Hari keempat: The 8th Global Symposium on Health Systems Research

Kamis, 21 November 2024

Governance and Institutional Frameworks

Sesi pleno hari ini berfokus pada tantangan dalam membangun tata kelola kesehatan yang efektif di era modern, di mana kemajuan teknologi, serta perubahan politik dan beban penyakit terjadi secara cepat. Panelis memaparkan topik seputar kolaborasi lintar sektor, dinamika pasar, dan transformasi digital, serta bagaimana ketiganya membentuk sistem kesehatan yang adil dan berkelanjutan di tengah berbagai dinamika. Mengambil pengalaman-pengalaman di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, panelis dalam sesi ini terdiri atas Profesor Kelley Lee (Simon Fraser University), Dr Suwit Wibulpolprasert (Kementerian Kesehatan Thailand), Profesor Daniel Maceira (Center for the Study of State and Society, National Council of Scientific Research, University of Buenos Aires), dan Dr Parfait Uwaliraye (Financing Alliance for Health).

hsr 22Sebagai pembicara pertama, Lee memberikan gambaran umum tentang tantangan sistem kesehatan di tengah kemajuan teknologi, serta perubahan politik dan pasar. Lee menjelaskan bagaimana determinan komersial yang didorong oleh internasionalisasi perdagangan dan kapital, ekspansi korporasi, dan adanya demand untuk pertumbuhan ekonomi dapat memengaruhi kesehatan dan lingkungan. Di samping itu, partisipasi masyarakat dalam pemerintahan juga penting bagi tata kelola sistem kesehatan.

Lee mengambil contoh negara Swiss, di mana kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan relatif lebih tinggi dibandingkan temuan di negara-negara Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) lainnya. Hal ini terjadi karena masyarakat memiliki wadah untuk berpartisipasi aktif yang didukung dengan sistem two chambers, one parliament. Selanjutnya, Lee mengatakan bahwa pemerintahan dapat menggunakan kemajuan teknologi sebagai daya ungkit untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, misalnya melalui intelligent chatbots untuk dialog interaktif atau platform diskusi kolektif online.

 

hsr 22Panelis kedua, yakni Wibulpolprasert menjelaskan beberapa prinsip tata kelola yang baik (good governance), yakni partisipatoris, transparan, akuntabel, adil, dipimpin oleh hukum, dan efisien.  Untuk mencapai keenam prinsip ini, diperlukan komitmen dari semua pihak yang terlibat dalam mekanisme tata kelola, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat sipil (OMS), sektor swasta, dan komunitas. Selain itu, semua pihak perlu bekerja secara kolaboratif.

Wibulpolprasert mengambil contoh Thailand sebagai studi kasus, di mana terdapat National Health Foundation dan National Health Commission yang dipimpin oleh Perdana Menteri. Komisi ini melibatkan berbagai aktor, termasuk partai politik, akademisi, dan masyarakat sipil. Menutup paparannya, Wibulpolprasert kembali menegaskan bahwa prinsip tata kelola yang baik harus menjadi landasan dalam membangun sistem kesehatan yang inklusif dan berkelanjutan.

 

hsr 22Selanjutnya, Maceira memberikan penjelasan dan pandangannya tentang kolaborasi antar sektor dalam sistem kesehatan. Pada dasarnya, kolaborasi antar sektor dapat dibagi menjadi kolaborasi vertikal dan horizontal. Maceira mengambil tiga negara di Amerika Latin sebagai studi kasus. Maceira menjelaskan bahwa kawasan Amerika Latin memiliki karakteristik distribusi pendapatan yang tidak merata dan hal ini memengaruhi bentuk sistem kesehatannya. Pembiayaan dan tata kelola sistem kesehatan di kawasan tersebut juga melibatkan berbagai aktor yang menciptakan sebuah dinamika yang kompleks.

Di samping itu, organisasi sistem kesehatan di kawasan ini memiliki struktur yang rumit, termasuk menyangkut skema perlindungan sosial. Sektor swasta juga memainkan peran kunci dalam hampir semua konfigurasi sistem kesehatan. Kolaborasi antar sektor menjadi hal yang esensial untuk menciptakan sistem kesehatan yang adil dan berkelanjutan dan mencapai kesehatan masyarakat yang lebih baik.

 

hsr 22Panelis terakhir adalah Uwaliraye yang menjelaskan tentang peran pasar dan transformasi digital untuk sistem kesehatan yang berkualitas dan berkelanjutan. Menurutnya, salah satu tantangan utama sistem kesehatan adalah keengganan sektor swasta untuk berinvestasi pada riset dasar. Uwaliraye juga menyoroti bahwa transformasi digital kesehatan sering kali dipandang sebagai program spesifik, bukan sebagai pendorong sistem kesehatan secara keseluruhan dan mengarah pada pendanaan vertikal.

Oleh karena itu, negara seharusnya tidak hanya berperan sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai pengambil risiko utama yang menciptakan inovasi-inovasi baru, seperti produksi vaksin, penggunaan drone untuk memperlancar rantai pasokan, dan pengembangan kecerdasan buatan dengan berinvestasi pada pendidikan, infrastruktur, dan riset dasar. 

Sesi dilanjutkan dengan tanya-jawab dengan peserta di ruangan. Sesi ini memunculkan bahasan-bahasan mengenai kolaborasi global untuk memperkuat tata kelola investasi dan mengurangi risiko intervensi yang terlalu jauh dari korporasi. Uwaliraye mengatakan bahwa berbagai kerangka telah disusun untuk hal ini dan komunitas sistem kesehatan perlu melibatkan pemilik atau penyelenggara bisnis untuk mengoperasionalkan kerangka ini. Lee menekankan perlunya instrumen untuk mengukur conflict of interest. Sementara itu, Wibulpolprasert mengatakan bahwa komunitas sistem kesehatan tidak boleh menghindari politik karena politik menentukan siapa-memperoleh-apa-dan-bagaimana. Sejatinya hubungan intersektoral adalah politik dan untuk membuatnya berjalan dengan baik, diperlukan rasa saling percaya antar pihak yang terlibat.

