Alasan Kenapa Peredaran Rokok Mesti Dikendalikan
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau ingin aturan tentang tembakau diratifikasi dan peredaran tembakau dikendalikan. "Ini bentuk perlindungan terhadap hak-hak ekonomi sosial, dan budaya bagi generasi yang akan datang," ujar Daniel Awigra, Program Manager Advokasi HAM ASEAN, dalam konferensi pers yang diadakan pada Minggu 25 Oktober 2015 di sebuah kafe di bilangan Cikini, Jakarta Pusat.
Menurut Daniel, sudah seharusnya Indonesia memasang status darurat asap rokok. Ia memamparkan bahwa berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2012, konsumsi tembakau di Indonesia telah membunuh 235.000 orang perokok per tahun. Sementara asap rokok membunuh sedikitnya 25.000 jiwa. "Konsumsi rokok tidak hanya membahayakan kesehatan publik, tapi juga merampas hak hidup warga yang paling dasar," kata dia.
"Merokok adalah hak, itu legal. Namun, menghirup udara sehat adalah hak asasi, hak dasar yang tidak boleh dikurangi dalam kondisi apapun," ucapnya.
Celakanya, kata Daniel, sebagian konsumen tembakau tersebut adalah kelompok usia produktif, bahkan banyak di antaranya anak-anak yang merupakan generasi masa depan bangsa. "Di Indonesia rokok dengan mudah didapatkan, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Tidak ada syarat untuk membeli," tutur Daniel.
Maka dari itu, Daniel bersama teman-teman yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau ingin agar pemerintah melakukan pencegahan atas resiko kesehatan yang serius terkait rokok. "Miras saja ada aturannya, kenapa rokok tidak? Padahal sama-sama berbahaya," ujarnya.
Ihwal tuntutannya tersebut, Daniel berkata, bahwa semestinya iklan, promosi, dan dan sponsor rokok tidak diperbolehkan. Peraturan anti tembakau jugaa harus diterapkan di ruangan di dalam gedung. Daniel menekankan, "Bukan rokok yang dilarang, tapi peredarannya yang dikendalikan."
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau ini sendri terrdiri dari Institute for Social Development (IISD), Human Rights Working Group (HRWG), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah, dan Rumah Kajian & Advokasi Kerakyatan (Raya Indoensia).
sumber: http://nasional.tempo.co/