendekatan analisis kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah kabupaten Jember dalam SK Bupati no 188.45/243.1/012/2013 tentang forum kabupaten sehat di kabupaten Jember tahun 2013-2018, dapat memberikan dampak yang positif bagi kualitas hidup masyarakat Jember termasuk para petani tembakau. Dalam proses pembentukan kebbijakan kabbupaten sehat ini diawali dari forum kerjasama pemerintah daerah dengan universitas Jember dalam bentuk dialog, kemudian menyelenggarakan workshop dan mensosialisasikan kebijakan dalam forum Jember sehat.
Kedua, Analisis terhadap Lima Draft RUU terkait Pengendalian Tembakau, oleh : Putri Hikmawati (Indonesia tobacco control legal resource center). Hasil penellitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian relapse pada perokok aktif, dengan variabel hambatan berhenti merokok, kepercayaan diri, motivasi dan tingkat ketergantungan terhadap nikotin namun tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel persepsi terhadap ancaman penyakit dan variabel manfaat berhenti merokok. Analisis regresi logistic menunjukan variabel kepercayaan diri merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian relapse pada perokok aktif dengan resiko. Factor sosio psikologi sangat berpengaruh terhadap kejadian relaps pada perokok aktif, untuk itu perlunya penguatan pada program yang berbasis social kemasyarakatan untuk memberikan dukungan berhenti merokok pada perokok aktif sehingga mereka mempunyai kepercayaan diri yang kuat bahwa tanpa merokok mereka dapat hidup sehat dan lebih produktif.
Ketiga, Pajak rokok untuk Promosi Kesehatan : Studi Kasus Alokasi 70% Pajak Rokok untuk Pengendalian Tembakau di DKI Jakarta, oleh : Bernadette Fellarika Nusarrivera (Swisscontact Indonesia Foundation). Tantangan dalam advokasi raperda pajak rokok adalah bagaimana agar pasal 8 Raperda tersebut yang semula isinya sama dengan pasal 31 Undang-Undang No 31/2009 dapat diubah menjadi "penerimaan pajak rokok dialokasikan palilng sedikit 50% untuk mendanai promosi kesehatan dan pengendalian dampak merokok serta penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Pertemuan dan lobi oleh koalisis, kemendagri akhirnya menerima argument yang disampaikan pemerintah provinsi DKI. Hasilnya adalah penerimaan pajak rokok dialokasikan paling sedikit 70% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
Studi kasus ini adalah yang pertama kali terjadi di Indonesia dimana pemerintah daerah menolak hasil evaluasi raperda dari kemendagri. Implikasi dari keberhasilan ini adalah bahwa daerah-daerah lain di Indonesia akan menjadikan kasus di DKI ini sebagai pertimbangan dalam memanfaatkan pajak rokok untuk sebesar-besarnya upaya promosi kesehatan guna melindungi masyarakat dari bahaya merokok. Langkah tindak lanjut setelah ini adalah penyusunan dan pelaksanaan pedoman penggunaan pendapatan pajak rokok untuk promosi kesehatan seperti yang diamanatkan Perda No. 2/2014. Koalisis SIF akan terus mengadvokasi dan memantau pelaksanaan perda ini
Keempat, Dukungan Masyarakat terhadap Aksesi FCTC di Indonesia, oleh : Deni W Kurniawan. Penelitian ini di lakukan di 11 kota dan 8 provinsidi Indonesia, dengan responden sebanyak 1.444 orang yang dipilih secara acak dengan usia 18 tahun ke atas. Mayoritas responden mendukung pengaturan pengendalian tembakau seperti larangan merokok di seluruh tempat public dan tempat kerja (95%), peringatan kesehatan bergambar (8.7%), pelarangan iklan, promosi dan sponsorship rokok (82.8%), menaikkan pajak dan harga rokok (95.5%), melarang penjualan rokok per batang/ketengan (79%), melarang penggunaan rasa tertentu (80%) dan pengaturan kemasan rokok polos (74%). Responden mendukung aksesi FCTC (90%). Dukungan terhadap aksesi FCTC juga tinggi diantara responden perokok (83.4%), mantan perokok (93.7%) dan mantan perokok (95.4%). Mayoritas masyarakat Indonesia mendukung sangat kuat dari generasi muda (70.8% responden berusia 18-30 tahun) menunjukkan bahwa generasi muda mendukung kebijakan pengendalian tembakau
Kelima, Denormalisasi Industry Rokok Melalui Penggalangan Suara Korban Rokok dalam Advokasi Pengendalian Tembakau di Indonesia, oleh : Nanda Fauziana (Komisi nasional pengendalian tembakau). Penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana penggalangan suara korban rokok melalui Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI) dapat mempengaruhi denormalisasi industri rokok di Indonesia. Alat yang digunakan untuk advokasi denormalisasi industry rokok antara lain dengan pembuatan buku testimonial korban rokok, iklan layanan masyarakat dalam media penyiaran maupun medialuar ruang, konferensi pers, dan akun aliansi korban rokok dalam media social. Hingga saat ini AMKRI merupakan aliansi satu-satunya yang pernah dibentuk di Indonesia yang beranggotakan pasien atau survival dan keluarga korban yang pernah atau sedang mengalami sakit terkait rokok. Penggalangan dukungan dalam bentuk aliansi korban rokok merupakan salah satu cara yang efektif untuk advokasi denormalisasi industry rokok di Indonesia. Kegiatan advokasi ini perlu dilanjutkan dan diperbesar menjadi skala nasional untuk mendukung advokasi di daerah-daerah. Selain itu, pembentukan dukungan suara-suara kelompok lain terutama kelompok pemuda perlu dilakukan untuk menambah kekuatan masyarakat dalam melakukan denomalisasi industri rokok.