Working Groups (WGs) Terkait Pilloting Cakupan Terhadap Sektor Informal Menuju UHC
(ada empat working group dengan tema yang sama)
Perkenalan dan Tujuan dari working group: pertama, mencapai konsensus terkait cakupan dan tujuan pilloting. Kedua, mengembangkan detail rancangan, implementasi dan strategi dari kebijakan untuk subsidi yang belum tercakup dalam jaminan kesehatan nasional. Ketiga, lingkup isu kerja: rancangan penelitian operasional, implementasi (dimana, siapa). Manajemen Sistem Informasi, Manajemen dan Evaluasi, serta dokumentasi. Keempat, memberikan hasil bagi masukan kebijakan
Diharapkan working groups ini mencakup rancangan penelitian yang sifatnya operasional, berdasarkan bukti kebijakan. Evidence policy, kebijakan dalam bidang apa yang sesuai? Rujukannya: matriks hari pertama dan kedua, rekomendasi JKN-Setgab untuk melaksanakan SJSN. Regulasi tentang PBI. Working groups dipandu oleh Prof Charles dari Universitas Atmajaya, Umar Universitas Islam Nasional, dr. Julita Hendrartini dari UGM, dan dr. Erna dari Unair.
Moderator sesi ini ialah Dr. Atikah Adyas, MDM, AAAK (JLN Indonesia country core group)
Kelompok 1 menyampaikan Social Marketing, kelompok masyarakat akan dicapai dengan pendekatan RCT ke aspek ekonomi, mengambil sampling daerah. evaluasi CIA dan CBA nya. Lembaga keagamaan, sektor informal akan diketahui setiap 6 bulan, aspek kesinambungan, kepesertaan dan angka kesakitan. Serta komplain yang terjadi, kelompok informal perlu ditegaskan bagaimana pendaftarannya, desainnya, bagaimana pengumpulannya dan bagaimana penanganannya. Bagaimana menarik iuran? Maka langsung dapat kartu peserta jika daftar Jamsostek.
Penanganan keluhan dari provider pelayanannya terstruktur dan berjenjang. Bagaimana pelayanan diberikan, tiga faskes utama: Puskesmas, klinik pratama dan dokter praktek mandiri. RS Kabupaten kota, RS Provinsi dan RS Nasional. Penanganan keluhan ada institusi yang dilibatkan: DPRD, media massa dan sebagainya. Pendataan bisa melibatkan sektor informal, keagamaan, klub olah raga RT RW. Start 1 Januari 2014, Juni akan dievaluasi. Bagaimana komunikasi dengan daerah, integrasi sistem informasi, kerjasama dengan daerah pilloting-dengan MOU atau legal basis. MOU dengan perguruan tinggi lokal. Penanggung jawab Bappenas-Kemenkes terlibat di dalamnya.
Kelompok 2 memaparkan pengembangan harus terbatas dan bisa diimplementasikan BPJS untuk mewujudkan UHC. Bekerjasama dengan informal-pekerja bukan penerima upah. Otonomi daerah-pemerintah daerah harus menyelenggarakan jaminan sosial untuk masyarakat. Belum menentukan lokasi ada dua kelompok besar: 60% pertanian dan perikanan, 40% di sektor jasa dan non jasa. Wilayah khusus-bencana, terpencil, zona ekonomi. Apakah disitu tersedia fasilitas kesehatan? Primer dan sekunder apakah ada? Indikator: kepatuhan membayar iur.
Kelompok 3 dan 4 menyatakan research action desain yang akan digunakan. Lokasi yang ditetapkan tergantung komitmen pemimpin daerah-misalnya Jamkesda, ada kecukupan APBD jika menggunakan mekanisme subsidi, rasio sektor informal lebih besar, tersedianya bank pemerintah yang join dengan BPJS Kesehatan. Bagaimana implementasi dengan bank tersebut? BNI, BRI, Mandiri. Bisa bekerjasama dengan organisasi kaki lima untuk memudahkan pengumpulan iuran. Kepesertaan informal, pelayanan dengan provider yang dilakukan dengan BPJS Kesehatan. Monitoring meliputi pengaduan, keluhan dan klaim. Kepesertaan Pelayanan dan Keuangan-embrio di Askes. Dokumentasi: pencatatan dan pelaporan. Analisis hasil: Cost benefit analisis dan analisis deskriptif.
Akan ada refleksi dari pengambil kebijakan pada sesi berikutnya.
Bagaimana mengatasi keluhan? Randomisasi-mana yang dilakukan intervensi secara alami-dampak pada financial protection. BPJS di-pilotkan untuk melihat model mana yang terbaik. Agromelasi seiring dengan project dan bisa hilang. Misal, Haryono Suyono sebagai pionir program KB ini terkait hajat hidup orang banyak jika ada kekeliruan segera perbaiki. Pola pendaftaran, rekruitmen peserta, pelayanan. Lihat dulu kondisi dan lokasi BPJS Kesehatan 2014-2019. Pola pendaftaran dan penyebaran informasi bagaimana mengubah perilaku melalui social marketing. Pemahaman dan trust terhadap Askes sosial, bisa mengubah pola pembiayaan. Bagaimana menghimbau masyarakat melalui social marketing. Bisa melalui pendaftaran premi (agen) atau chanel terkait.
Apakah diperlukan analisis komparasi?
Belum ditetapkan di beberapa daerah, sehingga sektor informal dibanding penduduknya cukup besar. Dari daerah itu, ada beragam sektor informal yang ada disana bisa mewakili daerah lain. Kelompok 1, mengambil beberapa daerah untuk contoh misal daerah yang sektor informalnya banyak sebagai gambaran, kuadran 3 dan 4.
dr. Umar menambahkan bagaimana kegiatan ini sukses? Jadi, daerah yang diambil cukup mempunyai sektor informal namun memiliki sisi finansial yang menjanjikan. BPJS bisa collapse jika seluruh orang menggunakannya bersamaan.
Prof. Charles, partisipasi dan aksi yang utama, harus benar-benar berhasil. Jadi ini merupakan pengembangan bukan uji coba.
implementasi informal 2014 harus sukses, diperlukan satu fokus pengembangan terbatas hal-hal tertentu yang harus sukses. Pengkajian yang memperkuat sektor informal. JSN, kontrol dari stakeholder membina dan mengawasi wajib.
Kemenkes - Perbaikan dalam regulasi, empat hal dalam pilloting: kepesertaan, pelayanan, klaim pembayaran, monitoring dan evaluasi instrumen (penanganan keluhan).
Bappenas - melibatkan akademisi, asosiasi, informal. Pro kontra tidak terlepas dari pemahaman, bagaimana cara meraih BPJS Kesehatan.
Efek sebenarnya yang diujicobakan, bukan main-main namun serius. Belajar mengukur intervensi-instrumen-yang membantu saat scalling up. Masukan hal lebih detail lebih bermanfaat.
Kemenkeu - waktu pelaksanaan harus jelas, pasti ada ICW nya atau lembaga yang mengawasi bukan Depkes atau pemerintahan. Harus ada yang dari luar yang mengawasi.