Plenary 2
Universal Health Coverage
Tema "Kesiapan Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia dalam Pelaksanaan UHC 2014" disampaikan oleh Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM., Sp. F(K), Sp. KP
Kesiapan Indonesia menghadapi penerapan BPJS pada tahun 2014 perlu dianalisa. Beberapa hal yang penting yang menjadi penentu kesuksesan BPJS adalah progress persiapan pelaksanaan program, kesiapan fasilitas kesehatan dan sistem rujukan, jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan, perkembangan regulasi iuran, dan sistem pembayaran INA-CBG.
Pada tahun 2013, masyarakat masih memiliki jaminan kesehatan dari berbagai institusi. Tahun 2014 akan terjadi pengalihan peserta secara masif ke dalam satu jaminan yang dikelola BPJS, dimana ditargetkan akan ada 111,6 juta peserta dimana 86,4 diantaranya merupakan penerima biaya iuran (PBI). Proses pengalihan sistem jaminan kesehatan akan dilakukan secara berangsur dimana diharapkan pada 2019 seluruh rakyat Indonesia sudah menjadi peserta BPJS.
Dari sisi peraturan perundangan, proses pembuatan telah dilakukan sejak 2012 dan target pengesahan oleh presiden Indonesia dua bulan sebelum diberlakukannya BPJS. Sejak tahun 2014 menuju 2019, segala peraturan teknis dan pelaksana akan disempurnakan.
Fasilitas kesehatan terutama puskesmas sebagai gate keeper dalam program BPJS masih perlu dibenahi, dimana hanya 5.715 dari total 9.185 puskesmas yang dalam kondisi baik. Selain fasilitas kesehatan yang baik, utilisasi juga harus baik. Hal ini dilakukan dengan dibentuknya standar dan pedoman fasilitas layanan kesehatan yang akan selesai akhir tahun 2013. Penerapan pedoman ini juga diharapkan akan memperbaiki sistem rujukan guna mengurangi biaya yang dikeluarkan. Masih terdapat isu dimana jumlah tempat tidur di fasilitas kesehatan tidak terdistribusi dengan adil di berbagai provinsi.
Dalam hal pendistribusian tenaga kesehatan, hanya rata-rata dokter spesialis yang telah memenuhi targetnya yaitu sembilan dokter spesialis per 100 ribu penduduk. Pendistribusian tenaga kesehatan juga belum merata, dimana dokter masih terkonsentrasi di Jawa. Regulasi pemerintah melalui PTT dan penugasan khusus diharapkan bisa mengurangi ketidakseimbangan ini. Penerapan sistem pengumpulan dana melalui iuran juga perlu dibahas. Iuran dari tiga kelompok peserta yang berbeda yaitu penerima upah, bukan penerima upah, dan PBI memerlukan sistem yang berbeda dalam pengambilan iuran.
Sistem pembayaran claim melalui INA-CBG juga akan diterapkan pada tahun 2014 nanti, dimana biaya sudah ditentukan sebelum perawatan pasien dimulai melalui persamaan biaya kondisi penyakit yang sama. Program INA-CBG sudah dibangun sejak 2006 dan telah diterapkan di pusat pelayanan kesehatan Jamkesmas. Diharapkan penerapan ini akan mendorong efisiensi anggaran.
Tema "Pelayanan Promotif dan Preventif di Era Jaminan Kesehatan Nasional" disampaikan oleh Dr. Tono Rustianto, MM
Sebesar apapun biaya kesehatan yang dikumpulkan melalui iuran, tentu akan selalu habis jika tidak disertai usaha promotif dan preventif. Dengan ini, promotif dan preventif sangat penting untuk keberlangsungan program SJSN.
Landasan penerapan SJSN telah disebutkan dalam hak konstitusional setiap warga dan merupakan wujud tanggung jawab negara. Melalui asas tersebut dan terbentuknya Undang-Undang (UU) SJSN dan BPJS, PT. Askes yang merupakan BUMN dan berprinsip mencari profit diubah menjadi sebuah badan hukum non profit yang bertanggung jawab langsung pada presiden.
