Seri Webinar tentang Asuransi Kesehatan Swasta
Seri Webinar tentang Asuransi Kesehatan Swasta
Pertemuan 1. Asuransi Kesehatan Swasta Sebagai Katup Pengaman BPJS: Apakah mungkin terjadi?
Kamis 27 Maret 2025 | Pukul 13.00 - 14.00 Wib
Asuransi Kesehatan Swasta (Private Health Insurance) merupakan komponen penting dalam pembiayaan kesehatan karena mengelola risiko dan sumber daya dari masyarakat. Asuransi kesehatan (Askes) swasta memberikan perlindungan kepada setiap anggota terhadap potensi biaya medis yang sangat besar dan bersifat sukarela. Dalam situasi BPJS yang berada dalam tekanan pendanaan, Askes swasta merupakan sebuah katup pengaman agar tekanan tidak meledak. Di dalam situasi pendanaan pemerintah yang sulit, Askes swasta menjadi opsi untuk memperluas pelayanan kesehatan. Jika tidak ada Askes swasta akan membuat masyarakat rentan untuk membayar sendiri.
Dengan demikian, peran PHI dapat bersifat suplementer, komplementer dan substitutif untuk Askes sosial atau jaminan kesehatan seperti BPJS. Peranan Askes swasta ditekankan pada UU Kesehatan Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024 yang akan mendorong perubahan dalam pendanaan kesehatan. Tantangannya saat ini tidak banyak dipahami mengenai peran asuransi kesehatan swasta. Untuk itu, PKMK menyelenggarakan forum webinar yang akan membahas topik asuransi kesehatan swasta pada 2025. Kegiatan ini akan dipadukan dengan Knowledge Event di Hongkong pada 6, 7, dan 8 Mei 2025. Silakan klik di sini untuk melihat informasi kegiatan https://kebijakankesehatanindonesia.net/anhss-hongkong2025
Tujuan Webinar:
- Memahami situasi yang dihadapi BPJS dan analisis pendanaan kesehatan Indonesia.
- Memahami teknologi kedokteran yang tidak ditanggung BPJS.
- Membahas peran askes swasta dalam konteks penyelenggaraan askes sosial oleh BPJS.
- Merencanakan kegiatan pemahaman mengenai askes swasta dalam forum-forum ilmiah pada 2025.
Sasaran Peserta
Sasaran peserta dalam webinar ini meliputi:
- Jajaran pemerintah yang menangani jaminan kesehatan
- Asosiasi-asosiasi RS
- BPJS Kesehatan
- Pengelola Askes Swasta
- Direktur RS
- Kepala Dinas Kesehatan
- Industrialis Alat Kesehatan dan Farmasi
Pembicara:
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. (Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat FK KMK UGM)
Pembahas:
- Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia
- Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan
- Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia.
Waktu dan Tempat
Hari/Tgl : Kamis, 26 Maret 2025
Waktu : 13.00 – 14.00 WIB
Waktu (WIB) | Agenda | |
13.00 – 13.05 | Pembukaan | |
13.05 – 13. 20 |
Pengantar dan Pemaparan MateriProf. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD |
|
13.20 - 13.50 | Pembahasan
drg. Iing Ichsan Hanafi, MARS, MH - Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSI) dr. Dian Budiani, MBA- Dewan Pengurus/Kepala Departemen Klaim dan Manfaat Asuransi, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Perkumpulan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia, PAMJAKI |
|
13.50 – 14.10 | Diskusi dan Tanya Jawab | |
14.10 – 14.15 | Penutup |
Reportase Kegiatan
PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan Seri Webinar tentang Asuransi Kesehatan Swasta: Pertemuan 1: Asuransi Kesehatan Swasta sebagai katup pengaman BPJS: Apakah mungkin terjadi? yang dilaksanakan pada Kamis, 27 Maret 2025, pukul 13.00 - 14.30 WIB.
Webinar ini dimoderatori oleh Vini Aristianti, SKM, MPH, AAK, peneliti di Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK), FK-KMK UGM. Beliau membuka diskusi dengan menyoroti peran krusial BPJS Kesehatan sebagai tulang punggung sistem jaminan kesehatan nasional yang saat ini menghadapi tantangan pendanaan. Dalam konteks ini, asuransi kesehatan swasta dipertimbangkan sebagai opsi strategis untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Diskusi ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi kolaborasi antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta dalam menghadapi tantangan tersebut.