Reporter:
Mentari Widiastuti (Divisi PH)

 

Link Terkait

 

 

Hari ketiga: The 8th Global Symposium on Health Systems Research

 Selasa, 20 November 2024

Inclusion in Times of Peace and Conflict

Sesi pleno hari ini menyoroti permasalahan pemerataan kesehatan dalam konteks krisis dan konflik. Sesi ini menghadirkan empat orang pembicara, yakni Dr Seita Akihiro (director of health, UNRWA), Profesor Papaarangi Reid (The University of Auckland), Dr Walter Flores (direktur eksekutif CEGSS Guatemala), dan Rosemary Mburu (direktur eksekutif WACI Health).

hsr 15Akihiro sebagai pembicara pertama menceritakan pengalamannya ketika melakukan kunjungan ke Gaza, Palestina sebanyak tiga kali. Akihiro menyaksikan bagaimana situasi dapat berubah dengan sangat cepat dan menyebabkan terganggunya sistem kesehatan. Namun, di tengah kekacuan tersebut, ia menyaksikan sebuah momen harapan.

Pada hari kampanye polio, Akihiro menyaksikan antrean panjang warge di pusat Gaza yang menunggu giliran untuk memvaksin anak-anak mereka. Kampanye ini menjadi kampanye polio pertama sejak konflik dimulai dan kegiatan imunisasi tersebut merupakan momen di mana keluarga-keluarga dapat keluar rumah dengan merasa aman untuk pertama kalinya. Menurut Akihiro, hal tersebut menunjukkan bahwa harapan dan solidaritas tetap hidup di tengah konflik.

 

hsr 15Sebagai pembicara kedua, Reid memaparkan tentang kekerasan sistemik terkait kolonisasi. Kolonisasi menyebabkan terjadinya perbudakan, dehumanisasi, dan pengklaiman sumber daya masyarakat asli, sebagaimana yang dialami oleh bangsa Maori di Selandia Baru dan orang-orang asli di Australia.

Kolonisasi mengabaikan keberadaan masyarakat asli yang telah lebih dulu hidup, tinggal, dan menjaga alam di wilayah tersebut dalam waktu yang lama. Reid menegaskan bahwa desain sistem kesehatan harus dirancang menjadi lebih adil dan setara, serta mencerminkan nilai-nilai masyarakat yang dilayaninya.

Reid melemparkan sebuah pertanyaan untuk direnungkan, yakni, “Apakah kira membutuhkan perubahan radikal untuk mendesain ulang sistem kesehatan? Atau, lebih jauh lagi, apakah kita perlu mengubah nilai-nilai sosial yang mendasarinya? Menutup pemaparannya, Reid menekankan bahwa sistem kesehatan dapat benar-benar menjadi inklusif hanya jika sistem tersebut memprioritaskan keadilan dan kesetaraan.

 

hsr 15Selanjutnya, Flores dari Guatemala mengajak seluruh peserta untuk merenungkan kembali sebuah pertanyaan mendasar, yakni, “Siapa yang menentukan bahwa sesuatu disebut konflik atau perdamaian? Untuk siapa perdamaian ditujukan?” Flores mengatakan bahwa kekerasan dapat muncul dari kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar, seperti keamanan dan air bersih.

Selain itu, komunitas yang termarjinalkan mengalami berbagai bentuk kekerasan setiap harinya, namun mereka jarang dilibatkan dalam diskusi-diskusi terkait perdamaian. Flores juga mengatakan bahwa tidak ada kategori absolut tentang perdamaian dan konflik.

Kedua konsep ini sepenuhnya bergantung pada dinamika kekuasaan. Pihak yang berada di posisi dominan sering kali mendefinisikan konflik dan perdamaian sesuai dengan kepentingan mereka, tanpa mempertimbangkan pengalaman dan suara kelompok rentan. Menutup pemaparannya, Flores menegaskan bahwa memahami perdamaian sejatinya adalah merangkul keberagaman perspektif dan memastikan semua proses berjalan dengan inklusif.

 

hsr 15Pembicara keempat, Mburu, membuka paparannya dengan sebuah pertanyaan perenungan,”hard-to-reach groups or hard-to-reach services?” Kelompok-kelompok yang dianggap sebagai hard-to-reach sering dikecualikan dari riset. Selain itu, sistem kesehatan juga dapat berkontribusi pada peningkatan ketimpangan sosial.

Sementara itu, kurangnya akses ke pelayanan kesehatan juga dapat mendorong individu dan komunitas semakin dalam ke jurang kemiskinan dan menghambat inklusi finansial dan sosial. Mburu juga mengkritik bahwa sistem kesehatan kerap gagal memberikan penghormatan, melindungi, dan memenuhi hak atas kesehatan. Hal ini berakibat pada rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan reformasi yang mendalam untuk mencapai sistem kesehatan yang betul-betul inklusif.

Sesi pleno dilanjutkan dengan pandangan panelis terhadap inklusivitas sistem kesehatan, terutama di waktu krisis, dalam sebuah gambar. Masing-masing panelis menampilkan satu gambar dan menceritakan bagaimana gambar tersebut mewakili pandangan mereka akan sistem kesehatan yang inklusif. Flores, misalnya, menampilkan salah satu kegiatan organisasinya di Guatemala dan menjelaskan bahwa participatory action research adalah salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas dan otonomi komunitas dalam hal check and balance serta memahami resiliensi dan perubahan iklim. Sementara itu, Reid membagikan foto haka, sebuah tarian seremonial di Selandia Baru yang menyiratkan bahwa kita semua harus terus menerus berjuang untuk menciptakan sistem kesehatan yang inklusif.

Sesi pleno ditutup dengan beberapa pesan kunci tentang peran health policy and systems research dalam hal konflik dan perdamaian. Salah satu pesan kunci tersebut adalah pentingnya meningkatkan kapasitas peneliti untuk memahami secara mendalam konteks komunitas sebelum menarik kesimpulan atau merancang intervensi. Pendekatan ini dipercaya dapat membuat sistem kesehatan menjadi lebih adil dan responsive terhadap kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.

Reporter:
Mentari Widiastuti (Divisi PH PKMK FK-KMK UGM)

Link Terkait

 

 

Hari kedua: The 8th Global Symposium on Health Systems Research

Selasa, 19 November 2024

Sesi Pagi

Research that should matter at Primary Health Care level: linking demand and supply in Asia Pacific

Hari kedua HSR2024 diisi dengan kegiatan seminar, diskusi panel, dan peningkatan kapasitas. Hari ini juga menandai pembukaan resmi kegiatan HSR2024 di Nagasaki yang diisi dengan sesi pleno. Reportase ini mendokumentasikan berbagai kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian hari kedua HSR2024.

Salah satu kegiatan di hari kedua adalah sesi satellite bertajuk “Advancing learning systems for health in the Asia-Pacific Region through health policy and systems research”. Sesi ini berisi pemaparan dan diskusi kelompok. Sesi ini menghadirkan empat pemapar dari beragam institusi.

Pembukaan

hsr 7Sesi ini dibuka oleh Dr Nima Asgari, direktur Asia Pacific Observatory (APO). Dalam pemaparannya, Asgari memperkenalkan APO sebagai suatu kemitraan yang mendukung evidence-informed health system policy di tingkat kawasan maupun nasional. Lebih jauh lagi, Asgari menjelaskan lima klaster tematik APO, yakni (1) Primary Health Care (PHC) untuk mendukung pencapaian Universal Health Coverage (UHC); (2) ketahanan sistem kesehatan; (3) kesehatan digital (memanfaatkan teknologi dan data untuk meningkatkan hasil kesehatan); (4) Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK), yang dirancang untuk kebutuhan kini dan nanti; serta (5) ketimpangan dalam kesehatan (aspek gender dan inklusi sosial dan aspek hard-to-reach). Untuk memperkuat kolaborasi, APO mendorong keterlibatan organik berbagai pihak melalui penyelenggaraan acara dan prakarsa, termasuk pembentukan local chapters yang melibatkan peneliti, organisasi kebijakan kesehatan, lembaga penelitian, pekerja kesehatan, pembuat kebijakan lokal, dan pemerintah.

Pembicara pertama

hsr 7Pembicara pertama pada sesi ini adalah Manoj Jhalani, direktur Health Systems Development, WHO SEARO. Jhalani membuka paparannya dengan menggambarkan pelajaran penting dari pandemi COVID-19, yakni bahwa investasi awal dalam fondasi PHC untuk kesiapsiagaan dan respons adalah hal yang penting. Pandemi juga menegaskan pentingnya efisiensi PHC dalam mencapai UHC, keterlibatan komunitas, serta kolaborasi multisektoral. Komitmen politik terhadap PHC sebagai dasar UHC telah mendapat momentum, dimulai dari deklarasi Menteri Kesehatan Asia Tenggara pada bulan September 2021, yang menyebut pandemi sebagai pendorong transformasi sistem kesehatan berbasis PHC. Deklarasi ini diperkuat dalam pertemuan UNGA 2023, KTT G20, hingga Delhi Declaration pada Oktober 2023 yang menegaskan PHC sebagai elemen kunci UHC. Berbagai negara di kawasan Asia Tenggara juga telah memprioritaskan PHC dan menerbitkan kebijakan pendukung. Selain itu, Forum PHC, seperti yang baru-baru ini digelar di Jakarta, memfasilitasi pertukaran praktik baik antarnegara, memperkuat budaya sistem kesehatan yang terus belajar dan berinovasi sesuai konteks lokal.

Pembicara kedua

hsr 7Sesi dilanjutkan dengan pemaparan dari Lluis Vinyals Torres, direktur Health Systems and Services WHO WPRO. Torres mengawali paparannya dengan menekankan kebutuhan terhadap PHC. Model pelayanan kesehatan yang ada saat ini tidak mampu menangani volume perawatan yang timbul terkait dengan tingginya beban penyakit tidak menular (PTM) dan ageing population. Isu perawatan jangka panjang, yang membutuhkan tenaga kerja dan model layanan yang memadai, juga perlu menjadi perhatian utama dalam konteks populasi yang menua. Torres juga mengatakan bahwa dengan ekonomi Asia Tenggara yang tumbuh pesat dan masyarakat yang semakin sadar akan kesehatan, PHC harus lebih responsif dan mampu membangun hubungan saling percaya yang berkelanjutan antara pasien dengan penyedia layanan kesehatan. Perubahan-perubahan ini menuntut pendekatan baru dalam mengorganisasi PHC untuk memastikan kebutuhan kesehatan terpenuhi secara efektif.

Torres memberikan contoh area tematik produksi pengetahuan yang relevan dengan tujuan di atas. Dalam konteks SDMK, selain terkait dengan ketersediaan dan maldistribusi, hal yang tidak kalah penting untuk dikaji adalah ketiadaan data dasar SDMK. Terkait dengan sistem informasi, fragmentasi sistem dan tingginya beban pengisian data menjadi isu. Torres menekankan bahwa pertukaran pengetahuan perlu terjadi antarnegara maupun antar unit dalam negara (misalnya provinsi). Dalam hal supply chain, isu mendasar yang diamati oleh Torres adalah bahwa kesehatan seringkali diatur oleh mekanisme pasar yang mempengaruhi ketersediaan item-item yang, kendati esensial, dianggap tidak mendatangkan keuntungan komersial. Torres menutup pemaparannya dengan memberikan pesan kunci bahwa pengetahuan yang diproduksi perlu diterjemahkan dan dikomunikasikan pada pembuat kebijakan, sehingga peran perantara kebijakan sangat dibutuhkan.

Pembicara ketiga

hsr 10Pembicara terakhir dalam sesi ini adalah Dr Jasper Tromp dari National University of Singapore School of Public Health. Tromp memaparkan hasil kajiannya tentang lanskap penelitian PHC di Asia Tenggara (SEAR) dan Pasifik Barat (WPR) dan potensi menutup kesenjangan antara produksi pengetahuan dengan implementasi. Studi ini menggunakan metode systematic mapping artikel ilmiah yang dipublikasi dalam 10 tahun terakhir dalam bahasa Inggris atau Cina, diikuti dengan presentasi hasil awal dan workshop untuk mendiskusikan hasil tersebut.

Studi ini menemukan bahwa publikasi penelitian PHC di SEAR dan WPR meningkat sejak tahun 2014 dan mencapai puncaknya pada kisaran tahun 2020. Jika didisagregasi per negara, penelitian sebagian besar berasal dari Australia, China, dan India, diikuti oleh Malaysia, Selandia Baru, Singapura, dan Jepang. Beberapa negara, seperti Maladewa dan negara-negara Pasifik memiliki jumlah publikasi yang sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali. Fokus penelitian di negara berpenghasilan tinggi (HIC) cenderung pada PTM, sementara negara berpenghasilan menengah dan rendah (LMIC) lebih banyak meneliti kesehatan ibu dan anak (MCH). Studi ini juga menemukan bahwa sebagian besar penelitian memiliki fokus penyampaian layanan, namun belum banyak yang berfokus pada sistem informasi kesehatan, kepemimpinan dan tata kelola, serta pembiayaan kesehatan. Pendanaan penelitian PHC di negara HIC didominasi oleh sumber domestik, sementara di LMIC dan negara-negara kepulauan Pasifik (PIC), proporsi pendanaan domestik jauh lebih rendah. Outcome penelitian sebagian besar berfokus pada kualitas dan efektivitas layanan., sementara outcome terkait keselamatan, akses atau cakupan layanan, serta responsivitas layanan belum banyak tersentuh.

Studi ini mengidentifikasi beberapa faktor yang menjadi tantangan dalam produksi penelitian PHC yang berkualitas. Pertama, penelitian sering kali tidak menjadi prioritas pembuat kebijakan dan lebih didorong oleh mitra pembangunan eksternal. Oleh karena itu, prioritas nasional untuk penelitian PHC perlu ditetapkan. Kedua, SDMK, terutama di fasilitas kesehatan, sering kekurangan waktu dan sumber daya untuk melakukan penelitian. Mengaitkan penelitian PHC dengan jenjang karier dianggap dapat menjadi solusi alternatif. Ketiga, pembatasan regulasi dan struktur penelitian, termasuk akses terbatas ke Institutional Review Boards (IRB), juga menjadi tantangan. Terakhir, terdapat kesenjangan signifikan antara peneliti dan orang-orang yang bekerja di lapangan, sehingga pertanyaan penelitian sering tidak relevan atau tepat waktu. Untuk mengatasi ini, diperlukan penguatan hubungan antara pemerintah, akademisi, klinisi, dan konsumen melalui community of practice dan kolaborasi penelitian. Selain itu, studi juga memberikan rekomendasi pendanaan domestik yang selaras dengan prioritas nasional untuk mendukung produksi penelitian PHC yang berkualitas.

Ketiga sesi ini kemudian diakhiri dengan sesi tanya-jawab dan diskusi berkelompok. Pada sesi tanya jawab, muncul pembahasan tentang diskoneksi antara peneliti dengan orang-orang yang bekerja di lapangan, tekanan politis untuk mengatasi permasalahan di lapangan, dan pentingnya pendekatan interdisiplin. Dalam kegiatan diskusi kelompok, timbul bahasan-bahasan tentang hal-hal yang mendukun kolaborasi dan penyelarasan riset PHC di tingkat nasional berdasarkan pengalaman berbagai negara. Konsep konsorsium PHC yang ada di Indonesia mendapatkan perhatian dari para peserta. Sesi ditutup dengan perenungan terkait kebijakan berbagi data riset PHC dan peninjauan kembali peran dan posisi seorang perantara kebijakan.

 

Reporter:
Mentari Widiastuti  (Divisi PH, PKMK FK-KMK UGM)

 

Link Terkait

 

 

 

 

Sesi Pra-Konferens, The 8th Global Symposium on Health Systems Research 2024

Senin, 18 November 2024

Advancing learning systems for health in the Asia-Pacific Region through health policy and systems research

Hari pertama HSR2024 merupakan sesi pra-konferens yang terdiri atas seminar, diskusi panel, dan peningkatan kapasitas. Reportase ini mendokumentasikan berbagai kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian hari pertama HSR2024.

Salah satu sesi seminar diskusi di hari pertama berjudul “Advancing learning systems for health in the Asia-Pacific Region through health policy and systems research”. Sesi ini terdiri dari empat bagian yang terdiri dari 2 sesi pemaparan dan 4 sesi diskusi panel.

sesi 1

Pemaparan Pertama

Sesi ini dimoderasi oleh Kumanan Rasanathan yang merupakan Direktur Eksekutif Alliance for Health Policy and Systems Research. Sesi ini menghadirkan dua pembicara, yakni Dr. Viroj Tangcharoensathien (senior health advisor International Health Policy Program, Kementerian Kesehatan Thailand) serta Diah Satyani Saminarsih (pendiri dan chief executive officer / CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives / CISDI).

Tangcharoensathien memaparkan bahwa sebuah learning health system membutuhkan ketersediaan dan analisis data beban penyakit, akun kesehatan, dan akun sumber daya manusia kesehatan (SDMK). Pendekatan partisipatif multisektoral juga merupakan aspek yang penting, utamanya ketika menghadapi isu kompleks seperti pengendalian resistensi antimikroba.  Selain itu, analisis kebijakan yang aktif dan kemampuan untuk mengubah arah kebijakan manakal diperlukan juga menjadi kunci sebuah learning health system. Tangcharoensathien menekankan bahwa proses evidence to policy atau penerjemahan bukti penelitian menjadi kebijakan memerlkukan kapasitas nasional yang kuat. Sebuah negara idealnya lebih memahami konteks lokalnya dibandingkan mitra eksternal mana pun. Tangcharoensathien menggarisbawahi posisi peneliti dan akademisi yang seringkali tidak berada di pusat lingkaran kebijakan membuat proses ini menemui tantangan. Oleh karena itu, penelitian kebijakan dan sistem kesehatan atau health policy and systems research (HPSR) memiliki kesempatan untuk meningkatkan kapasitas akademisi dan peneliti dalam berkomunikasi dengan pembuat kebjiakan. Selain itu, HPSR juga diharapkan mampu mengeksplorasi lebih dalam keterampilan policy entrepreneurship yang terdiri atas pemahaman mendalam tentang pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan kebijakan dan kemampuan komunikasi yang efektif untuk untuk penyampaian pesan dan pertanyaan kebijakan yang relevan.

hsr 1Pembicara kedua, yakni Saminarsih, menggarisbawahi peran pelayanan kesehatan primer atau primary health care (PHC) sebagai tulang punggung sistem kesehatan Indonesia. CISDI sebagai sebuah think tank telah mendorong agenda ini selama lebih dari satu dekade dan pada akhirnya diakui oleh Kementerian Kesehatan Indonesia. Pada tahun 2012, CISDI meluncurkan program Pencerah Nusantara untuk menguji perubahan proses bisnis PHC di daerah pedesaan. Prinsip dari program ini kini telah diperluas dan diterapkan hingga ke puskesmas pembantu.

Saminarsih juga menjelaskan bahwa dalam konteks HPSR di Indonesia, tata kelola merupakan tantangan utama sekaligus faktor pengungkit. Rekomendasi dari penelitian harus diterjemahkan menjadi kebijakan, diimplementasikan dalam program, dan hasilnya disebarluaskan. Saminarsih menggambarkan beberapa praktik baik dari CISDI, seperti program penguatan peran dan kapasitas kader kesehatan untuk melakukan skrining dan pemantauan individu melalui program PN-Prima. Kendati program ini mendapat pengakuan dan perhatian dari pemerintah nasional, terdapat berbagai tantangan dalam pelaksanaannya, seperti ketiadaan dokumen identitas pada beberapa individu, resistensi masyarakat dalam memberikan informasi keluarga, perasaan kurang percaya diri dari kader kesehatan, dan kebutuhan digitalisasi untuk mendukung pemantauan. CISDI terus bergerak untuk memperkuat PHC dan kader kesehatan, termasuk pada saat ini mulai memprioritaskan peningkatan kualitas layanan keseehatan.

Pada sesi tanya-jawab, muncul bahasan-bahasan seputar pengalaman negara di mana pemerintah menggunakan bukti dari penelitian untuk pembuatan kebijakan serta HPSR di situasi krisis, misalnya kawasan-kawasan konflik. Salah satu poin penting dari sesi tanya-jawab adalah pernyataan tentang Tangcharoensathien perlunya mementingkan policy formulation, tidak hanya agenda setting. Selain itu, Saminarsih juga menggarisbawahi bahwa untuk mendukung evidence-to-policy perlu upaya pelembagaan yang kuat dan berkelanjutan, di samping menyediakan lembaga yang memfasilitasi proses tersebut.

 

Reporter:
Mentari Widiastuti (Divisi PH, PKMK FK-KMK UGM)

Link Terkait

 

 

 

Diseminasi “Analisis Implementasi Pelayanan Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas dalam Mencapai Universal Health Coverage (UHC)”

Diseminasi
“Analisis Implementasi Pelayanan Kesehatan untuk
Penyandang Disabilitas dalam Mencapai Universal Health Coverage (UHC)”

Policy Brief

  Pendahuluan

Di Indonesia, 1,2 juta penyandang disabilitas memiliki akses ke JKN-PBI, dan sekitar 20.404 orang menerima alat bantu sejak 2015 hingga 2017 (TNP2K & Pemerintah Australia, 2019). Namun, jaminan kesehatan yang telah dimiliki oleh orang dengan disabilitas tersebut dinilai belum optimal dalam menyediakan manfaat pelayanan kesehatannya. Disisi lain, pelayanan kesehatan yang tersedia dinilai masih sulit untuk diakses oleh orang disabilitas karena fasilitas kesehatan belum inklusif. Saat ini, jaminan kesehatan telah menyediakan manfaat untuk disabilitas berupa alat bantu kesehatan seperti alat bantu dengar, protesa alat gerak, korset tulang belakang serta collar neck dan kruk sesuai dengan standar yang telah⁷ ditetapkan dalam Permenkes 28/2014. Namun, memastikan pencapaian UHC di Indonesia telah inklusif untuk kelompok rentan-marginal utamanya orang dengan disabilitas, tidak cukup hanya dengan melihat jumlah alat bantu yang telah diberikan. Hal ini karena kebutuhan kesehatan disabilitas tidak hanya berkaitan dengan alat bantu, tetapi mereka juga perlu untuk mendapat pelayanan kesehatan mendasar lainnya.

Untuk itu, PKMK FK-KMK UGM dengan dukungan INKLUSI melakukan survei di Bali, DI Yogyakarta dan NTT pada September - Desember 2023 untuk mengukur manfaat pelayanan kesehatan pada penyandang disabilitas yang telah didapatkan. Saat ini, terdapat 2666 data yang telah kami kumpulkan dan analisis. Dari data tersebut, kami mengetahui jumlah penyandang disabilitas yang memiliki jaminan kesehatan nasional (JKN), yang memiliki alat bantu kesehatan dan kualitasnya, dan yang mengakses pelayanan kesehatan dan kualitasnya. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif sehingga pada Januari - Februari kami melakukan FGD dengan pemangku kepentingan. Dari hasil FGD tersebut didapatkan bahwa masing-masing pemangku kepentingan telah berperan untuk menyediakan kebutuhan kesehatan penyandang disabilitas. Namun, hasil FGD kami menemukan masih adanya tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan inklusif untuk penyandang disabilitas. Selain itu, berdasarkan pengalaman dari penyandang disabilitas, terdapat tantangan yang mereka hadapi ketika mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan RS. Tantangan yang paling banyak dihadapi adalah sarana prasarana dan tenaga kesehatan yang tidak inklusif untuk penyandang disabilitas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk menyusun kebijakan kesehatan yang inklusif. Kemudian, Mitra INKLUSI dan organisasi penyandang disabilitas lainnya dapat memanfaatkan untuk proses advokasi kebijakan tingkat nasional dan daerah.

  Tujuan

  1. Memaparkan hasil penelitian mengenai implementasi pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas fisik, disabilitas sensorik, dan disabilitas ganda
  2. Mendiskusikan tantangan dan peluang dalam perbaikan layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas fisik, disabilitas sensorik, dan disabilitas ganda
  3. Menyampaikan rekomendasi kebijakan untuk peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas fisik, disabilitas sensorik, dan disabilitas ganda

  Waktu

Hari, tanggal : Rabu, 30 Oktober 2024
Pukul : 12.00 - 16.00 WIB
Tempat : Ruang Auditorium Lt. 1, Gedung Pascasarjana Tahir Sayap Utara, FK-KMK UGM

  Poster

 

 

Susunan Acara

Waktu

Kegiatan

12.00 - 13.00 WIB

Registrasi Peserta dan Makan Siang Bersama

13.00 - 13.10 WIB

Sambutan

  1. Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS - Kepala Pusat PKMK, FK-KMK UGM
  2. Irene Widjaya - Head of Partnership and Policy, INKLUSI

video

13.10 - 13.15 WIB

Pembukaan: Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, M.A - Ketua Tim Penelitian

video

13.15 - 14.20 WIB

Presentasi Hasil Penelitian

  • Metode yang diimplementasikan dalam penelitian - (Tri Muhartini - Peneliti)
  • Pelayanan Kesehatan Inklusif - (Relmbus Fanda - Peneliti)
  • Penggunaan Jaminan Kesehatan - (Ardhina Nugrahaeni - Peneliti)
  • Alat bantu dan alat bantu kesehatan - (M Faozi Kurniawan - Peneliti)
  • Akses Pelayanan Terapi - (Tri Muhartini - Peneliti)

video   materi

14.20 - 15.20 WIB

Pembahasan dalam bentuk Talk Show

  1. drg. Vensya Sitohang, M.Epid, PhD - Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan
  2. Sedy Fajar - BPJS Kesehatan
  3. Iftita Rahma Iklima - BAPPENAS
  4. Muh Syamsudin, S.E - Wakil Direktur SIGAB
  5. Sigit Triyono, A.Md. Kep. - Kasi Tim Medis, Pusat Rehabilitasi YAKKUM
  6. drg. Iien Adriany, M.Kes - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Video

15.20 - 15.45 WIB

Diskusi: tanya dan jawab - Shita Listya Dewi - Peneliti

15.45 -16.00 WIB

Penutupan - Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, M.A - Ketua Tim Penelitian

video

 

 

 

Webinar Series 10 Tahun Kebijakan JKN dalam 3 Periode

Webinar Series 10 Tahun Kebijakan JKN dalam 3 Periode

(1) Pra-Pandemi COVID-19 (2014 - 2019); (2) Pandemi COVID-19 (2020 - 2022);
dan (3) Post-pandemi COVID-19 (2023 – saat ini)

Setiap Selasa , di bulan November 2024

  Pendahuluan

Pada 2004, Pemerintah Indonesia memperkenalkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai komitmen untuk memberikan perlindungan sosial, khususnya dalam bidang kesehatan. UU SJSN ini mengamanatkan pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial untuk mengelola program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian. Pelaksanaan program jaminan kesehatan diatur lebih lanjut dalam Pasal 19 UU SJSN, yang bertujuan untuk menjamin akses peserta terhadap pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dari risiko finansial akibat kebutuhan dasar kesehatan. UU SJSN ini kemudian diikuti dengan UU BPJS pada 2011.

Implementasi UU SJSN ini dimulai pada 2014 dengan peluncuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. JKN bertujuan untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) dengan memberikan akses pelayanan kesehatan yang terjangkau dan perlindungan finansial kepada seluruh masyarakat Indonesia. Hingga tahun 2021, cakupan kepesertaan BPJS telah mencapai 83% dari total populasi Indonesia, menjadikannya sistem asuransi kesehatan terbesar di dunia dengan model single-pooling. Akan tetapi sebagian dari peserta BPJS ternyata tidak aktif, terutama di kelompok PBPU.

Namun, meskipun telah mencapai cakupan yang luas, pelaksanaan JKN masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Beberapa masalah utama termasuk kesenjangan akses terhadap pelayanan kesehatan, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok ekonomi yang berbeda. Selain itu, terdapat masalah dalam distribusi fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang masih terpusat di kota-kota besar, sehingga daerah terpencil kurang terlayani.

Pengeluaran out-of-pocket (OOP) untuk kesehatan juga masih menjadi masalah, meskipun telah terjadi penurunan sejak JKN diperkenalkan. Namun, persentase OOP di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan menengah lainnya. Selain itu, tantangan lain termasuk masalah kendali mutu dan pencegahan kecurangan dalam sistem JKN, yang belum berjalan optimal di banyak daerah.

Dalam 10 tahun perjalanan JKN ada masa yang sangat penting ketika terjadi Pandemik COVID-19. Pada saat pandemi, terjadi perubahan pendanaan di mana pasien-pasien anggota BPJS yang terkena COVID-19 didanai oleh pemerintah, bukan BPJS. DIsamping itu terjadi penurunan jumlah pasien. Masa ini menjadi sangat penting dalam sejarah pelaksanaan kebijakan JKN.

Dalam rangka merumuskan strategi untuk penguatan JKN dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi implementasi JKN, mengidentifikasi tantangan-tantangan yang ada, dan mengusulkan solusi yang dapat diadopsi untuk meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan program JKN di masa mendatang.

  Tujuan

Webinar ini dilakukan untuk mendiskusikan penyelenggaraan JKN dari 2014 hingga 2022. Secara spesifik webinar ini akan mengajak peserta untuk:

  1. Memahami perubahan pelaksanaan JKN setiap tahun dari 2014 - 2022 dengan melalui 3 masa: (1) Pra-Pandemi COVID-19 (2014 - 2019); (2) Pandemi COVID-19 (2020 - 2022); dan (3) Post-pandemi COVID-19 (2023 – saat ini).
  2. Mengianalisis kebijakan pendanaan dari tahun 2014 - 2022 dalam perspektif Reformasi Sektor Kesehatan.
  3. Melakukan analisis kebijakan dalam konteks keberlanjutan pelaksanaan JKN pada masa mendatang

*nbsp; Target Peserta

  1. Pengambil kebijakan di Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.
  2. Akademisi dan peneliti di bidang kesehatan dan kebijakan publik.
  3. Praktisi kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).
  4. Pemerhati kebijakan publik dan aktivis kesehatan.

  Jadwal Pelaksanaan

Hari, tanggal : Setiap Selasa , di bulan November 2024
Pukul : 10.00 - 12.00 WIB

link zoom

Meeting ID: 878 0771 7838
Passcode: JKN

  Jadwal Kegiatan

Bagian I: Periode Pre Covid19 ----- [5 dan 12 November 2024]

Pertemuan 1. 10 tahun kebijakan JKN dalam Periode: Pra-Pandemi COVID-19 (2014-2016)

Kegiatan

Waktu

Pembicara

  1. Penetapan regulasi-regulasi awal tentang pelaksanaan JKN Tahun 2014-2016
  2. Awal capaian cakupan peserta JKN
  3. Kondisi, beban, dan rasio klaim JKN Tahun 2014-2016
  4. Kondisi utilisasi dan faskes JKN Tahun 2014-2016

Selasa,
5 November 2024
10.00 – 12.00 WIB

  1. Prof. dr. Laksono Trisnanto, M.Sc., PhD
  2. M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH
  3. drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE

 

Pertemuan 2. 10 tahun kebijakan JKN dalam Periode: Pra-Pandemi COVID19 (2017-2019)

Kegiatan

Waktu

Pembicara

  1. Penetapan regulasi-regulasi tentang pelaksanaan JKN Tahun 2017-2019
  2. Capaian cakupan peserta JKN Tahun 2017-2019
  3. Kondisi, beban, dan rasio klaim JKN Tahun 2017-2019
  4. Kondisi utilisasi dan faskes JKN Tahun 2017-2019
  5. Penguatan mutu pelayanan kesehatan dalam JKN

Selasa,
12 November 2024
10.00 – 12.00 WIB

  1. Prof. dr. Laksono Trisnanto, M.Sc., PhD
  2. M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH
  3. drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE

 

Bagian II: Periode Covid19 ----- [19 November 2024]

Pertemuan 3. 10 tahun kebijakan JKN dalam Periode: Pandemi COVID-19 (Tahun 2020-2022)

Kegiatan

Waktu

Pembicara

Masuk ke Era COVID-19. APa yang terjadi dan bagaimana hubungannya dengan:

  1. Penetapan regulasi-regulasi tentang pelaksanaan JKN
  2. Capaian cakupan peserta JKN
  3. Kondisi, beban, dan rasio klaim JKN
  4. Kondisi utilisasi dan faskes JKN
  5. Penguatan mutu pelayanan kesehatan dalam JKN

Selasa,
19 November 2024
10.00 – 12.00 WIB

  1. Prof. dr. Laksono Trisnanto, M.Sc., PhD
  2. M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH
  3. Eva Tirta Bayu Hasri, S.Kep, MPH.

 

Bagian III: Periode Pasca Covid19 ----- [26 November 2024]

Pertemuan 4. 10 tahun kebijakan JKN dalam Periode: Pasca Pandemi COVID-19 (Tahun 2023-saat ini)

Kegiatan

Waktu

Pembicara

Era Covid 19 selesai. Apa yang terjadi dan bagaimana hubungannya dengan:

  1. Penetapan regulasi-regulasi tentang pelaksanaan JKN
  2. Capaian cakupan peserta JKN
  3. Kondisi, beban, dan rasio klaim JKN
  4. Kondisi utilisasi dan faskes JKN
  5. Penguatan mutu pelayanan kesehatan dalam JKN

Selasa,
26 November 2024
10.00 – 12.00 WIB

  1. Prof. dr. Laksono Trisnanto, M.Sc., PhD
  2. M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH
  3. Eva Tirta Bayu Hasri, S.Kep, MPH

 

 

  Informasi Pendaftaran Ujian Online

Bagi peserta yang berminat mendapatkan E-Sertifikat ber SKP dapat mengikuti ujian online ber SKP Kemenkes RI.
Biaya Ujian Online : Rp 75.000 per orang

Pembayaran peserta dapat dilakukan dengan melalui transfer ke rekening panitia dengan Kode Unik 65,
contoh Rp. 75.065. No. Rekening sebagai berikut:

No Rekening : 9888807171130003
Nama Pemilik : Online Course/ Blended Learning FK UGM
Nama Bank : BNI
Alamat : Jalan Persatuan, Bulaksumur Yogyakarta 55281

Catatan: pembayaran yang di lakukan dari beda Bank BNI, mohon bisa menggunakan biaya transfer online sebesar Rp. 6.500,- tidak bisa menggunakan biaya BI Fast sebesar Rp. 2.500,-

Link Pendaftaran

 

 

 

 

Daftar PMK dan Kepmenkes 2024

Daftar Peraturan Menteri Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penggunaan Logo Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyelenggaraan Dekonsentrasi Kementerian Kesehatan Tahun Anggaran 2024

