Laporan Hari I Laporan Hari II Laporan Hari III Laporan Hari IV Laporan Hari V
Strategies for Private Sector Policies and Engagement in Health
Makati City, Manila, 14 – 19 May 2012
Ini adalah sebuah course yang disusun bersama oleh Asia Network for Health System Strengthening (ANHSS) bekerjasama dengan World Bank Institute. ANHSS menyelenggarakan empat acara tahunan, yang meliputi topik-topik Hospital Reform, Public-Private Partnership, Flagship program on Health Sector Reform dan Equity in Health. Course ini adalah bagian dari kegiatan Public-Private Partnership cluster dan telah diselenggarakan untuk tahun ke-tiga. Pada tahun pertama (2010), course ini diselenggarakan di Bali dan secara umum memperkenalkan kerangka pikir PPPs. Pada tahun kedua (2011), course ini diselenggarakan di Bangkok dan memiliki dua jalur; satu jalur khusus berfokus pada PPPs dalam level pelayanan primer, dan jalur yang lain berfokus pada PPPs pada level RS. Untuk course kali ini, lebih terfokus kembali pada PPPs pada level pelayanan primer, dengan dua jalur konsentrasi yaitu dalam konteks Lower-Middle Income Countries dan konteks Upper-Middle Income Countries.
Peserta course kali ini berasal dari Mauritus, Afghanistan, Filipina, Mongolia, Bangladesh, dan representasi dari developing partners (World Bank, ADB, JICA, dan GIZ).
Opening remarks – Health Secretary
Pembukaan oleh Health Secretary, Dr. Enrique Ona, menyampaikan beberapa peran penting sector swasta dalam pencapaian tujuan kesehatan di Filipina. Peran swasta dalam pembangunan infrastruktur untuk kesehatan telah mulai dilakukan sejak peraturan pemerintah ttg hal ini dikeluarkan tahun 90an. Selain itu di Departemen Kesehatan telah dibentuk unit khusus yang menangani PPPs untuk kesehatan, khususnya terkait dengan infrastruktur dan procurement. Hal ini sejalan dengan strategi nasional dalam memperluas cakupan kesehatan dan perbaikan kualitas rumah sakit dan pelayanan kesehatan rural. Program strategis yang dilakukan antara lain pembangunan Pusat Ortopedi dan Research Institute for Tropical Medicine serta upgrade sekitar 25 regional medical center. Selain itu, dalam rangka mencapai tujuan financial protection, PhilHealth sejak didirikan telah melibatkan sector swasta sebagai penyedia pelayanan mengingat sector swasta adalah sector yang dominan dalam pelayanan kesehatan. Selain itu, dari sekitar 30-an sekolah pendidikan kedokteran, hanya 4 yang milik Pemerintah, menunjukkan betapa besar peran sector swasta di Filipina.
Sebagai penutup, Health Secretary menekankan bahwa yang perlu diingat adalah bagaimana kita mendefinisikan "partnership", apa peran dan tanggungjawab yang dapat dijalankan oleh keduabelah pihak, khususnya untuk memenuhi tujuan kesehatan dengan prioritas bagi masyarakat miskin. Pihak pemerintah harus memahami dan menghargai motivasi sector swasta untuk berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, dan begitu pula sebaliknya. Untuk melakukan PPPs secara berhasil dibutuhkan ketrampilan khusus, dan untuk itulah pemahaman mengenai konsep dan aplikasi yang dapat dipelajari dalam course ini dapat menjadi sangat berguna.
Private Primary Care in the Region (Tim Evans)
Ada terlalu banyak 'bias' dalam istilah PPPs sehingga kita perlu memperjelas apa yang tercakup di dalam hubungan dan interface antara sector 'publik' dan sector swasta dalam kesehatan, agar pemahaman kita lebih komprehensif dan lebih tepat.
Selain itu kita harus memahami konteks dimana sistem kesehatan nasional kita bergerak. Secara umum, ada tiga trend utama di regional Asia: Survival menjadi lebih baik (dalam hal angka kematian) tetapi morbiditas tidak; bertambahnya ageing population dan transisi di sector kesehatan yang bergerak ke arah Non Communicable Diseases, obesitas dan permasalahan kesehatan yang terkait dengan itu, dan urban health deprivation. Secara umum, ekspektasi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan meningkat, dan tugas menuju pencapaian MDGs belum selesai. Inequality masih menjadi masalah, dan sistem kesehatan semakin menjadi kompleks. Oleh karena itu, semakin tajam kita dapat melihat interface antara sector public dan sector swasta, semakin baik kita dapat mendisain partnership yang efektif.
Interface pertama adalah dalam hal service provision. Hal pertama yang perlu disadari adalah betapa besar peran swasta dalam penyediaan pelayanan kesehatan dan apa preferensi dari masyarakat sebagai pengguna. Sebagai contoh, sebuah studi dilakukan yang melihat dimana ibu-ibu melahirkan (studi dilakukan di beberapa Negara di Asia). Di quintile yang miskin justru lebih banyak melahirkan di private facility - mulai dari "rumah" baik rumah sendiri mau pun rumah penyedia pelayanan (formal mau pun informal), berbagai klinik, dan rumah sakit swasta; sementara di quintile yang lebih kaya lebih banyak melahirkan di public facility. Hal ini juga memberikan indikasi kepada kita bahwa bukan hanya masyakarat lebih banyak mengakses pelayanan di sector swasta, tetapi juga menggambarkan betapa banyaknya 'aktor' penyedia layanan di level primary care swasta (baik formal mau pun informal, baik for-profit mau pun not-for-profit). Jadi, yang dimaksud dengan 'sektor swasta' adalah semua non state sector terdiri dari multiple actors yang sangat beragam, dan yang dimaksud dengan 'primary care' adalah first-line care, tidak soal siapa penyedianya.
Interface berikutnya adalah tantangan yang terlibat dalam tumbuhnya sector swasta. Salah satu hal kunci yang perlu dilakukan untuk menyusun strategi Primary Care suatu negara adalah memiliki pemahaman yang lengkap dan tepat mengenai pergerakan pasien dan pergerakan keuangan di level primary care (sector public dan sector swasta) mau pun antara level primary care dan level rujukannya. Namun, tanpa sistem informasi yang terintegrasi, hal ini mustahil dilakukan. Masing-masing unit penyedia layanan biasanya membuat sendiri sistem informasinya sendiri, tetapi tidak ada cara untuk me-linked-kannya sehingga menghasilkan informasi yang berguna. Selain itu, hal ini menimbulkan duplikasi dalam banyak hal. Harus ada strategi untuk mengatasi tantangan ini.
Interface ketiga yang perlu dicermati adalah dalam hal tenaga kesehatan. Trend yang muncul di Asia adalah berkembang pesatnya institusi pendidikan kesehatan swata (untuk pendidikan kedokteran, keperawatan, kebidanan, dsb). Supply yang semakin bertambah tentu saja mendorong pula kompetisi antara sector public dan sector swasta dalam hal merekrut dan mempertahankan tenaga kesehatan. Ini juga mendorong pergerakan tenaga kesehatan ke Negara-negara lain yang dianggap lebih 'menjanjikan'.
Interface lain yang terkait dengan continuity of care. Berbagai studi akan menunjukkan kepada kita betapa pasien bergerak/berpindah antara sector public dan sector swasta sepanjang continuity of care: baik across services, across level (rujukan) mau pun across life-cycle. Begitu pula ada interface yang terkait dengan medical products (termasuk produksi dan distribusi obat, perbekalan, peralatan, dan sebagainya). Akan ada tiga interface lain yang akan dibahas secara lebih mendalam dalam sesi-sesi berikutnya yaitu financing, stewardship dan regulasi.
Private Sector PHC and Course Framework (Dominic Montagu)
Hal pertama yang perlu ditekankan adalah apa yang kita maksud dengan "PPPs" dan apa yang bukan "PPPs".
Hal kedua yang penting pula diingat adalah bahwa kita tidak boleh terjebak dalam kepercayaan bahwa ketika tombol "PPPs" kita tekan, semua permasalahan dalam sistem kesehatan kita akan otomatis menjadi lebih baik.
Berikut ini adalah framework yang digunakan dalam course ini:
Framework ini adalah kerangka pikir dari sisi pemerintah untuk melibatkan sector swasta. Komponen pertama adalah tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah melalui sistem kesehatan: equity dalam hal distribusi pelayanan, efisiensi dalam pelayanan dan memastikan kualitas pelayanan. Berdasarkan tujuan-tujuan ini, perlu difokuskan pada aspek khusus dalam tujuan yang ingin dicapai, dan permasalahan apa yang ada dalam aspek tersebut, dan apa prioritasnya.