Fungsi inti dari BPJS adalahpengumpulan iuran, pengelompokkan risiko, dan pembayaran provider. Saat ini biaya yang dialokasikan mayoritas untuk aspek kuratif, dan realita ini harus diubah agar promotif dan preventif memiliki porsi lebih dalam hal pembiayaan.
Seperti yang telah tertera dalam UU no. 40 tahun 2004 pasal 22, jaminan kesehatan harus memiliki manfaat komprehensif yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Hal ini sudah dicoba untuk dikoreksi melalui peraturan presiden (Perpres) no. 12 tahun 2013 pasal 22 ayat 1(a) yang menjabarkan bahwa salah satu tugas puskesmas adalah melakukan pelayanan promotif dan preventif. Beberapa hal yang meliputi pelayanan ini adalah penyuluhan, imunisasi, keluarga berencana, dan skrining kesehatan. Penerapan konsep dokter keluarga, walaupun telah diterapkan sejak lama, masih belum diterapkan secara optimal.
Program yang dijalankan PT ASKES sekarang lebih pada tidak memperburuk penyakit kronis melalui program Prolanis. Belum ada intervensi yang signifikan untuk tetap menjaga yang sehat tetap sehat. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang telah diterapkan di Eropa sebagai bagian dari program preventif sepanjang masa. Diharapkan melalui program promotif dan preventif, biaya SJSN dapat ditekan dan keberlangsungan program dapat terjaga.
Tema "Seberapa Universal-kah Universal Health Coverage di Indonesia?" dipaparkan oleh Dedi Supratman, SKM, MKM
Sekitar 150 juta penduduk dunia mengalami masalah finansial setiap tahunnya, dimana 100 juta orang jatuh miskin karena pembiayaan kesehatan melalui sistem out of pocket. SJSN diperlukan dengan penerapan yang menyeluruh dan tidak terfregmentasi dengan alasan adanya perbedaan dalam ketersediaan fasilitas, kemampuan ekonomi, dan letak geografis. Melalui pengawasan yang baik, diharapkan status kesehatan akan membaik dan proteksi finansial, dimana seluruhnya harus dengan pendistribusian yang merata.
Terdapat beberapa aspek untuk menilai apakah SJSN sudah universal diterapkan di Indonesia. Dari aspek kepersertaan, masih ada sekitar 116,4 juta rakyat yang belum mendapat jaminan kesehatan. Untuk mencapai seluruh penduduk mendapatkan jaminan kesehatan diperlukan kerja keras.
Dari aspek manfaat, kebutuhan medis dasar belum terpenuhi secara merata. Ada yang kurang, cukup, atau berlebih. Program promotif dan preventif juga harus diterapkan guna menekan biaya pelayanan kesehatan. Program tersebut harus dimasukkan secara spesifik ke dalam definisi operasional. Beberapa dampak dari terfokusnya anggarang untuk kuratif adalah terjadinya kelebihan pasien dalam suatu layanan kesehatan dan menggelembungnya biaya jaminan.
Aspek fasilitas kesehatan yang terjadi saat ini sangat bervariasi. Keberadaan fasilitas kesehatan masih belum merata dan terfokus di daerah maju, padahal memperoleh layanan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Kompensasi wajib diberikan oleh BPJS apabila tidak tersedianya layanan kesehatan di daerah tempat tinggal warga.
Saat ini masih terdapat banyak jenis asuransi kesehatan baik dari swasta maupun pemerintah. Hal ini akan diubah dimana sebagian besar program jaminan kesehatan pemerintah akan digabung menjadi SJSN. Setiap daerah sekarang juga masih memiliki sistem pembayaran iuran yang berbeda- beda. Hal ini juga menyangkut aspek selanjutnya yaitu kelembagaan. Diharapkan kedepannya koordinasi akan menjadi lebih baik melalui bersatunya seluruh pemberi jaminan dibawah naungan BPJS. Untuk menjawab apak SJSN sudah universal menjadi pendapat dan opini masing-masing individu bagaiman melihat aspek-aspek yang telah dijelaskan.