Pengantar Pertemuan Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia Tahun 2017
Sesi pengantar pertemuan Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia Tahun 2017 menghadirkan dua orang pembicara, yaitu Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. (guru besar Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM), dan Prof. Purwo Santoso, MA., Ph.D. (guru besar Ilmu Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM). Moderator sesi ini, Christyana Sandra, S.KM.,M.Kes. (Universitas Jember) membuka sesi ini dengan menayangkan video pengantar dari Menteri Kesehatan RI; Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM(K).
Menteri Kesehatan RI menyampaikan bahwa Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia merupakan forum yang strategis dalam mengawal monitoring dan evaluasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menuju era Universal Health Coverage (UHC). Sebagaimana disampaikan, salah satu tantangan pencapaian UHC 2019 adalah besarnya populasi Indonesia yang disertai dengan tingkat pendapatan dan kebijakan layanan kesehatan yang beragam. Hingga 1 Oktober 2017, jumlah peserta JKN masih mencapai 70,83%. Artinya, terdapat sekitar 30% penduduk yang belum menjadi peserta JKN.
Mengelola populasi yang besar dalam satu skema adalah hal yang tidak mudah. Selain itu, pemilihan metode pembayaran yang tepat untuk menhindari risiko finansial juga masih menjadi tantangan penerapan JKN. Tugas Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTP) dalam mendorong akses layanan kesehatan dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) untuk melaksanakan panduan praktik klinis serta clinical pathway dalam rangka mendorong budaya anti-fraud harus dimonitor secara sungguh-sungguh. Menteri Kesehatan RI berharap, pembahasan tentang JKN dalam forum ini diharapkan mampu menciptakan sinergi untuk mendukung pelaksanaan JKN agar bermutu sesuai dengan amanat undang-undang.
Sesi 1
Prof. Laksono Trisnantoro menyampaikan isu perlunya kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk dievaluasi. Sebagaimana disampaikan, pengesahan UU SJSN dan UU BPJS dilaksanakan melalui proses yang tidak mudah. Secara alamiah, tidak ada satu pun kebijakan yang diterapkan merupakan produk yang sempurna, pasti ada kekurangan sehingga memerlukan evaluasi. Atas dasar inilah perlunya kebijakan JKN untuk dimonitor dan dievaluasi secara berkesinambungan.
Pada kesempatan ini, Prof. LaksonoTrisnantoro menyampaikan bahwa beberapa sasaran UHC akan sulit tercapai di tahun 2019. Satu dari delapan sasaran UHC yang mungkin dapat dicapai hanyalah aspek kepuasan peserta, sedangkan sasaran yang lain dikatakan cukup sulit untuk tercapai apabila kondisi implementasi JKN masih seperti saat ini. Isu pemerataan, yaitu sasaran ketiga (paket manfaat medis dan non medis (kelas perawatan) sudah sama, tidak ada perbedaan, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat) dan keempat (jumlah dan sebaran fasilitas pelayanan kesehatan (termasuk tenaga dan alat-alat) sudah memadai untuk menjamin seluruh penduduk memenuhi kebutuhan medis mereka) masih menjadi rapor merah. Oleh sebab itu, evaluasi JKN dirasa perlu dilakukan sehingga menghasilkan beberapa rekomendasi seperti agenda persiapan menjelang 2019 dan perubahan kebijakan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Sesi 2
Prof. Purwo Santoso pada kesempatan yang sama menekankan perlunya menjadikan evaluasi sebagai kebutuhan. Sebagian besar praktisi kesehatan saat ini terjebak dalam suatu sistem yang ada karena terlalu fokus dalam tataran implementasi kebijakan. Pemahaman konteks kebijakan sering kali luput dan jarang sekali diperhatikan. Oleh sebab itu, evaluasi yang perlu dilakukan tidak terbatas pada aspek implementasi, melainkan juga pada aspek desain kebijakan yang meliputi infrastruktur dan instrument kebijakan. Aspek agenda setting dalam kebijakan JKN tidak terlepas dari kepentingan politis, sehingga perlu melibatkan multi sektor. Sementara itu, peran praktisi kesehatan yang diharapkan dalam kondisi ini adalah mendukung proses advokasi. Pentingnya evaluasi agenda setting kebijakan JKN merupakan hal yang sangat penting supaya pemerintah tidak terjebak pada kekeliruan yang dilakukan pada sistem yang telah dibuat, sehingga implementasi kebijakan JKN tidak menambah banyak “korban”. Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia ke-7 ini diharapkan mampu mendorong evaluasi kebijakan JKN dari sisi konteks kebijakan.
Reportase oleh: Dedik Sulistiawan
Reportase Lainnya: