Pendanaan Kesehatan Indonesia Paling Rendah di Asean
Dalam 20 tahun terakhir ini, pendanaan kesehatan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Asean. Dampaknya, kualitas layanan kesehatan di Indonesia belum optimal. Makanya banyak masyarakat kelas menengah ke atas yang berobat keluar negeri.
Hal itu dikemukakan Ketua Ina-HEA (Indonesian Health Economic Association), Hasbullah Thabrany dalam pidato pembuka dalam kongres Ina-HEA ke-2 yang digelar di Jakarta, Rabu (8/4).
Kongres dibuka oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek.
Hasbullah mencontohkan China yang pada 1997 lalu pendapatan per kapitanya jauh dari Indonesia sudah membelanjakan sebesar 72 dolar Thailand 199 dolar dan Malaysia 240 dolar per kapita per tahun. Sementara Indonesia hanya 50 dolar per kapita per tahun.
"Pada 2012 lalu, belanja kesehatan China sudah melonjak hingga 480 dolar, melewati Thailand yang sebesar 385 dolar. Sedangkan Malaysia sudah lebih tinggi lagi menjadi 676 per kapita per tahun," ujarnya.
Sementara Indonesia, lanjut Hasbullah, pada 2012 hanya mengeluarkan 150 dolar per kapita per tahun untuk anggaran belanja kesehatannya. Karena itu, tak heran jika kualitas layanan kesehatan di Indonesia belum memadai hingga saat ini.
"Ini seharusnya jadi tantangan tak hanya bagi pemerintah, tetapi juga kalangan akademisi untuk mencari solusinya," tutur Hasbullah.
Akibat rendahnya pendanaan kesehatan di Indonesia, menurut Hasbullah, menjadi pendorong atas tingginya angka kematian ibu hamil saat melahirkan. Jumlahnya mencapai angka 8 ribu per tahun.
"Itu jumlah angka yang besar. Bayangkan 5 kali lebih banyak dari penumpang Air Asia yang terjatuh belum lama ini. Tetapi, fakta itu tidak terekspos media," kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu.
Menkes Nila FA Moeloek menyatakan, kualitas layanan kesehatan yang baik memiliki keterkaitan dengan pembangunan ekonomi. Karena itu, untuk meningkatkan pendanaan kesehatan harus memperbaiki sektor ekonomi.
"Pendapatan negara harus naik dulu supaya layanan kesehatan kita optimal," katanya.
Padahal, lanjut Nila Moeloek, saat ini pasien penyakit tidak menular jumlahnya semakin banyak. Pembiayaannya pun membutuhkan dana yang sangat besar, dibandingkan penyakit infeksi.
"Salah satu penyakit yang menyedot dana BPJS Kesehatan saat ini adalah kanker. Bagaimana caranya agar pasien kanker bisa ditemukan dalam stadium awal, selain peluang hidupnya lebih tinggi biayanya pun tidak terlalu mahal," ucapnya.
Menkes juga menyebut pentingnya peran upaya promotif dan preventif di bidang kesehatan. Ia tak memungkiri bahwa promotif dan preventif agak sedikit terabaikan sejak era program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Belajar dari pengalaman itu, kedepannya kita giatkan kegiatan promotif dan preventif melalui paradigma sehat," ujarnya.
Menkes mengambil contoh perilaku seks berisiko, pengguna narkoba dan perokok. Ketiga perilaku tersebut sangat merugikan bagi kesehatan, meski orang sudah mengerti hal itu.
"Perilaku yang tidak sehat inilah yang ingin kita minimalisasi. Bagaimana membangun keaadaran baru bahwa kebiasaan itu tidak sehat, dan dampaknya baru terasa setelah tua. Dan itu menghabiskan uang negara," kata Nila menandaskan. (TW)
{jcomments on}