Webinar ini dibuka dengan pemaparan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, Guru Besar FK-KMK UGM, yang membahas peran asuransi kesehatan swasta dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia serta potensi integrasinya di masa depan. Sejak implementasi JKN pada 2014, cakupan layanan publik telah berkembang pesat. Namun, peran sektor swasta belum sepenuhnya terakomodasi secara sistemik, baik dalam hal pembiayaan, pertukaran data, maupun koordinasi layanan. Asuransi swasta saat ini berfungsi sebagai pelengkap layanan JKN, tetapi belum terintegrasi secara optimal. Integrasi yang efektif antara asuransi swasta dan JKN diharapkan dapat memperluas cakupan layanan, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat prinsip keadilan dalam pembiayaan kesehatan.
Diperlukan kebijakan strategis yang mendorong kolaborasi, termasuk regulasi pembiayaan ganda, kerangka kerja digital, dan sistem insentif yang adil, guna menciptakan sistem jaminan kesehatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dalam sesi tanggapan, drg. Iing Ichsan Hanafi, MARS, MH (Ketua Umum ARSSI) menekankan perlunya integrasi antara asuransi kesehatan swasta dan JKN untuk meningkatkan efisiensi sistem melalui kendali biaya dan mutu layanan. Ia mencatat bahwa meskipun mayoritas pasien menggunakan BPJS, pengeluaran langsung (out of pocket) untuk pelayanan rawat jalan masih tinggi. Hal ini menunjukkan tantangan dalam regulasi dan koordinasi antar penjamin.
Ia juga menyoroti kondisi asuransi swasta yang kurang sehat akibat kendala kerja sama dengan rumah sakit. Ditekankan pentingnya clinical pathway dan variasi tarif yang rasional agar memudahkan perhitungan premi. Pemanfaatan teknologi serta pengembangan layanan non-BPJS oleh rumah sakit perlu diimbangi dengan pengendalian biaya agar tetap terjangkau. Ia menggarisbawahi perlunya kolaborasi lintas sektor dan dukungan regulator, seperti OJK, untuk menjaga keberlanjutan iklim asuransi kesehatan di Indonesia.
Kemudian, sesi penanggapan dilanjutkan oleh Dr. Dian Budiani selaku Dewan Pengurus/Kepala Departemen Klaim dan Manfaat Asuransi, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), membahas dinamika asuransi kesehatan swasta dalam kaitannya dengan sistem JKN, serta potensi implementasi Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ). Ia menyoroti tren peningkatan signifikan klaim kesehatan sejak 2021 pasca-pandemi, sementara pertumbuhan premi berjalan lebih lambat. Ketimpangan ini menyebabkan defisit yang terus melebar, menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan asuransi swasta. Ia juga menyoroti perbedaan besar antara tarif milik BPJS dan biaya riil layanan rumah sakit yang ditanggung asuransi swasta, khususnya untuk kasus kompleks. Kondisi ini memperparah beban klaim dan menunjukkan perlunya harmonisasi tarif dan mekanisme pembayaran.Ia merekomendasikan penguatan regulasi, integrasi sistem digital, dan edukasi publik guna mendukung efisiensi biaya dan keberlanjutan jaminan kesehatan.
Dr. Ari Dwi Aryani, M.KM, AAK, dari Komisi Penguji dan Panel Ahli PAMJAKI, Beliau menyoroti perlunya kajian mendalam untuk memahami penyebab defisit yang dialami BPJS, termasuk kemungkinan perubahan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan layanan kesehatan. Selain itu, kebijakan penggantian peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang tidak aktif dengan peserta baru yang membutuhkan juga berkontribusi pada ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dan beban manfaat.
Mengenai koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan swasta, Dr. Ari menekankan pentingnya penetapan standar tarif yang tidak hanya berlaku untuk BPJS Kesehatan, tetapi juga untuk masyarakat umum, mengingat saat ini setiap fasilitas kesehatan menetapkan tarifnya sendiri. Standarisasi ini diharapkan dapat memberikan kepastian bagi asuransi swasta dalam menentukan premi dan manfaat yang ditawarkan.
Selain itu, Dr. Ari menyoroti perlunya standarisasi layanan berdasarkan standar pelayanan medis, meskipun masing-masing rumah sakit dapat memiliki standar operasional prosedur yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Dalam konteks ini, pembayaran yang seragam dari BPJS Kesehatan dapat menyebabkan kenaikan biaya jika tidak diimbangi dengan standarisasi layanan yang jelas. Beliau juga menekankan bahwa jika asuransi swasta tidak menerapkan sistem rujukan seperti BPJS Kesehatan, maka koordinasi antara keduanya harus mempertimbangkan perbedaan tersebut untuk memastikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Sebagai kesimpulan, kolaborasi antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta diharapkan dapat mengisi kesenjangan manfaat yang tidak ditanggung JKN, dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan keberlanjutan sistem. Implementasi pedoman selisih biaya melalui koordinasi antar penyelenggara jaminan menjadi langkah strategis dalam upaya tersebut.
Ratri Mahanani, SE