Hari kelima: The 8th Global Symposium on Health Systems Research
Jumat, 22 November 2024
Knowledge for Just Health Systems
Sesi pleno hari ini, sekaligus menandai penutupan kegiatan HSR2024, mengambil fokus “pengetahuan untuk sistem kesehatan yang berkeadilan”. Sesi ini diketuai oleh Dr Ana Amaya (associate professor, Pace University) dan dimoderatori oleh Dr Prashanth Srinivas (Institute of Public Health Bengaluru). Sesi ini menghadirkan empat panelis, yakni Dr Seye Abimbola (associate professor, School of Public Health University of Sydney), Professor Chelse Watego (profesor indigenous health, Queensland University of Technology), Dr Margareta Matache (Department of Social and Behavioral Sciences, Harvard T.H. Chan School of Public Health), dan Fatuma Guleid (mahasiswa doktoral KEMRI Wellcome Trust). Keempat panelis memaparkan topik seputar empat poin agenda komunitas penelitian sistem kesehatan (health systems research/HSR), kemanusiaan dan kesejahteraan berbasis kearifan lokal (indigenist health humanity), rasisme dan kaitannya dalam produksi pengetahuan dan sistem kesehatan, serta kuasa (power) dalam translasi pengetahuan.
Abimbola sebagai panelis pertama menjelaskan empat poin agenda komunitas HSR, yakni transparansi, non-ekstraktif, demokratisasi, dan transformasi. Transparansi adalah hal yang penting dalam suatu penelitian karena memproduksi pengetahuan berarti menciptakan sebuah sistem kesehatan yang adil. Non-ekstraktif artinya penelitian tidak boleh bersifat eksploitatif.
Seringkali peneliti memulai dari sudut pandangnya sendiri, bukan dari sudut pandang subjek yang menjadi penerima manfaat penelitian tersebut. Abimbola dengan tegas mengkritik peneliti yang sering kali menikmati kekuasaan yang mereka miliki. Abimbola mengingatkan bahwa peneliti memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Transformasi seharusnya menjadi tujuan utama penelitian, yakni untuk mencari keadilan atas nama mereka yang termarjinalkan. Peneliti tidak seharusnya sekadar memaparkan masalah, melainkan juga harus menantang struktur yang menciptakan masalah tersebut.
Watego sebagai panelis kedua membuka paparan dengan menceritakan kegelisahannya sebagai bagian dari komunitas Aboriginal and Torres Strait Islander (ATSI), masyarakat asli di Australia. Watego mengkritik bahwasanya komunitas ATSI sering dipandang sebagai komunitas yang “bermasalah” secara kesehatan dan “kurang manusiawi”. Pandangan ini menciptakan konsekuensi material yang nyata.
Watego mengatakan bahwa kesetaraan kesehatan harus menjadi bagian integral dari penelitian dan penyediaan layanan. Selain itu, struktur yang menciptakan masalah tersebut juga harus disoroti dan dikritisi. Watego dengan tegas mengkritik pendekatan kesehatan yang melanggengkan logika rasisme, yang sering kali memperparah ketidakadilan. Pendekatan positivis dalam penelitian juga kerap memperburuk masalah ini.
Watego menjelaskan tentang Inala Manifesto sebagai visi transformatif penelitian kesehatan indigenous, yang menekankan pentingnya pengetahuan, pengalaman, dan kedaulatan masyarakat asli. Menutup pemaparannya, Watego mengingatkan seluruh peneliti untuk bertindak lebih dari sekadar membuat produk translasi pengetahuan, namun juga secara aktif menantang sistem yang menciptakan ketidakadilan. Terkait dengan kesehatan indigenous, Watego mengatakan bahwa kedaulatan masyarakat asli harus hadir di setiap bukti penelitian dan pada setiap waktu.
Panelis ketiga, yakni Matache, memaparkan tentang rasisme dalam sistem kesehatan dan penelitian. Baginya, penelitian yang membandingkan kelompok-kelompok tertentu atau menggunakan sampel genetik kecil sering kali menyebabkan segregasi komunitas. Selain itu, pendekatan perilaku dan intervensi kesehatan sering mengasumsikan bahwa individu memiliki gaya hidup yang homogen, sehingga mem-perpetuasi deskripsi rasial yang bermuatan diskriminasi.
Selain itu, pemodelan kemiskinan seringkali belum mengkaji etnisitas sebagai proksi rasisme dan rasisme sebagai penentu struktural kesehatan. Matache menegaskan bahwa untuk mengatasi ketidakadilan kesehatan, kerangka baru yang menekankan antirasisme, non-ekstraktivisme, dan penghormatan terhadap hak diperlukan. Penelitian harus melibatkan dan memberi ruang kepada cendekiawan dari komunitas yang terkena dampak kesehatan untuk memimpin, sehingga perubahan transformatif dan sistem kesehatan yang adil dapat tercipta.
Guleid sebagai panelis keempat sekaligus mewakili fellowship emerging voices for global health, mengatakan bahwa translasi bukti penelitian selalu berputar di pertanyaan yang sama, yakni “Bagaimana pembuat kebijakan menggunakan hasil penelitian?” Guleid mengajak komunitas peneliti untuk merefleksi, apakah dengan pertanyaan ini, peneliti telah menangani isu yang penting dan menciptakan dampak nyata.
Guleid memberikan contoh bahwa kendati berbagai policy brief telah diproduksi, perhatian banyak pemerintah di berbagai belahan dunia belum pada isu keadilan kesehatan. Senada dengan panelis lainnya, Guleid mengajak komunitas peneliti untuk mengkritisi kekuasaan melanggengkan ketidakadilan. Guleid memberi contoh strategi desain anggaran partisipatif di Brasil dan aksi kolektif sebagai upaya untuk memberdayakan, mengatasi ketidakadilan, dan mendorong perubahan.
Sesi ini kemudian dilanjutkan dengan upacara penutupan, di mana salah satunya berisi pengumuman lokasi dan topik HSR selanjutnya yang akan diselenggarakan di tahun 2026. Dengan diakhirinya kegiatan HSR2024 di Nagasaki, diharapkan semangat untuk berkontribusi terhadap perubahan nyata melalui aksi kolektif, kritis, dan reflektif terus menjadi nyawa peneliti HSR guna mewujudkan sistem kesehatan yang berkeadilan.
Reporter: Mentari Widiastuti (Divisi PH)
Link Terkait
- Pra Konferens
- Reportase hari Kedua
- Reportase hari Ketiga
- Reportase hari Keempat
- Reportase Hari Kelima