Reportase Diskusi Publik Mencegah Memburuknya Ketidakadilan Sosial di Sektor Kesehatan

paramadina1

Kegiatan diskusi yang dilaksanakan di Universitas Paramadina, Jakarta dengan topik "Mencegah memburuknya ketidakadilan sosial di sektor kesehatan" dimulai dengan sambutan dari Prof Laksono dilanjutkan oleh Dinna Wisnu, PhD dari Universitas Paramadina. Rektor baru Universitas Paramadina yaitu Firmanzah juga turut memberikan sambutan dan menyampaikan poin penting dalam rangka kerja sama pengembangan ilmu pengetahuan oleh Universitas Paramadina dengan PKMK UGM dalam berbagai penelitian dan forum. Perwakilan BPJS yang juga memberikan sambutan pada acara ini sekaligus membuka kegiatan diskusi.

Sesi pertama "Kebijakan Jangkauan JKN"

Pada sesi pertama Prof Laksono menyajikan materi mengenai "Kebijakan Jangkauan JKN". Menurut beliau, materi yang diangkat befokus pada public policy yang dinilai memiliki peranan sangat penting. Materi ini dimulai dengan hasil riset dan kajian yang telah dilakukan selama satu tahun terselenggaranya SJSN. Hal pokok yang dipaparkan mengenai isu yang selalu diangkat terkait kepesertaan JKN, namun sebenarnya yang paling penting adalah apa manfaat yang didapat peserta JKN. Diuraikan lebih lanjut bahwa terjadi sebuah ketimpangan dalam pemerataan pemanfaatan oleh peserta JKN. Daerah yang kaya dan memiliki akses fasilitas yang baik menunjukkan tingginya penyerapan anggaran. Namun sebaliknya, daerah miskin dengan akses yang terbatas sangat kecil untuk menyerap anggaran.

Permasalahan yang terjadi di beberapa daerah dengan berbagai kendala tersebut menimbulkan skenario-skenario di masa yang akan datang. Skenario optimis dengan perbaikan keadaan hingga ke skenario yang paling pesimis. Skenario optimis dimungkinkan oleh daerah yang telah berkembang dengan baik. Sedangkan daerah pesimis masih dimotori oleh daerah yang masih tertinggal. Sebenarnya daerah miskin juga sudah mendapatkan beban yang berat seperti kesulitas akses geografi, ekonomi, dan budaya. Sementara jumlah lakalantas dan perilaku merokok juga semakin meningkat.

Prof Laksono juga mengaitkan nawa cita presiden Jokowi terkait dengan semangat pemerataan dan keadilan kesehtaan bagi masyarakat Indonesia. Prinsip ini dinilai menjadi pegangan yang penting dalam pengembangan pemerataan kesehatan. Diceritakan juga sebuah kendala riset kesehatan khususnya JKN adalah transparansi data klaim oleh BPJS.

paramadina3

  Pembahas 1

Sebagai pembahas pertama, Kalsum Komariyah dari perwakilan Kemenkes memberi penekanan pada peningkatan suplay yang harus mengimbangi demand. Di samping itu, pencapaian tujuan-tujuan yang direncanakan pemerintah juga selalu harus diukur. Melalui peningkatan dan perbaikan suplai/supply maka akan menurunkan angka kematian dan angka kesakitan. Kementrian kesehatan yang memegang fungsi regulasi dapat berperan dalam memenuhi layanan.

  Pembahas 2

Ridwan Monoarfa sebagai dewan pengawas BPJS mengungkapkan bahwa terjadi diskriminasi dalam pemanfaatan layanan kesehatan bagi peserta BPJS. Sebelumnya memang terjadi perdebatan dalam penyusunan kebijakan ini, antara konsep JKN yang menggunakan segmentasi program dan segmentasi layanan. Namun untuk prinsip pemerataan, maka segmentasi program menjadi pilihan. Ridwan juga kembali menekankan bahwa benefit package tetap harus dipertimbangkan bagi masyarakat rentan. Menurutnya, dengan kebutuhan ini maka anggaran kesehatan tetap harus ditingkatkan.

  Pembahas 3

Asih Eka Putri perwakilan Dewan Jaminan Nasional membahas mengenai aspek demografi peserta BPJS. Menurut Asih, adanya ketimpangan yang terjadi juga menunjukkan sebuah indikasi ketidakcukupan iuran. Ketidakcukupan iuran ini diharapkan dapat diatasi dengan melakukan pengkajian kembali atau merevisi besarnya iuran. Asih melanjutkan, jika hal ini tidak diatasi maka akan mempengaruhi dalam peningkatan eksodus tenaga kesehatan. Beberapa saran yang ditawarkan seperti melakukan investasi dengan melibatkan swasta, atau memanfaatkan daerah dengan jumlah tenaga kesehatan yang melimpah yang dipekerjakan di daerah yang minim tenaganya, hingga usulan tenaga kontrak dari luar negeri. Selain itu untuk jangka panjang, Asih memberikan masukan mengenai pentingnya setiap daerah berinvestasi untuk mengembangkan wilayah masing-masing.

 

paramadina2

Sesi Kedua "Pendukung dan Penghambat Cakupan Semesta"

Pada sesi kedua bertindak sebagai penyaji, Dinna Wisnu dari Universitas Paramadina menyajikan materi mengenai Pendukung dan Penghambat Cakupan Semesta. Dalam sesi ini, Dinna melalui risetnya menyatakan bahwa kelemahan JKN pada saat ini teletak pada instrumen yang tidak sesuai. Hal ini dikaitkan pada kebijakan telah mengarah ke yang lebih baik, maka seharusnya hasilnya juga akan baik. Namun pada kenyataannya berbeda, Asih berpendapat bahwa kebijakan belum diturunkan dengan baik dimana aturan-aturan pengkodisian belum ditemukan. Selain itu kelemahan institusi kesehatan terletak pada minimnya inisiasi atau kakunya pengambilan sikap karena harus selalu berdasar pada aturan yang ada. Seperti dalam pendaftaran peserta BPJS sangat birokrat dan tentu menghambat masyarakat utamnaya untuk masyarakat yang rentan. Asih juga menambahkan bahwa seharusnya JKN tidak berprinsip pada pemerataan kualitas layanan kepada semua golongan, namun harus mempertimbangkan fakta bahwa setiap golongan masyarakat memiliki ekspektasi yang berbeda. Penekanannya lebih pada kendali mutu, bukan pada kendali biaya.

  Pembahas 1

Daniel Yusmic yang bertindak sebagai pembahas pertama memaparkan bahwa evaluasi dapat dilakukan jika produk hukum telah seutuhnya diterbitkan. Namun jika dilihat dari peraturan, maka hal ini sering tidak sinkron dengan aturan di bawahnya terkait beberapa peraturan yang sering mengalami amandemen. Meskipun demikian, menurut Daniel, jaminan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga negara, sehingga negara wajib untuk menyediakannya. Daniel Yusmic juga merekomendasikan perlunya penelitian hingga tahun 2019 untuk melakukan evaluasi JKN lebih mendalam.

