Pemicu Diskusi
Pada tanggal 26 Agustus 2015, dalam Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia ke-6 di Padang Hari ke-3, telah diselenggarakan Workshop Penggunaan Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan Untuk Mengantisipasi Kenaikan Anggaran Sektor Kesehatan Menjadi 5%. Dalam workshop tersebut, selain membahas teori dasar, juga berbagai pengalaman aplikasi sistem kontrak yang telah dilakukan selama ini, serta bagaimana prospek dan tindak lanjutnya. Workshop ini terbagi ke dalam sesi pleno dan sesi perkelompok (ada 4 kelompok).
Workshop 26 Agustus 2015
Dalam workshop tersebut terungkap bahwa praktik kontrak tersebut sudah biasa dilakukan oleh donor agency terhadap LSM atau lembaga swasta lainnya. Hal ini berbeda di sector pemerintah yang masih membatasi kontrak untuk pengadaan barang dan pembangunan fisik. Dalam hal ini, dapat teridentifikasi berbagai kendala yang dikelompokkan ke dalam 4 aspek yaitu: (1) aspek pemahaman dan dukungan politis; (2) aspek regulasi; (3) aspek manajemen; dan (4) aspek provider. Silakan simak paparan Resume Hasil Workshop pada link berikut. asd
Resume Workshop 26 Agustus 2015
Proses Diskusi
Eko Sriyanto
Asalamualaikum.Wr.Wb Yth. Pak Dwi dan rekan2 Saya pribadi sangat sependapat dengan upaya penguatan pelayanan kesehatan melalui sistem kontrak ini, menurut pangamatan saya dan bersumber dari beberapa referensi menunjukan bahwa untuk kondisi negara kita saat ini contracting-out lebih tepat dilaksanakan di daerah terpencil (rural/remote area) atau daerah miskin, sedangkan penguatan contracting-in lebih tepat dilakukan didaerah perkotaan (urban). Memang contracting-out biayanya lebih besar,namun apabila didukung oleh pemerintah serta niat untuk menyelesaikan masalah kesehatan apa salahnya?..kan tujuan negara untuk mensejahterakan kehidupan rakyatnya yang tercermin dalam UUD 1945. Sedangkan penguatan contracting-in sangat tepat dilakukan dikota karena tercukupinya SDM dan sarana dan prasarana yang telah dimiliki oleh pemerintah, diikuti dengan penetapan spesifik klien yang ingin dilayani, kejelasan kontrak kerja, reward dan punisment dan proses rekrutmen yang adil dan profesional. Namun yang paling penting dari kedua jenis kontrak itu adalah monitoring / supervisi dan penegakan perjanjian kontrak serta payung hukum yang mendukung pelaksanaannya.
|
Susilaningsih
Setelah saya baca refferensi ttg contracting out terutama masalah maternal. memang sudah saatnya dilakukan sitem ini Tetapi untuk costing.memang lebih tinggi.karena ada komponen jasa.jadi selain SPM ,perencanaan yg tepat dan penyiapan provider harus disiapkan dinkes propinsi atau dinkes kabupaten. Terima kasih.
|
Budi Perdana
Menurut pengamatan saya, penerapan sistem kontrak di sektor kesehatan adalah masalah 'when' karena cepat atau lambat pasti akan menuju kesana. Tahun 2016, anggaran kesehatan meningkat drastis termasuk juga DAK Kesehatan yang rencananya meningkat 3 kali lipat dari 2015.
Apa yang perlu kita siapkan? Kita perlu bersama menyusun road map utk pelaksanaan sistem kontrak. Bisa dimulai dari SPM (Standar Pelayanan Minimum) sebagai indikator pelayanan minimum yang harus disediakan oleh Kab/Kota (saat ini SPM baru sedang dalam proses finalisasi di Kemendagri). Dari 16 indikator Kab/Kota kita mapping kegiatan apa yang bisa dikontrakkan, dan setelah itu kita mapping juga resource di Kab/Kota yang bisa dikontrak untuk melaksanakan kegiatan tsb. Perlu juga dilakukan sertifikasi pada pihak ketiga sebagai pelaksana kegiatan, sertifikasi dikeluarkan oleh Dinkes.
Bila kita sdh siap dengan road map, mungkin bisa dilakukan pembicaraan dengan Biro Perencanaan Kemkes untuk membuatnya sebagai pilot project dengan dana DAK. Selanjutnya, dari input yang didapat pada piloting, bisa dilakukan penyempurnaan dan diimplementasikan pada tingkat nasional.
Happy to discuss, salam Budi Perdana, Biro Perencanaan dan Anggaran Kemkess
|
Hilmi SR
Yth Pak Dwi dan rekan2, Terimakasih banyak undangannya untuk berpartisipasi di CoP ini.
Jika mengacu pada resume hasil workshop yang sudah dilakukan sebelumnya, sepertinya yang menjadi prioritas adalah menumbuhkan willingness pemerintah terlebih dahulu terhadap opsi kontrak. Perlu banyak diskusi, workshop, dan pertemuan-pertemuan untuk meng-goal-kan tujuan pertama ini. Selain meyakinkan pihak pemerintah, kita juga bisa bersama-sama mengidentifikasi kekhawatiran2 pemerintah yang menjadi hambatan bisa dilaksanakannya mekanisme ini.
Akan sangat baik jika dari PKMK bisa mencetuskan ide2 penelitian dan kajian yang diperlukan kepada anggota CoP, untuk memperkuat argumentasi perlunya sistem kontrak dalam setting pembangunan kesehatan saat ini. Anggota CoP bisa menindaklanjuti masing2 (atau secara terorganisir) dengan melakukan kajian menggunakan sumber daya masing2.
Terimakasih banyak. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.
Hilmi SR.
|