Makalah Bebas Kelompok Kebijakan Rokok,
Kebijakan Obat, dan Kesehatan Kerja
Pertempuran Pesan di Ruang Publik dan Perlunya Pembatasan Informasi Produk Rokok pada Masyarakat
Alfarabi, S.Sos
Peningkatan jumlah perokok pada remaja terus meningkat dari tahun ke tahun, dimana 30% dari total perokok di Indonesia adalah remaja. Melalui analisis situasi, peningkatan jumlah perokok remaja disebabkan dari pesan- pesan iklan, promosi, dan sponsor rokok. Hal ini juga sudah dikonfirmasi dari laporan yang dibuat oleh perusahaan rokok. Walaupun pesan kesehatan tentang bahaya merokok sudah ada, tapi mengapa malah terjadi peningkatan jumlah perokok remaja?
Persepsi remaja terhadap pesan yang diberikan perusahaan rokok dan kelompok kesehatan perlu diketahui dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kebiasaan remaja. Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif dan dilakukan dengan wawancara. Responden juga dipilih dimana hanya remaha berusia 18- 22 tahun yang merupakan perokok aktif dan mengetahui dampak kesehatan merokok yang diwawancara.
Hasil yang didapat adalah pesan dan promosi dari perusahaan rokok di dapat remaja secara simultan dan berkesinambungan, berbeda dengan pesan bahaya merokok yang kebanyakan hanya terpampang pada fasilitas kesehatan atau sekolah. Frekuensi iklan rokok juga jauh lebih banyak. Persepsi remaja terhadap rokok lebih menggambarkan kehidupan sehari- hari baik budaya maupun lingkungan sosial.
Perlu adanya kesadaran pemangku kebijakan untuk membatasi pesan- pesan perusahaan rokok di ruang publik, sementara kajian mendalam untuk membuat pesan kesehatan yang kreatif juga diperlukan.
Studi Efektifitas Penerapan Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan Tanpa Rokok dalam
Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera Barat th 2013
Nizwardi Azkha, SKM, MPPM, MPd, MSi
Penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) merupakan kewajiban setiap pemerintah daerah, seperti yang tertera pada UU Kesehatan no. 36 tahun 2009. Hal ini penting mengingat tren peningkatan perokok usia 15- 24 tahun. Permasalahan ada pada iklan rokok yang masih banyak dijumpai di tiga kota di Sumatera Barat, sehingga penerapan KTR di tempat umum menjadi sulit. Terbentuklah pertanyaan keefektifan penerapan kebijakan perda kota tentang KTR dalam perlindung perokok pasif dan penurunan perokok aktif.
Desain penelitian yang dilakukan adalah mix method yang menggabungkan kuantitatif dan kualitatif, dengan lokasi di tiga kota di Sumatera Barat pada bulan Mei hingga Juli 2013. Populasi yang diambil merupakan laki- laki diatas 18 tahun dengan sampel 100 orang. Data diambil dengan wawancara dan observasi.
Terdapat 51% responden yang setuju bahwa penerapan KTR efektif dalam menurunkan perokok aktif. Dana yang didapat dalam penerapan KTR dianggap kurang dalam hal pengawasan, promosi, dan sosialisai. Diharapkan adanya pemanfaatan dana dari cukai tembakau. Para pemangku kepentingan bukan hanya dari pekerja kesehatan, namun harus melibatkan berbagai elemen masyarakat. Promosi dan sosialisasi juga sangat diperlukan, mengingat masih ada 42% yang tidak mengetahui tentang KTR. Penerapan KTR juga masih sebatas pada institusi kesehatan, bahkan tidak ada penerapan KTR dalam lembaga pemerintahan.
Perlu komitmen yang kuat dari kepala daerah dan dukungan semua elemen masyarakat. Pengawasan juga harus sering dilakukan. Sosialisasi program juga masih dibutuhkan.
Tingkat Pengetahuan dan Kepatuhan Masyarakat DIY Terhadap Peraturan Gubernur No. 42 th 2009 Tentang Kawasan Dilarang Merokok
Didik Nugroho
Terdapat kebijakan di DIY yang mengatur tentang kawasan dilarang merokok (KDM) dalam bentuk peraturan gubernur. Peraturan ini lebih pada himbauan tanpa adanya sanksi sebagai efek jera. KDM disebar di berbagai tempat dengan ditandai stiker.
Perlu diketahui sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat DIY terhadap pergub tersebut dan sejauh mana tingkat kepatuhan mereka. Melalui mixed method kualitatif dan kuantitatif, penelitian dilakukan di kota Yogyakarta dan kabupaten Kulonprogo dengan mewawancarai 1032 responden.
Dari hasil pengumpulan data ditemukan bahwa sekitar 60,5% responden tahu tentang peraturan ini, tetapi hanya 14% yang tahu peraturan tersebut adalah peraturan gubernur. Masih ada instansi pemerintahan yang belum mengetahuin tentang peraturan ini. 90,3% responden menyatakan belum mematuhi peraturan ini. Lemahnya pengawasan merupakan opini responden mengapa level kepatuhan masih sangat rendah.
Sosialisasi peraturan harus dilakukan secara massif kepada masyarakat melalui berbagai media. Sanksi sebagai efek jera juga perlu diterapkan, tentunya dengan system pengawasan yang lebih baik.
Studi Kebijakan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Propinsi Kalimantan Timur
Krispinus Duma
Seiring dengan pemberlakuan SJSN tahun 2014, sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) perlu diterapkan secara menyeluruh baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal ini mengingat jaminan keselamatan kerja (JKK) merupakan komponen dari BPJS. Hal ini dilandasi oleh UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, dan dipertegas oleh PP RI no. 50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3.
Atas dasar itu, penting untuk mengetahui tentang kebijakan SMK3 di level provinsi daerah guna menyongsong SJSN tahun 2014 dan globalisasi pasar bebas tahun 2020. Penelitian dilakukan dengan cara kualitatif dengan data diambil dari legislatif, eksekutif, dan instansi pelaksana kebijakan SMK3 melalui wawancara, observasi, dan survey.
Pada struktur kementerian kesehatan secara umum, terdapat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak yang bertanggung jawab langsung ke menteri kesehatan. Di dalam direktorat tersebut terdapat Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga. Pada struktur dinas kesehatan Kalimantan Timur, hal ini berada dibawa Seksi Kesehatan Khusus. Pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, SMK3 terdapat dibawah Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Hasilnya, belum ada keputusan gubernur Kalimantan Timur yang meregulasi kebijakan SMK3. Perda tahun 2008 belum menyentuh tentang SMK3. Diperlukan komitmen serius dari seluruh pemangku kepentingan di Kalimantan Timur untuk mewujudkan SMK3 yang lebih konkrit dan nyata.
Oleh Wega Wisesa Setiabudi