  Pembahas 2

Perwakilan dari BPJS Kesehatan selaku pembahas kedua menjelaskan bahwa pentingnya sebuah pengaduan masyarakat yang dapat membantu memperbaiki layanan.

  Pembahas 3

Selaku pembahas ketiga, Timboel Siregar yang menjabat di BPJS Watch mengindikasikan adanya kemauan politik yang rendah oleh pemerintah untuk memperbaiki tatanan dalam JKN. Hal ini diungkapkan dalam budgeting anggaran yang dinilai masih lemah. Selain itu, indikasinya terlihat pada kurang aktifnya badan pengawas rumah sakit yang memberikan peluang besar dalam penyalahgunaan.

(Faisal Mansur, MPH/Asisten Peneliti di PKMK FK UGM)

Tor dan Materi Presentasi

 

Diskusi Mencegah Memburuknya Ketidakadilan Sosial di Sektor Kesehatan: Masukan bagi Penentu Kebijakan JKN

14jan paramadina

 

  Latar belakang

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan telah dimulai pada tanggal 1 Januari 2014. Sebagai usaha monitoring keberhasilan JKN khususnya dalam tujuan mencapai cakupan universal dan menjamin bahwa warganegara Indonesia yang selama ini mengalami kesulitan menjangkau jaminan kesehatan yang layak, kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan Paramadina Graduate School of Diplomacy (PGSD) menyelenggarakan diskusi publik berbasis penelitian.

Tema diskusi adalah "Mencegah memburuknya ketidakadilan sosial di sektor kesehatan". Diskusi ini diharapkan dapat mengupas tingkat kemampuan program JKN menjangkau seluruh wilayah dan lapisan masyarakat di Indonesia. Dalam 1 tahun penerapan JKN, siapa saja yang mengklaim tunjangan kesehatan, baik dari kalangan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) ataupun kalangan peserta non-PBI. Klaim tersebut untuk jenis layanan apa saja? Apa saja titik akuntabilitas BPJS Kesehatan di bidang keadilan sosial yang selama ini terlaksana berdasarkan regulasi yang ada?

Dari sisi PKMK FK-UGM, telah dilakukan pengumpulan data dan analisis dari kabupaten/kota di 12 propinsi pada bulan April 2014, yakni provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, sebagian kabupaten/kota di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, NTT, Kalimantan Timur, Bengkulu, Jawa Timur, dan Sulawesi Tenggara. Keduabelas provinsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian: (1) kelompok daerah yang sudah maju dan (2) kelompok yang belum maju. Pembagian ini terutama pada masalah ketersediaan RS, tenaga dokter dan dokter spesialis sebagai tulang punggung implementasi JKN.

Ditemukan telah terjadi perbedaan akses JKN yang ekstrim antara kedua jenis daerah tersebut. Selain itu, daerah-daerah yang tergolong belum maju juga rendah klaim. Artinya dari sisi serapan dana JKN, terjadi kesenjangan keadilan.

Dari sisi PGSD Univ Paramadina, telah dilakukan pengumpulan data dan analisis di tingkat kebijakan pemerintah pusat terkait respon masyarakat terhadap JKN dan model pengelolaan JKN (baik dari segi dana, kelembagaan maupun regulasinya). Peneliti dari PGSD juga menyajikan hasil studi kasus upaya pencegahan kematian ibu, identifikasi dimana titik kesenjangannya sehingga perempuan di daerah terpencil mengalami kesulitan menikmati fasilitas JKN.

Dalam konteks latar belakang ini dilakukan analisis skenario perbaikan kebijakan JKN agar tujuan mencapai cakupan universal dapat tercapai pada tahun 2019.

  Temuan

Hasil temuan menunjukkan bahwa jika pola ketersediaan fasilitas kesehatan, respon masyarakat dan kelembagaan BPJS Kesehatan berjalan seperti tahun 2014, maka skenario pencapaian cakupan semesta atas dasar prinsip keadilan sosial kemungkinan besar tidak akan tercapai. Kemungkinannya justru terjadi peningkatan kesenjangan antar wilayah dan kurang optimalnya akuntabilitas BPJS Kesehatan serta kementerian/lembaga terkait dalam hal penerapan JKN.

  Tujuan Pertemuan

Berdasarkan temuan pada monitoring ini, tujuan diskusi adalah membahas:

  1. Kebijakan perbaikan jangkauan JKN kepada seluruh warganegara Indonesia;
  2. Kebijakan yg mendukung atau menghambat cakupan semesta dalam JKN saat ini

Undangan: 100 orang (para praktisi & pemikir bidang jaminan sosial dan kesehatan, media massa)

 
  Waktu dan Tempat

Tempat : Ruang Multifungsi, Kampus Pascasarjana Universitas Paramadina
               Gedung The Energy lantai 22, SCBD Lot 11 A, Jl. Jend Sudirman 52-53
               Jakarta, Rabu, 14 Januari 2015
waktu   : 11:30 – 17:00 Wib

 

  Susunan Acara

waktu

Acara

11:30 – 12:30

Makan Siang

12:30 – 12:40

Pembukaan (Sambutan Plt. Rektor Universitas Paramadina & Dirut BPJS Kesehatan)

12:40 – 14:45

Sesi I - Diskusi Kebijakan jangkauan JKN

Penyaji: Bapak Prof. Laksono Trisnantoro (PKMK FK-UGM)

Video   materi         

Pembahas:

Perwakilan dari Kementerian Kesehatan.

Video   materi     

Ibu Asih Ekaputri, MD (Dewan Jaminan Sosial Nasional)

Video   materi     

Bapak Ridwan Monoarfa (Dewan Pengawas BPJS Kesehatan

video 

Moderator: Bapak Djayadi Hanan, Ph.D (PGSD - Univ Paramadina)

14:45 – 15:15

Rehat kopi

15:15 – 17:00

Sesi II - Diskusi Pendukung & Penghambat Cakupan Semesta 

Ibu Dinna Wisnu, Ph.D (Paramadina Graduate School of Diplomacy)

Video   materi           
  • Pembahas:
    1. Bapak Dr. Daniel Yusmic FoEkh, SH (pakar hukum Universitas Atmajaya, Jakarta)
    2. Perwakilan dari BPJS Kesehatan.
    3. Bapak Timboel Siregar, SH (BPJS Watch)

Moderator: Bapak Prof. Laksono Trisnantoro (PKMK FK-UGM)

pena  Reportase Kegiatan 

 

 

Outlook kebijakan kesehatan di tahun 2015:

outlook nawacita

oleh: Laksono Trisnantoro
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)
Fakultas Kedokteran UGM

 

  Pengantar

Tahun 2014 merupakan tahun terpilihnya Jokowi sebagai Presiden. Mengawali masa kepresidenannya, Jokowi mempunyai tujuan yang disebut sebagai Nawacita sebagai berikut:

  • C1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara
  • C2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya
  • C3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan
  • C4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya
  • C5. Meningkatkan kualitas hidup manusia indonesia
  • C6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
  • C7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik
  • C8. Melakukan revolusi karakter bangsa
  • C9. Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial indonesia

Outlook kebijakan kesehatan tahun 2015 tentunya tidak lepas dari pengaruh Presiden Jokowi. Dalam konteks ini Nawacita merupakan dokumen politik pemerintahan Presiden Jokowi yang mempunyai ideologi. Dalam spectrum ideologi Nawacita mempunyai dasar sosialisme dan peran negara yang besar (welfare-state). Nawacita ketiga, yang menyatakan pembangunan dari pinggiran Indonesia menunjukkan keberpihakan Presiden Jokowi pada manusia-manusia Indonesia di pinggiran, di daerah-daerah dan desa-desa. Dimensi pemerataan antar sosial ekonomi dan antar wilayah menjadi isu penting Nawacita.

