Januari / Februari / Maret / April / Mei / Juni / Juli / Agustus / September / Oktober / November / Desember / Kesimpulan

Desember 2014

Pada PKMK menyelenggarakan seminar nasional terakhir di tahun 2014 dengan judul: Pembangunan Kesehatan di Daerah Tertinggal dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional: Bagaimana Mengurangi Kesenjangan Geografis yang Semakin Besar? Yogyakarta, 13 Desember 2014. Seminar Pembangunan Kesehatan di Daerah Tertinggal ini menghasilkan beberapa kesimpulan untuk kebijakan pemerintah ke depan, diantaranya:

  1. Dalam era JKN, sistem pembayaran kapitasi dan klaim INA-CBG saat ini mempunyai risiko negatif dimana akan memperbesar kesenjangan geografis. Tanpa adanya kegiatan investasi yang signifikan untuk membangun fasilitas dan mengembangkan SDM kesehatan, daerah-daerah tertinggal kemungkinan besar akan semakin tertinggal dibanding daerah yang sudah maju;
  2. Program pengiriman tenaga kesehatan secara perorangan ke daerah-daerah tertinggal yang saat ini dilakukan, merupakan program yang sulit dipertanggung-jawabkan efektivitasnya. Program pengembangan tenaga kesehatan ke daerah tertinggal sebaiknya dilakukan secara kelompok (team) dengan susunan yang interprofesi. Sebagai catatan: di berbagai daerah tertinggal sulit mencari PNS karena memang tidak ada yang bersedia bertugas di tempat sulit sampai pensiun.
  3. Daerah tertinggal membutuhkan tidak hanya biaya operasional, namun juga biaya investasi untuk pembangunan fasilitas kesehatan dan penyediaan SDM. Di era JKN saat ini biaya investasi disediakan oleh pemerintah pusat, ataupun pemerintah daerah yang mampu sesuai dengan UU. BPJS tidak mempunyai tugas menyediakan dana investasi.
  4. Pengiriman SDM Kesehatan pelayanan primer yang dilakukan ke daerah tertinggal secara kelompok dapat terdiri dari dokter, perawat, bidan, sampai ke ahli manajemen pelayanan primer/obat.
  5. Pengiriman SDM Kesehatan pelayanan kesehatan rujukan ke daerah tertinggal secara kelompok dapat tersusun oleh berbagai spesialis sesuai kebutuhan, tenaga manajemen rumahsakit/pelayanan kesehatan, tenaga ahli rekam medik dan sebagainya.
  6. Hubungan kerja diharapkan menggunakan model kontrak, antara pemerintah daerah/pemerintah pusat dengan pihak ketiga (sebagai kontraktor) yang mampu menyediakan tenaga kesehatan.
  7. Sistem kontrak dilakukan dengan dasar tata hukum keuangan Negara. Dengan system kontrak ini diharapkan anggaran dapat digunakan secara efektif, efisien, dan mempunyai penyerapan tinggi.
  8. Sumber pendanaan: Dana investasi dan operasional untuk daerah tertinggal diharapkan berasal dari Pemerintah Pusat, dari Pemerintah daerah, dan dana operasional dari BPJS (dana kompensasi) untuk layanan primer. Dana kompensasi BPJS sudah diatur dengan UU dan regulasi di bawahnya, namun belum pernah dipergunakan pada tahun 2014. Saat ini dana kompensasi belum dipastikan dapat digunakan untuk pelayanan sekunder dan tersier. Akan dilakukan pertemuan di Jakarta dalam waktu dekat untuk membahas dana kompensasi BPJS bagi pelayanan sekunder dan tertier;
  9. Diperlukan kegiatan untuk pengembangan kemampuan pihak ketiga (kontraktor-kontraktor) penyedia tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah terpencil. Pihak ketiga ini bekerja berdasarkan tata-aturan kontrak namun berdasarkan semangat kemitraan (partnership). Contoh model ini adalah Sister Hospital NTT.
  10. Kontraktor yang berasaskan kemitraan ini dapat berupa Yayasan (lembaga nonprofit) seperti Pencerah Nusantara, Perguruan Tinggi seperti FK UGM ataupun Konsorsium RS-RS besar (pengalaman Sister Hospital NTT) yang didukung oleh jaringan alumnusnya, dan lembaga-lembaga kontraktor tenaga berbentuk PT (for-profit). Preferensi kontrak harapannya diberikan ke lembaga non-profit.