Setelah ada identifikasi masalah, maka perlu melakukan assessment: apa potret sebenarnya dari sistem kesehatan kita: siapa yang men-deliver services, dan bagaimana sistem kesehatan itu dibiayai. Kemudian, perlu diidentifikasi intermediaries apa saja yang terlibat dan bagaimana hubungan mereka dengan pemerintah. Akhirnya perlu pula dipahami apa kapasitas pemerintah dalam hal berinteraksi dengan sector swasta.
Setelah ada pemahaman diatas, maka baru dipilih strategi apa yang akan dipakai: menumbuhkan sector swasta, atau mendayagunakan sector swasta yang sudah tumbuh pesat, atau meng-konversi sector pemerintah (rangenya mulai dari otonomisasi, korporatisasi sampai privatisasi) atau membatasi peran sector swasta.
Untuk menjalankan strategi yang dipilih, tersedia beberapa tools yang dapat digunakan pemerintah: mekanisme contracting, regulasi, demand-side financing, dsb.
Financing of Private Primary Care (Tim Evans)
Mengapa financing penting dalam primary care? Terdapat dua alasan penting, yaitu karena ini berkaitan dengan fairness dan equity: seberapa banyak payment akan ditanggung langsung oleh masyarakat? Dan, apakah layanan yang dibiayai pemerintah adalah layanan yang paling penting sesuai dengan kebutuhan kesehatan setempat? Selain itu, terdapat pula dampak logis dari alokasi pembiayaan yang balanced atau tidak karena resources yang terbatas harus dibagi di berbagai level sehingga alokasi (khususnya, yang tidak efisien) di satu level otomatis mengurangi alokasi di level lain. (Pertanyaannya: Apakah financing terlalu banyak di primary care level? Terlalu banyak di secondary atau tertiary care level?)
Berikutnya dibahas konsep dan perbedaan antara berbagai sumber pembiayaan:
- Government expenditure
- Pooling and pre-payment
- Employer
- OOP
- Philanthropy
Selanjutnya juga dibahas konsep dan perbedaan antara bagaimana pembayaran dilakukan:
- Langsung oleh konsumen
- Melalui provider
- Mekanisme reimbursement e.g DRG, capitation, fee-for-service
Namun ada hal yang cukup sering terjadi (dalam kenyataan) di level primary care, yaitu "informal payment" walau pun mungkin sebenarnya primary care tersedia free at point of service, dan juga subsidi "tidak resmi" (misalnya: dual-practice, dimana tenaga kesehatan public ternyata melayani di sector swasta pada jam kerja resmi pemerintah)
Key message-nya adalah bahwa masing-masing mekanisme pembiayaan dan pembayaran akan member peluang dan tantangan yang spesifik di masing-masing Negara, dan tidak ada magic bullet yang bisa di-resep-kan untuk menjawab: manakah mekanisme pembiayaan dan pembayaran yang paling baik. Biasanya yang terjadi adalah mixed dari berbagai mekanisme, namun tujuan utamanya adalah harus tersedianya pelayanan pada level primary care yang affordable.
Stewardship (Tim Evans)
Isi dari presentasi kebanyakan adalah konsep governance and stewardship yang bersumber dari referensi WHO. Dijelaskan pula beberapa instrument governance:
- Formal/"hard" misalnya aturan, hukum, dsb. Sifatnya mengikat secara hukum dan biasanya memiliki konsekuensi hukum
- Informal/"Soft" misalnya norma, kebiasaan, consensus, kesepakatan, dan code of practices; biasanya 'ketundukan'nya secara sukarela dan bergantung pada self-regulation.
Terkait dengan primary health care, kita tidak bisa secara ekstrim memutuskan untuk melakukan segala sesuatunya secara centrally-planned, namun tidak dapat pula membiarkannya begitu saja (laissez-faire).
Nishtar (2010) menulis tentang mixed health system yang biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Diversity dalam penyedia layanan kesehatan
- Sektor swasta yang dominan tetapi poorly organized
- Layanan sector public yang compromised
- Ketidakjelasan/pemisahan yang tidak jelas antara sector public dan sector swasta
Nishtar juga menyatakan bahwa implikasi dari mixed health system yang tidak memiliki fungsi stewardship yang baik akan berimplikasi pada:
- Biaya kesehatan yang tinggi bagi pengguna
- Kualitas yang bervariasi
- Irregular ethical conduct
- Penyebaran pelayanan kesehatan yang tidak tersedia secara equal
Dengan kata lain, apabila sistem kesehatan kita mengalami hal-hal di atas, ini merupakan indikasi tidak berjalannya fungsi stewardship.