  Kenyataan di tahun 2014

Ideologi ini perlu dibahas dalam situasi perkembangan sistem pembiayaan kesehatan yang sangat mempengaruhi situasi sektor kesehatan Indonesia pada tahun 2014. Pertanyaan ideologis yang sering dikemukakan adalah:

Siapa yang mendapat manfaat terbanyak dari penambahan pembiayaan kesehatan Indonesia di tahun 2014?

  • masyarakat kaya atau miskin
  • masyarakat di Jawa atau luar Jawa

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab secara sederhana melalui gambar di bawah ini yang menunjukkan sistem pembiayaan kesehatan.

outlook1

Seperti diketahui sejak 1 Januari 2014, dana kesehatan di APBN secara praktis terbagi 2: ke Kemenkes dan ke BPJS. BPJS juga mendapat dana dari pembayaran premium peserta ex PT Askes, PT Jamsostek, dan tenaga kerja berbayar, serta Non-PBI Mandiri (Pekerja Bukan Penerima Upah). (Lihat Gambar di atas).

Apa yang terjadi dengan dana APBN yang tetap di Kemenkes di tahun 2014?

Di tahun 2014 anggaran Kemenkes sangat sedikit. Setelah dikurangi dana PBI yang masuk ke BPPS, Kemenkes tidak banyak mempunyai dana untuk pengembangan atau perbaikan keseimbangan antar wilayah. Pada tahun 2014, tidak banyak kegiatan yang didanai oleh Kemenkes untuk menyeimbangkan fasilitas kesehatan di Indonesia. Di sisi supply kesehatan: Penambahan jumlah RS dan TT RS lebih cepat di Jawa. Penambahan SDM spesialis belum signifikan yang mampu mengejar ketertinggalan. Secara keseluruhan selama 3 tahun terakhir, setelah dikurangi dengan dana BPJS, praktis dana Kemenkes tidak bertambah secara signifikan.

Apa yang terjadi dengan dana APBN kesehatan yang ke BPJS?

Sampai bulan November 2014, ada data (dari BPJS) yang membandingkan antara PBPU (non PBI Mandiri) dengan non PBPU. Data sangat kontras sebagai berikut:

  1. Kelompok PBPU (non PBI Mandiri)
    • Jumlah peserta Non-PBI Mandiri atau yang disebut sebagai Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) berjumlah sangat besar. Per November jumlah PBPU (Non-PBI Mandiri) berjumlah 7.036.200 jiwa. Yang telah memanfaatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.6 juta jiwa (sekitar 23 %) dengan penyerapan biaya Rp 7.9 Triliun.
    • Rata-rata jumlah iuran yang dibayar oleh PBPU perjiwa perbulan sebesar Rp 27.062. Sementara itu biaya pelayanan kesehatan perjiwa sebesar Rp 282. 139,-
    • Klaim rasio untuk peserta PBPU adalah 1.380%,
  2. Kelompok non PBPU
    • Peserta non-PBPU jumlahnya 123.6 juta jiwa. Kelompok ini memanfaatkan pelayanan kesehatan sebanyak 5.4 jiwa (kurang dari 4%). Menyerap biaya sebesar Rp 17.4 T.
    • Rata-rata jumlah iuran yang dibayar oleh non-PBPU perjiwa perbulan sebesar Rp 27.478. Sementara itu biaya pelayanan kesehatan perjiwa sebesar Rp 21.977,-
    • Perbandingan rasio klaim untuk non-PBPU rata-rata 88%.

Telihat dari data tersebut terjadi komposisi dimana banyak peserta (PBPU) non-PBI Mandiri yang sakit dan mempunyai risiko tinggi sakit. Mereka cenderung tidak miskin, tinggal di kota besar, dan menghabiskan dana besar. Sementara itu: Peserta PBI, mencerminkan struktur yang normal (ada yang sakit dan ada yang sehat). Peserta PBI merupakan kelompok miskin namun banyak gagal memanfaatkan JKN karena berbagai faktor termasuk sedikitnya fasilitas kesehatan dan SDM Kesehatan di berbagai daerah.

Dengan data Rasio Klaim PBPU yang tinggi, adanya adverse Selection menunjukkan benefit (Rp) digunakan banyak oleh Non PBI Mandiri. Walaupun data klaim per wilayah belum ada saat ini, data di atas memperkuat dugaan terjadinya subsidi terbalik. Kebijakan JKN mengharapkan peserta Non-PBI Mandiri mensubsidi masyarakat miskin, namun yang terjadi kebalikannya. Masyarakat di daerah pinggiran Indonesia, tidak dapat memanfaatkan paket manfaat BPJS, sementara di Jawa dan kota-kota besar memanfaatkan dengan baik. Hal ini berlawanan dengan Nawacita. Dapat disimpulkan bahwa aliran pembiayaan kesehatan di tahun 2014 menunjukkan arah yang berlawanan dengan prinsip pemerataan. Pertanyaan pentingnya apakah hal ini akan terus terjadi di tahun 2015?

  Bagaimana kemungkinan di tahun 2015?

  1. Penambahan dana untuk kesehatan apakah akan meningkat di tahun 2015?
    Ada hal penting terjadi di tahun 2014. Presiden Jokowi telah menaikkan harga BBM. Tindakan ini membuka ruang fiscal di APBN untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang masuk dalam kaidah tanggung jawab Negara (welfare-state). Pundi-pundi APBN membesar. Pertanyaan penting untuk ditahun 2015 adalah: Bagaimana menyalurkan dana APBN? Apakah semakin banyak melalui BPJS ataukah juga semakin banyak ke Kemenkes.

    outlook2Di penghujung tahun 2014 Menteri Keuangan menyatakan bahwa ada penambahan ruang fiscal sebesar 230 Triliun. Sebagian besar memang akan dipergunakan untuk infrastruktur. Yang menjadi pertanyaan disini apakah sektor kesehatan akan mendapat tambahan dana. Sampai sekarang anggaran kesehatan di APBN masih kurang dari 3%, Tanpa ada penambahan, maka persentase di atas akan semakin menurun.

    Pertanyaan di tahun 2015: Apakah revenue collection untuk kesehatan semakin meningkat atau menurun? Hal ini perlu dilihat di anggaran tahun 2015.

  2. Menjadi pertanyaan di tahun 2015 apakah dana APBN untuk Kemenkes (bukan yang ke BPJS) juga meningkat? Jika meningkat, pertanyaannya akan digunakan untuk apa?