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pedoman Cara Pembuatan yang Halal bagi Obat, Produk Biologi, dan Alat Kesehatan, serta Pencantuman Informasi Asal Bahan untuk Alat Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Sistem Klasifikasi Keamanan dan Akses Arsip Dinamis di Lingkungan Kementerian Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2018 tentang Pedoman Tata Kearsipan Dinamis di Lingkungan Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2018 tentang Kebijakan Pengawasan Intern Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Standar Teknis Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Besaran, Persyaratan, dan Tata Cara Pengenaan Tarif sampai dengan Rp0,00 (Nol Rupiah) atau 0% (Nol Persen) atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Berupa Layanan Penerbitan Surat Tanda Registrasi yang Berlaku pada Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pakaian Dinas Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Kesehatan Pelabuhan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit di Lingkungan Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di Lingkungan Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2019 tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2024 Tentang Mekanisme Seleksi, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian, dan Tata Kerja Konsil Kesehatan Indonesia, Kolegium Kesehatan Indonesia, dan Majelis Disiplin Profesi

link

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2024 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Konsil Kesehatan Indonesia, Kolegium Kesehatan Indonesia, dan Majelis Disiplin Profesi

link

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2024 Tentang Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama

link

 

Daftar Keputusan Menteri Kesehatan

Sumber website kementerian kesehatan: https://farmalkes.kemkes.go.id/

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/5/2024 tentang Pedoman Identitas Kementerian Kesehatan:

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/124/2024 tentang Penetapan Biaya Pengolahan Plasma:

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/163/2024 tentang Etalase Konsolidasi pada Katalog Elektronik Sektoral Kementerian Kesehatan

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/176/2024 tentang Izin Memperoleh, Menyimpan, dan Menggunakan Narkotika Untuk Kepentingan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bagi Instalasi Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/177/2024 tentang Formularium Obat dan Perbekalan Kesehatan pada Pelayanan Kesehatan Haji

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/178/2024 Tentang Suplemen Kodeks Makanan Indonesia Ketiga

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/492/2024 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Organisasi dan Pembentukan Tim Kerja dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Unit Pelaksana Teknis Bidang Pengamanan Alat dan Fasilitas Kesehatan

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/503/2024 tentang Nilai Klaim Harga Obat Program Rujuk Balik, Obat Penyakit Kronis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut, Obat Kemoterapi, dan Obat Alteplase

link

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1347/2024 tentang Suplemen III Farmakope Indonesia Edisi VI 2024

link

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/1596/2024 tentang standar akreditasi rumah sakit

link

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1581/2024 Tentang Keanggotaan Kolegium Kesehatan Indonesia Periode Tahun 2024-2028:

link

Materi Peningkatan Kapasitas Organisasi Poltekkes dalam Melakukan Penelitian Kebijakan

Kelompok 1: Peneliti Kebijakan

No Kegiatan  |  10-12 September 2024
1 Penyusunan Proposal Penelitian Kebijakan
  1. Pengantar: Bentuk-bentuk Penelitian Kebijakan
  2. Identifikasi Masalah dan Kebijakan
  3. Identifikasi pemangku kepentingan yang akan dilibatkan
  4. Metodologi penelitian
  5. Prinsip Etika dalam Penelitian

dr. Likke Putri, MPH, Ph.D (Dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan UGM)

video   materi

2 Penggunaan Data
  1. Pengantar Penggunaan Data dalam Penelitian
  2. Penyajian Data untuk Pengambilan Keputusan
  3. Etika dan Privasi dalam Pengelolaan Data
  4. Pengelolaan dan Penyimpanan Data

Dr. dr. Guardian Yoki Sanjaya, MHlthInfo (Peneliti PKMK FK-KMK UGM)

video   materi

3 Penulisan Artikel
  1. Struktur dan Komponen Artikel Jurnal
  2. Etika Penulisan dan Penyusunan Artikel Jurnal
  3. Proses Review dan Publikasi

dr. Likke Putri, MPH, Ph.D (Dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan UGM)

video   materi

 

Kelompok 2: untuk Tim Manajemen Data (Analis Data)

No Kegiatan
1

Pengenalan

  1. Pengenalan Data sampel BPJS 1%
  2. Hasil analisis deskriptif data sampel BPJS 1% terkait penyakit jantung, diabetes dan katarak
  3. Tutorial instalasi R dan R Studio

Ardhina Nugraheni (Peneliti PKMK FK-KMK UGM)

materi

2

Analisis Data dengan R programming

  1. Pengenalan R, R Studio
  2. Data pre-processing (Mempersiapkan data sample BPJS siap olah dengan software R)

dr. Fadhilah K. Larasati (Peneliti PKMK FK-KMK UGM)

video   materi

3

Analisis Data dengan R programming

  1. EDA, reporting descriptive data
  2. Analysis & visualization (Melanjutkan pengolahan data sample BPJS yang sudah disiapkan)

dr. Fadhilah K. Larasati (Peneliti PKMK FK-KMK UGM)

video   materi

 

 Kelompok 3: Policy Brief

No Kegiatan Jumlah Pertemuan Waktu Pembicara
1 Penulisan Policy Brief
  1. Struktur Penulisan Policy Brief
  2. Menulis Rumusan Masalah dalam Policy Brief
  3. Menulis Opsi dan/atau Rekomendasi dalam Policy Brief
  4. Strategi pemanfaatan Policy Brief

Tri Muhartini, S.IP, MPA (Peneliti PKMK FK-KMK UGM)

video   materi

2

Advokasi kebijakan kesehatan

  1. Mengenal advokasi kebijakan
  2. Ceritakan advokasi-mu
  3. Pemetaan pemangku kepentingan
  4. Strategi advokasi kebijakan kesehatan

Tri Muhartini, S.IP, MPA (Peneliti PKMK FK-KMK UGM)

video   materi

 

Kelompok 4: Manajemen Proyek Penelitian

No Kegiatan Jumlah Pertemuan Waktu Pembicara
1 Pengelolaan dan Manajemen Penelitian
  1. Manajemen Lembaga Penelitian (case study: PKMK)
  2. konsep manajemen proyek dan mengelola kegiatan
  3. Budgeting dalam Proyek

Sealvy Kristianingsih, SE. MSc. (Chief Internal Affairs Innovation Project Management Universitas Gadjah Mada)

video 1   video 2   materi 1   materi 2