BPJS Kesehatan Belum Perhatikan Anak Jalanan
Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tinggal 268 hari lagi akan dilaksanakan, dinilai belum memperhatikan hak anak telantar dan jalanan. Dengan sistem pendataan orang miskin dan tidak mampu yang semerawut saat ini diperkirakan anak-anak tanpa pendampingan ini akan terabaikan.
Anggota Presidium Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) Timboel Siregar mengatakan, dengan pendataan orang miskin dan tidak mampu yang berorientasi pada keluarga, maka anak-anak tanpa orang tua atau pendampingan, seperti anak telantar, jalanan, yang tinggal di kolong jembatan, sebagian besar dipastikan belum masuk sebagai PBI.
PBI adalah orang miskin dan tidak mampu yang iuran dalam BPJS Kesehatan, dibayarkan oleh negara. Dikhawatirkan anak tanpa pendampingan ini akan mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan gratis.
Data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang divalidasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan jumlah orang miskin dan tidak mampu sebanyak 97,6 juta jiwa. Tetapi, pemerintah sudah memutuskan hanya mengkaver 86,4 juta jiwa sebagai PBI dalam BPJS Kesehatan.
"Anak telantar adalah bagian dari kemiskinan, tetapi bagaimana mereka akan mendaftarkan diri sendiri. Sementara data orang miskin sekarang pun semrawut, dan pemerintah seenaknya pangkas jumlah yang mestinya ditanggung," kata Timbul pada acara diskusi Forum Komunikasi SJSN, yang digelar Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), serta Lembaga Analisis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape), di Jakarta, Selasa (9/4).
Menurut Timboel, pada saat dilaksanakannya BPJS Kesehatan per 1 Januari 2014 nanti banyak orang miskin tercecer dan tidak mendapatkan pelayanan. Oleh karena itu, serikat buruh yang tergabung dalam Majelis Perserikatan Buruh Indonesia (MPBI), KAJS, dan BPJS Wacth mendesak pemerintah agar memperluas cakupan kepersetaan. Dari rencana pemerintah untuk mengkaver sekitar 121 juta jiwa pada awal operasional, harus ditingkatkan menjadi 150 juta.
"Cakupan kepesertaan harus diperluas, sehingga ketika anak terlantar membutuhkan juga mendapat pelayanan. Sejauh ini tidak ada rencana pemerintah untuk membuat sebuah mekanisme pelaporan bagi anak-anak
telantar ini, untuk melapor jika memang tidak terdaftar. Kalau pun anak telantar dioorganisir oleh satu kelompok, kita harus menjamin bahwa rumah sakit siap menerima mereka ketika membutuhkan pelayanan," katanya.
Dalam berbagai kesempatan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi maupun jajarannya beralasan tidak semua orang miskin masuk sebagai peserta Jamkesmas, yang nantinya sebagai PBI, karena keterbatasan anggaran.
Kementerian Keuangan beralasan APBN hanya menyanggupi sekitar Rp 16 triliun lebih untuk membayarkan iuran bagi 86,4juta jiwa atau Rp 15.500 per orang per bulan.
Padahal dengan total APBN yang diperkirakan mencapai Rp 1.900 triliun pada 2014, maka alokasi anggaran untuk PBI ini dinilai masih sangat kecil yakni hanya sekitar 0,84 persen dari APBN. Dan kalau pun dinaikan menjadi Rp 25 triliun untuk 97,6 dengan iuran Rp 20.200 per orang per bulan, hanya menyedot 1,31 persen dari APBN.
(sumber: www.beritasatu.com)