    APBN untuk PBI ke BPJS mungkin meningkat karena kenaikan premi, pertambahan jumlah peserta yang ditanggung, dengan dukungan ruang fiscal yang membesar. Pertayaan penting di tahun 2015: Apakah anggaran Kemenkes akan meningkat?

    outlook3Pertanyaan ini menunjukkan secara teoritis, apakah dana dari kantong APBN akan di pool kan ke BPJS ataukah juga ke Kemenkes dengan jumlah yang besar. Saat ini memang masih ada 2 pool besar dana APBN. Yang menjadi pertanyaan: apa tugas masing-masing pool.

    Saat ini diketahui BPJS membayarkan ke pemberi pelayanan, dan tidak mempunyai tugas untuk melakukan investasi sarana dan fasilitas kesehatan. Pool di BPJS ini dapat membuat pembiayaan menjadi tidak merata. Jika dana hanya diberikan ke BPJS maka daerah yang mempunyai banyak fasilitas kesehatan rujukan dan primer akan mendapat terbanyak. Kesempatan untuk menyeimbangkan faskes dan SDM antar wilayah akan berkurang.

  3. Di tahun 2015: dana yang masuk dari Non-PBI Mandiri (Pekerja Bukan Penerima Upah, PBPU) ada kemungkinan tetap tidak cukup.

    outlook3Dalam hal ini, ada kemungkinan karena prinsip single pool terjadi penggunaan dana PBI untuk peserta PBPU (non PBI mandiri). Rancangan kebijakan BPJS yang single pool mengakibatkan kemungkinan terpakainya dana PBI untuk peserta yang bukan PBI.

    Pertanyaan menarik di tahun 2015: Apakah hal ini akan menjadi masalah hukum?

    Mengapa dapat menjadi masalah hukum?

    • APBN yang masuk ke PBI dilakukan berdasarkan nama dan alamat (by name and by address).
    • Apabila dipakai untuk pasien yang berasal dari Non-PBI Mandiri berarti menyalahi aturan.

      Logika ini dapat ditolak oleh pendapat yang menyatakan bahwa dengan dijadikan one-pool maka merupakan hak BPJS untuk mengelola keuangannya.

      Adanya risiko digunakannya dana PBI untuk peserta Non-PBI Mandiri disebabkan kesalahan kebijakan pada saat penyusunan UU SJSN dan BPJS serta berbagai regulasi di bawahnya. Penggunaan single-pool tanpa ada larangan subsidi antar peserta dapat menjadikan JKN menjadi lebih menguntungkan Non-PBI-Mandiri. Pertanyaan menarik: apakah di tahun 2015 isu single-pool ini akan terus diperhatikan ataukan tidak.

  4. Apakah di tahun 2015 akan ada atau tidak ada perbaikan sisi supply kesehatan (faskes dan SDM) secara signifikan di berbagai daerah yang kekurangan fasiltas kesehatan dan tenaga kesehatan?

    outlook3Dikawatirkan jika perbaikan supply pelayanan kesehatan tidak dilakukan oleh pemerintah maka dana PBI yang masuk ke BPJS tidak sampai ke masyarakat PBI yang membutuhkan karena masalah akses. Penggunaan fasilitas kesehatan untuk peserta PBI akan tetap rendah.

    Dalam diagram diatas terlihat bahwa pemberian dana dari BPJS ke pelayanan primer dan rujukan (purchasing) sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis faskes serta SDM kesehatan yang dimiliki. Dalam hal ini jika faskes dan SDM tidak ditambah oleh anggaran Kemenkes atau Pemerintah Daerah (yang mempunyai kemampuan fiscal), maka ketidak seimbangan akan terus terjadi.

    Sementara itu dana dari masyarakat langsung dalam bentuk Modal dapat masuk ke Pelayanan Primer dan Pelayanan Rujukan sehingga terjadi penambahan jenis faskes dan SDM kesehatan di tempat-tempat yang baik seperti Jawa. Hal ini sudah terjadi selama 3 tahun terakhir ini. Jika trend ini dibiarkan maka dana BPJS akan semakin terpakai di Jawa dan kota-kota besar. Keadaan semakin buruk apabila di tahun 2015, potensi fraud semakin tidak terdeteksi dan fraud menjadi tidak terkendali.

  1. Di tahun 2015: Apa risiko untuk dana kesehatan jika penggunaan fasilitas kesehatan oleh peserta Non-PBI Mandiri (PBPU) terjadi terus?
    • Dana APBN dapat semakin terpakai untuk BPJS khususnya yang non-PBI Mandiri, yang berada di kota-kota besar, dan mudah akses ke pelayanan kesehatan;
    • Prinsip portabilitas dan Coordination of Benefit (COB) dengan asuransi kesehatan swasta juga akan menambah pemakaian dana BPJS untuk masyarakat menengah dan atas (mampu);
    • Dana yang masuk ke BPJS (dana kesehatan dari APBN) dapat mendesak dana yang seharusnya masuk ke Kemenkes untuk investasi dan pelayanan promotif dan preventif.

Tanpa perubahan kebijakan, dikawatirkan ketidak merataan pelayanan kesehatan akan semakin meningkat di tahun 2015. Apa arti secara politis? Nawacita gagal dijalankan. Beberapa butir Nawacita yang mungkin gagal terlaksana di tahun 2015 dalam pembangunan sektor kesehatan:

C1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara

C3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan

C4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya

C5. Meningkatkan kualitas hidup manusia indonesia

 

Menghadapi tantangan tidak meratanya pelayanan kesehatan di tahun 2015, perlu diantisipasi beberapa usaha penting:

  1. Analisis Data klaim 2015: Perlu segara dianalisis penyebaran pasien BPJS di kelas RS; dan penggunaan rasio klaim. Diharapkan ada analis pemerataan antar wilayah. Jika data klaim per propinsi disajikan maka akan ada kemungkinan adanya bukti pemburukan ketimpangan geografis (antar wilayah). Disamping itu perlu dilakukan analisis penggunaan dana yang masuk antar peserta BPJS. Apakah benar dana PBI dipergunakan untuk kelompok lain, karena klaim rasio kelompok PBPU (non-PBI mandiri) sudah melewati 1300 perseb. Diharapkan analisis data dapat dilakukan di bulan Januari 2015.
  2. Kebijakan BPJS dan JKN perlu dikaji secara rinci, mulai dari UU sampai dengan peraturan operasional. Di tahun 2014, sudah terlihat pelaksanaan kebijakan JKN dan operasional BPJS cenderung berlawanan dengan Nawacita. Pembangunan kesehatan di daerah pinggiran Indonesia kesulitan mendapatkan dana kesehatan. Ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam penyusunan kebijakan JKN dan lembaga BPJS yang menerapkan konsep single pool dalam pembiayaan jaminan.
  3. Kemenkes dan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota yang mampu harus merencanakan berbagai belanja investasi untuk infrastruktur kesehatan dan pengembangan SDM kesehatan. Tantangan di tahun 2015: Bagaimana Kemenkes mampu menarik dana dari APBN. Apa tujuan dana tersebut? Apakah untuk biaya modal (investasi) ataukah operasional saja? Untuk itu perlu melihat sasaran jangka pendek dan panjang;


Secara jangka pendek:

    • Kemenkes dan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota adalah lembaga yang bertugas untuk menyediakan fasilitas kesehatan primer dan rujukan, serta SDM. Oleh karena itu diperlukan dana modal (investasi) dan operasonal untuk menyeimbangkan pelayanan kesehatan primer dan rujukan antar wilayah secara cepat.
    • Diperlukan dana cepat untuk pengiriman tenaga-tenaga kesehatan secara team dalam pelayanan primer dan rujukan di berbagai daerah pinggiran Indonesia, sesuai pernyataan Nawacita. Pengiriman tenaga ini merupakan Quick Wins yang dapat dilihat segera. Dalam konteks pengembangan RS-RS Swasta seperti Siloam di Kupang, program ini menjadi sangat penting. Tanpa ada program Quick Wins, Kemenkes terlihat lambat dalam mengatasi ketidak adilan antar wilayah.

Secara jangka panjang:

    • Kemenkes perlu menekankan mengenai tindakan Preventif dan Promotif. Efek keberhasilan tindakan ini tidak instant, tapi jangka panjang.
    • Kemenkes terus merencanakan dan negosiasi untuk biaya modal (dana investasi) secara berkelanjutan di tahun 2015 – 2019 agar keseimbangan antara daerah terpencil/KTI dengan Jawa dan daerah Indonesia barat dapat semakin dikurangi.

 

 

Kaleidoskop Kebijakan Kesehatan Indonesia 2014

Tahun ini, puluhan kebijakan di sektor kesehatan disahkan dan diundangkan. Selain kebijakan yang disahkan, website www.kebijakankesehatanindonesia.net juga mencatat sejumlah seminar, workshop serta konferensi penting seputar kebijakan kesehatan. Beberapa diantaranya terkait era ekonomi kesehatan, monitoring JKN, pemerataan tenaga kesehatan di daerah tertinggal, pencegahan fraud, dan lain-lain. Simak catatan penting tersebut melalui kaleidoskop Kebijakan Kesehatan Indonesia dibawah ini.

januari januari januari
januari januari januari
januari januari januari
januari januari januari

 

 

Repository on maternal child health: Health portal to improve access to information on maternal child health in India

Diskusi bulanan PKMK Knowledge Management terakhir tahun ini disampaikan oleh dr. Lutfan Lazuardi, M. Kes, PhD. Tema yang diangkat ialah kegunaan portal dalam Knowledge Management. Topik khusus yang diangkat terkait repository maternal. Repository ialah tempat untuk menyimpan, khususnya di website untuk menyimpan data tertentu (dalam paper ini ialah data maternal dan kesehatan anak). Sebelumnya, tema ini pernah termuat dalam bulletin WHO tahun 2005 yaitu sistem info kesehatan yang merupakan fondasi dari kesehatan masyarakat. Hal ini dikuatkan dengan jurnal BMJ yang diterbitkan pada 1997, 2/3 dari 50 juta kematian dapat diselamatkan dengan menerapkan pengetahuan.

Artikel ini membahas proses perkembangan project tersebut di India. Evaluasi terhadap mutu repository pada Juli 2010 sampai Desember 2011. Setidaknya ada 50 ribu kunjungan, dari 174 negara. Artikel ini dipublikasikan pada 2013. Data ini diambil dari sumber yang dapat dipercaya, bukan opini dan komentar, yang meng-upload-nya pun adalah orang tertentu yang dipilih. Sumber data berasal dari, kebijakan, program, guidelibe, report, case study, advokasi, materi pelatihan, statistic dan scientific article. Selengkapnya simmak artikel tersebut di sini (Repository on maternal child health: Health portal to improve access to information on maternal child health in India). Hal terpenting ialah tindak lanjut apa yang bisa dilakukan dari aktivitas ini.

Jadi, paper ini banyak menyinggung content management system, salah satunya ialah drupal yang merupakan open sourse software. Prinsip dalam open access yaitu ilmu pengetahuan berkembang jika disebarluaskan. Model yang inovatiif dan memungkinkan semua orang mengaksesnya. Angka mental- makin banyak unique visitor-makin rendah angka mental. Hal ini dapat dilacak dari analitik yang disediakan oleh mesin pencari Google. Google analytic membantu membaca kegunaan portal dan untuk kemudian dapat digunakanmemperbaiki yang kurang. Dr. dr. Rossi Sanusi, MPA menambahkan, google analytic untuk melihat page viewing per visitor, rata-rata waktu akses serta sumber lalu lintas.

M. Faozi Kurniawan, MPH mengungkapkan, website-website yang dikelola PKMK, selalu dievaluasi tiap minggu dan bulan. Kunjungan per minggu memberikan gambaran apa saja yang diakses, pengakses berasal dari mana dan kapan saja waktu aksesnya. dr. Rossi, mengusulkan karena pembaca website berasal dari berbagai stakeholder maka pengemasannya harus berbeda. dr. Yodi Mahendradata menyampaikan, setelah diskusi ini aka nada pertemuan yang membahas topic apa yang akan dibahas serta evaluasi apa yang kurang?. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada Januari 2015 (wid).

 

Research article Health Research Profile to assess the capacity of low and middle income countries for equity-oriented research

Diskusi Bulanan PKMK - Knowledge Management

Research article Health Research Profile to assess
the capacity of low and middle income countries
for equity-oriented research

Februari 2014  |  Oleh: Novi Inriyanny

Diskusi Knowledge Management kesebelas diadakan di Lab Leadership, Gedung IKM Lantai 3. Pembicara kali ini ialah Dra. Yayi Suryo Prabandari, MSi, PhD, sementara dr. Rossi Sanusi, MPA, PhD bertindak selaku moderator. Diskusi Knowledge Management bulan ini membahas tentang proses penyusunan kerangka konsep dan data pertanyaan dari 12 negara yang merupakan perwakilan dari masing-masing benua di dunia. Dari setiap benua diambil tiga negara, yang mewakili low, middle, high income country sesuai dengan Human Development Indeks (HDI) negaranya. Paper yang dibahas berjudul Health Research Profile to assess the capacity of low and middle income countries for equity-oriented research. Moderator dalam diskusi ini adalah dr. Rossi Sanusi, MPA, PhD.

Paper ini dituliskan oleh beberapa orang peneliti dari berbagi negara dengan tujuan menilai dan mengukur kapasitas beberapa penelitian kesehatan di beberapa negara yang berorientasi pada equity (kesetaraan) dikaitkan dengan HDI dari negara-negara tersebut. Apakah semakin tinggi HDI suatu negara, maka akan semakin tinggi juga Health Research Profile (HRP) di negara tersebut? Hal lain yang ingin dilihat adalah apakah penelitian-penelitian nasional yang dilakukan bisa digunakan untuk penyusunan maupun pengambilan kebijakan. Hal tersebut diisampaikan oleh Dra. Yayi Suryo Prabandari, MSi, PhD, selaku pembicara.

Metode yang digunakan adalah koordinasi antara beberapa peneliti dari Asia, Amerika, Afrika & Eropa dengan melihat negara-negara yang telah melakukan penelitian-penelitian, dan membahas lima indikator yang merupakan kerangka konsep penelitian ini, yang meliputi : Health Research Priorities, Resources, Production, Packaging and Impact. Kajiannya menggunakan Panel Experts dengan Delhi Methods.

Beberapa hasil yang ditemukan dari penelitian yang dibahas adalah beberapa negara telah menginvestasikan anggarannya untuk penelitian, dimana Korea merupakan negara yang mengivestasikan anggaran paling besar bagi pengembangan penelitian kesehatan di negaranya. Hal ini berbanding lurus dengan statusnya sebagai salah satu high income country. Sementara itu, dalam proses pengemasan (packaging), sebagian besar menggunakan peer-review jurnal dimana 7 dari 12 negara melibatkan stakeholders dari awal pengambilan data dan pelaksanaan penelitian. Sedangkan dari segi Impact, sebagian besar negara telah menggunakan hasil dari penelitian tersebut untuk pembuatan kebijakan.

Dra. Yayi Suryo Prabandari, MSi, PhD menutup presentasinya dengan menyampaikan bahwa untuk mengembangkan penatalaksaan Knowledge Management diperlukan kajian research dengan kerangka konsep yang benar, dengan indikator yang jelas, pengambilan data akurat sehingga research tersebut dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Setiap negara setidaknya mempunyai kemampuan untuk melakukan kajian-kajian/penelitian.

Selengkapnya mengenai paper yang dibahas dapat dibaca di http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1471-2458-6-151.pdf 

Sesi Diskusi

Salah seorang peserta diskusi mengungkapkan tentang realita di Batang, Pekalongan, dimana masih banyak hasil-hasil penelitian yang belum digunakan untuk pengambilan keputusan. dr. Rossi Sanusi, MPA, PhD menanggapi pernyataan tersebut dengan menekankan pada proses packaging yang tepat. Penelitian-penelitian perlu dikemas dengan baik, tergantung audiensnya yang pada umumnya merupakan para birokrat atau pembuat keputusan. dr. Rossi menyampaiakan bahwa ini merupakan tugas dari Knowledge Management untuk mengadakan systematic review, dimana hasil penelitian diolah, sehingga tersedia hasil yang siap dipakai oleh stakeholders, berupa rekomendasi hal-hal yang harus dan tidak harus dilakukan. dr. Rossi juga menambahkan bahwa selain packaging dan impact perlu memperhatikan marketing, harus lebih pro aktif dalam memasarkan atau mempublikasikannya. Kajian ini harus lintas sektor, misalnya ke Pemda, tidak hanya ke Dinkes, tidak cukup hanya dipublikasi di website serta melibatkan stakeholders sejak pengumpulan data.

Peserta diskusi yang lain membagikan pengalamannya saat terlibat dalam proses penelitian Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Hal tersebut ditanggapi oleh dr. Yayi yang menyampaikan bahwa di Indonesia, kualitas para petugas surveinya masih perlu diperbaiki terutama untuk survei-survei nasional, juga dalam proses pengelolaanya. Kurangnya supervisi, menyebabkan data nasional seringkali tidak sesuai antara hasil survei yang satu dengan yang lain. Perlu rekruitmen, seleksi, pelatihan dan pengawasan yang baik dari supervisi agar hasilnya bermutu. Selain para petugas survei, hal lain yang perlu diperhatikan adalah alatnya valid, penggunaan alat related serta subjek harus tepat.

Pada sesi diskusi, dr. Rossi juga menambahkan tentang konsep segitiga yang dapat memindahkan gunung yang terdiri dari Policy-Civic Groups-Knowledge dan di tengahnya terdapat Knowledge Broker yang berfungsi sebagai penghubung antara ketiganya, yang bertugas mengelola pengetahuan menjadi siap pakai, bersifat pro aktif. Di Indonesia, Litbangkes seharusnya bertindak sebagai Knowledge Broker. Peran sebagai Knowledge Broker tersebut yang saat ini sedang coba dilakukan oleh PKMK melalui berbagai kegiatan, salah satunya kegiatan Knowledge Management yang sedang dilaksanakan ini (NIS)..

Materi Presentasi

{jcomments on}

How and why are communities of practice established in the healthcare sector? A systematic review of the literature?

Jurnal ini disusun oleh Geetha Ranmuthugala, Jennifer J Plumb, Frances C Cunningham, Andrew Georgion, Johanna I Westbrook dan Jeffrey Braithwaite. Tema yang diangkat ialah Communities of Practice (CoPs), CoPs dipromosikan di sektor kesehatan sebagai sarana untuk menghasilkan dan berbagi pengetahuan antar peneliti atau ilmuwan. Tujuan lain ialah CoPs mampu mendorong peningkatan kinerja organisasi. Meskipun CoPs ini memiliki beragam bentuk, namun mereka terstruktur dan beroperasi di sektor tertentu. Jika CoPs bisa berkembang, maka ini menjadi keuntungan bagi organisasi pemberi pelayanan kesehatan. Kemudian, systematic review literature pada CoPs dipandang perlu dilakukan untuk menguji bagaimana dan mengapa CoPs terbentuk dan meningkatkan sektor pelayanan kesehatan.

Penelitian ini dilakukan dengan mengakses (pencarian) data base elektronik. Informasi terkait tujuan pendirian CoPs, komposisi mereka, metode dimana anggota CoPs berkomunikasi dan bertukar informasi atau pengetahuan, dan metode riset tertentu dipilih untuk menguji keefektifan yang diekstrak dan di-review. Lalu perlu dibuktikan, apakah CoPs menyebabkan perubahan dalam praktek kesehatan atau tidak.

Fokus awal CoPs ialah pembelajaran dan pertukaran informasi atau pengetahuan, dimana banyak publikasi baru terbit. CoPs lebih banyak digunakan sebagai alat untuk meningkatkan paraktek klinis dan untuk memfasilitasi implementasi berdasarkan pengalaman evidence based. Para peneliti sedang meningkatkan upaya mereka untuk menilai efektivitas polisi dalam perawatan kesehatan, namun intervensi telah kompleks dan beragam, sehingga sulit untuk CoPs memiliki atribut perubahan.

Kesimpulan

Sesuai dengan deskripsi dari Wenger dan kolega, CoPs di sektor kesehatan bervariasi dalam bentuk dan tujuan. Sementara para peneliti meningkatkan upaya mereka untuk menguji dampak dari CoPs dalam perawatan kesehatan, pengembangan CoPs mutlak diperlukan untuk meningkatkan kinerja kesehatan memerlukan pemahaman yang lebih besar tentang bagaimana membangun dan dukungan CoPs untuk memaksimalkan potensi mereka untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Informasi lebih jauh, silakan simak melalui: http://www.biomedcentral.com/1472-6963/11/273 

 

Seminar Nasional Pembangunan Kesehatan di Daerah Tertinggal

13desbanner

Diselenggarakan oleh: 

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Bekerja sama dengan

Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama)
Komisariat Fakultas Kedokteran FK UGM

Yogyakarta, Sabtu 13 Desember 2014 | Pukul 08.00 – 15.30 Wib

  Reportase Kegiatan

 

  LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan daerah tertinggal merupakan tantangan nyata bagi pemerintah dan mitra terkait di Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tantangan pembangunan kesehatan daerah tertinggal berkaitan dengan berbagai faktor, yang antara lain meliputi kondisi geografis dimana fasilitas pelayanan kesehatan tidak bisa diakses dengan mudah oleh penduduk di saat mereka memerlukannya, kondisi kemiskinan dan kekurangan sumber daya untuk membiayai pelayanan kesehatan, kondisi kelangkaan sumber daya manusia yang menjalankan pelayanan kesehatan, dan kondisi sosio kultural masyarakat yang menghambat mereka memanfaatkan pelayan kesehatan yang tersedia.

Dalam program Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, daerah tertinggal dimasukkan dalam satu kelompok, yakni Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Beberapa program khusus yang telah dikembangkan di lingkungan Kementerian Kesehatan dalam mendukung pelayanan kesehatan di DTPK meliputi:

  1. Pendayagunan Tenaga Kesehatan di DTPK berupa peningkatan ketersediaan, pemerataan dan kualitas sumberdaya manusia (SDM),
  2. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di DTPK misal : Rumah Sakit Bergerak, pelayanan dokter terbang, pelayanan perairan,
  3. Dukungan Pembiayaan Kesehatan seperti BPJS, BOK, dana alokasi khusus ( DAK ), TP dan Bantuan Sosial
  4. Dukungan Peningkatan Akses Pelayanan berupa pengadaan perbekalan, obat dan alat kesehatan
  5. Pemberdayaan masyarakat di DTPK melalui kegiatan Posyandu, Desa Siaga, Tanaman Obat Keluarga serta kegiatan PHBS.
  6. Kerjasama antar Kementerian Kesehatan dengan Kementerian Lainnya
  7. dan berbagai program lainnya.

Menurut Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, saat ini masih terdapat 183 kabupaten yang masuk kategori Daerah Tertinggal. RPJMN 2010-2014 mengamanatkan, minimal 50 kabupaten tertinggal terentaskan pada akhir 2014 . Ke depan, sebagian dari kabupaten yang akan terentaskan tersebut akan menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Pusat pertumbuhan ekonomi baru ini dihela oleh aktivitas ekonomi komoditas unggulan kabupaten melalui program utama yaitu Program (PRUKAB) PRUKAB Produk Unggulan Kabupaten dan Bedah Desa. Program Prukab dijalankan melalui pola kemitraan antara masyarakat, swasta, dan pemerintah (Public, Private, People Partnership /P4).

Selama dua tahun terakhir ini, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal telah mengupayakan percepatan lima (5) pilar kesehatan perdesaan, yakni ,

  1. ketersediaan dan berfungsinya dokter Puskesmas,
  2. ketersediaan dan berfungsinya bidan desa,
  3. ketersediaan air bersih bagi setiap rumah tangga,
  4. sanitasi bagi setiap rumah tangga,
  5. ketersediaan gizi seimbang bagi ibu hamil, menyusui dan balita.

Tenaga-tenaga relawan telah dilatih untuk melakukan promosi kesehatan di pedesaan.
Pada kabinet JokowI, Kementerian yang mengurusi daerah tertinggal disebut sebagai Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Adanya Kementerian ini perlu dicermati dan diharapkan berbagai program, termasuk kesehatan dapat dipaparkan.

Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia dimulai sejak 1 Januari tahun 2014. JKN mempunyai tujuan yang terkait keadilan kesehatan. UU SJSN No. 40 Tahun (2014) Pasal 2 menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Dengan sistem pembayaran klaim untuk pelayanan kesehatan rujukan dalam JKN, maka ada berbagai isu penting yang akan mengakibatkan terjadinya kegagalan penyeimbangan fasilitas dan SDM kesehatan. Dikhawatirkan tujuan JKN untuk pemberian pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia akan gagal tercapai.

Pada tahun 2014, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM melakukan penelitian untuk monitoring awal pelaksanaan JKN. Penelitian ini merupakan awal dari penelitian monitoring yang akan berjalan dari tahun 2014 sampai dengan 2019. Ada beberapa pertanyaan kritis yang terkait dengan kebijakan JKN adalah:

  1. apakah masyarakat di daerah dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM dokter dan dokter spesialis yang belum memadai akan mendapatkan manfaat JKN seperti daerah lain yang lebih baik?;
  2. dalam kondisi Indonesia yang sangat bervariasi apakah JKN yang mempunyai ciri sentralistis dengan peraturan yang relatif seragam dapat mencapai tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?;
  3. apakah dana pemerintah yang dianggarkan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat mencapai sasarannya.

Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan di level propinsi pada bulan April 2014, propinsi-propinsi ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian: (1) kelompok yang sudah maju dan (2) kelompok yang belum maju. Pembagian ini terutama pada masalah ketersediaan tenaga dokter dan dokter spesialis sebagai tulang punggung. Terjadi perbedaan yang ekstrim antara kedua kelompok tersebut. Secara ringkas, skenario optimis untuk pencapaian Universal Coverage di tahun 2019 dinyatakan oleh para peneliti di DKI, DIY,Sumatera Selatan, Sumatera Barat, sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Barat, sebagian kabupaten/kota di Jawa Tengah dan sebagian di Sulawesi Selatan. Sementara itu, skenario pesimis ringan dan berat untuk tercapainya UHC melalui JKN pada tahun 2019 dinyatakan oleh peneliti di NTT, Kalimatan Timur, sebagian Kab/Kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara.

Hasil dari skenario yang ditulis pada awal berjalannya BPJS di atas menunjukkan bahwa kebijakan sistem pembiayaan (adanya UU SJSN dan UU BPJS, JKN) ini mempunyai kemungkinan tidak berhasil mencapai tujuan dalam kriteria keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahkan ada kemungkinan terjadi peningkatan kesenjangan. Masyarakat di daerah tertinggal/buruk tidak mempunyai manfaat yang sama, walaupun menjadi anggota BPJS. Portabilitas dapat memperburuk pemerataan, karena masyarakat daerah buruk yang dapat memperoleh manfaat di daerah lain cenderung adalah orang mampu.

 

  TUJUAN SEMINAR

Seminar ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai inisiatif dalam mengurangi kesenjangan antara daerah yang tertinggal dengan yang baik, khususnya dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Secara umum seminar bertujuan untuk meningkatkan upaya pembangunan kesehatan DTPK di era JKN. Secara khusus tujuannya mencakup:

  1. Memahami Situasi pembangunan kesehatan dan kebijakan di daerah tertinggal
    1. Membahas situasi pelayanan kesehatan di daerah sulit dalam kabinet Presiden Jokowi;
    2. Membahas situasi pelaksanaan kebijakan JKN dalam perspektif pemerataan pelayanan kesehatan dan pemerataan dokter di daerah tertinggal;
    3. Membahas skenario pelaksanaan JKN di daerah tertinggal;
  2. Mencari kebijakan yang tepat
    1. Kebijakan jangka menengah dan panjang: Mencari solusi untuk mempercepat pembangunan sektor kesehatan di daerah tertinggal dalam era JKN
    2. Kebijakan jangka pendek: Membahas penggunaan dana Kompensasi BPJS dalam JKN untuk mengatasi masalah kesenjangan secara sementara.
    3. Membahas prospek gerakan sosial untuk memeratakan SDM Kesehatan

LUARAN

  1. Rekomendasi jangka pendek untuk pemerintahan baru;
  2. Rekomendasi jangka panjang untuk pemerintah pusat dan daerah.

Mitra yang diundang

  • Kemenkes
  • Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
  • BPJS
  • Dewan SJSN
  • Kemendagri
  • Fakultas Kedokteran/Ikatan Alumni FK
  • Propinsi/Kabupaten DKTP.
  • Lembaga lembaga donor seperti Ausaid, Bank Dunia, USAID, WHO, dll
  • CSO (civil society organization dan faith based organizations 

Biaya Seminar

  1. Tatap muka/ hadir langsung: Rp 300.000,00
  2. Webinar: Gratis (Terbatas)
  3. Video Streaming: Gratis


  AGENDA

Yogyakarta, Sabtu 13 Desember 2014
Gedung KPTU FK UGM, Lt 2, Ruang Senat
Pukul 08.00 – 15.30

Pukul

Sesi

Pembicara

 08.30 – 08.45 Wib

Sambutan Penanggung jawab kegiatan

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD

 08.45 – 09.00 Wib

Sambutan ketua KAGAMA

Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA

 

 09.00 – 09.15 Wib

Sambutan Dekan FK

Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, SpB(K) Onk 

 

08.45 – 10.30 Wib

Sesi 1:

Situasi terkini pelayanan kesehatan di daerah tertinggal

Deskripsi:

Para pembicara diharapkan memberikan gambaran mengenai kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah baru (kabinet Presiden Jokowi) dalam pembangunan kesehatan di daerah tertinggal. Diharapkan ada gambaran mengenai program kerja terbaru dan hubungan antara dua Kementerian.

Dalam hal ini, pelaksanaan misi pemerintahan Presiden Jokowi diharapkan dapat disajikan oleh kedua pembicara. Bagaimana hubungan kerja dua  Kementerian ini akan menjadi pokok bahasan dan bagaimana kebijakan jangka panjang dan pendek diharapkan dapat disajikan.

Pembicara:

Dr. R. Bambang Sardjono, MPH (staf ahli bidang peningkatan kelembagaan & desentralisasi)

materi presentasi

Pembahas:

dr. Budiono Santoso. PhD, SpF(K) Kagama Kedokteran: Kebijakan jangka pendek dan jangka panjang.

materi presentasi

 

11.00 – 12.15 Wib

Sesi 2:

Pengalaman Empirik: Berasal dari Riset dan Kegiatan Konsultasi PKMK FK UGM
Pembicara: Tim Peneliti PKMK FK UGM

Pelaksanaan JKN dan Potensi Melebarnya kesenjangan Geografis.

Deskripsi:

Sesi ini membahas hasil penelitian empirik mengenai enam bulan Pelaksanaan JKN dan Skenario Pelaksanaan di Daerah Tertinggal. Dalam agenda kegiatan ini, akan dibahas Situasi Distribusi SDM Spesialis dan Program Sister Hospital untuk mendistribusikan sumber daya manusia serta Pengembangan Rumah sakit di Indonesia dalam waktu tiga tahun terakhir dan prospeknya. Sesi ini akan membahas skenario masa depan Program JKN di daerah tertinggal dan bagaimana harapan ke depannya.

Pembicara:

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD

materi presentasi

Pembahas:

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
dr. Hanibal Hamidi, M.Kes

materi presentasi

Kagama Kedokteran
dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK

materi presentasi

 

12.15-13.00 Wib

ISHOMA

 

13.00 – 14.00 Wib

Pengembangan ke depan:

Kebijakan untuk mendukung penyebaran SDM kesehatan

 

 

Diah Saminarsih (staf ahli kemenkes dan Co-Founder Pencerah Nusantara)

materi presentasi

dr. Robertus Arian (RS Pantirapih)

materi presentasi

Pembicara: Direktur Operasional BPJS. Dana Kompensasi BPJS untuk mendanai pengiriman tenaga ke daerah tertinggal

dr. Ari Dwi Aryani

materi presentasi

 

14.00 – 15.00 Wib.

Diskusi Panel:

Gagasan ke depan:  Pengembangan pengiriman tenaga medik ke daerah sulit.

  • Lesson-learnt dari Program Sister Hospital NTT.
  • Pencerah nusantara sebagai sebagai sebuah Social movement

Diskusi:

  • Kebijakan Jangka Pendek: Apakah dapat mengandalkan Gerakan Sosial dalam memeratakan sumber daya manusia?
  • Kebijakan Jangka Panjang: Apakah akan menggunakan kekuatan memaksa oleh pemerintah untuk memeratakan sumber daya manusia kesehatan?

Pembicara: 

dr. Rukmono Siswishanto, M.Kes, SpOG(K). (RSUP Sardjito)

materi presentasi

dr. Andreasta meiliala, DPH, M.Kes, MAS

Materi presentasi

Pembicara:

Direktur RS Soe NTT dan teleconference direktur RS Soe dan Ende NTT

 

15.00 Wib

Penutupan

 

 

   INFORMASI DAN PENDAFTARAN

Wisnu Firmansyah
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM
Telp/Fax: 0274-549425 (hunting)
Hp : 081215182789
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

 

Sesi International Guest-Speaker : Health Literacy

Health Literacy : A Prescription to End Confusion
Dr. Ahmad Sharul Nizam Isha (University Technology PETRONAS Bandar Seri Iskandar, Tronoh, Perak Darul Ridzuan, Malaysia)

iakmi29okt6Pemaparan oleh Dr. Ahmad Sharul Nizam Isha disampaikan dalam bahasa inggris. Beliau menyampaikan beberapa kasus yang menguatkan kebutuhan akan health literacy. Health literacy dijelaskan oleh beliau secara garis besar sebagai bentuk komunikasi bidang kesehatan (oleh tenaga kesehatan terutama) yang menggunakan bahasa sederhana hingga seseorang memahami informasi kesehatan dengan benar. Bagi para tenaga kesehatan masyarakat yang terjun ke masyarakat, maka penanganan communicable diseases menjadi lebih dominan.

Sehingga health literacy pada bidang tersebut harus diperkuat. Pada salah satu bagian dari materi yang disampaikan, beberapa bentuk penelitian tentang tingkat health literacy di beberapa daerah di luar negeri menunjukan pengaruh health literacy terhadap output kesehatan masyarakat. Baliau merekomendasikan untuk peserta juga dapat melakukan kajian terkait tingkat health literacy di daerahnya masing-masing. Pada sesi diskusi, beliau menyampaikan model Training of Traineer (TOT) tentang Health Literacy yang terdiri dari berbagai profesi/tenaga kesehatan sebagai salah satu bentuk yang dapat diterapkan di Indonesia.

Materi lengkap dapat disimak pada link berikut ini.

 

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • slot dana
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto togel 4D
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • slot 5000
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • toto macau
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • slot online
  • bokep
  • toto slot
  • Slot Demo
  • situs togel
  • bola slot
  • slot gacor
  • hitam slot
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • slot gacor
  • toto slot
  • akun demo slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • toto slot
  • slot88
  • situs toto
  • slot 5000