Modul 3.C.3 Policy Memorandum

Modul 3.C.3 Policy Memorandum

 

  Tujuan Pembelajaran

Memahami prinsip membuat nota kebijakan untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada pembuat kebijakan

 

Untuk dapat menghasilkan nota kebijakan yang efektif, kita perlu memahami pembuat kebijakan. Kebutuhan mereka pada dasarnya adalah:

  1. Kebutuhan untuk menguasai isu yang kompleks dan substansi masalah dalam waktu singkat
  2. Kebutuhan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang parsial atau tidak sempurna
  3. Termotivasi untuk memuaskan atasan dan/ atau konstituen

Semakin tinggi kedudukan pembuat kebijakan dalam hirarki, semakin sedikit para pembuat kebijakan yang tahu tentang semua rincian masalah, semakin sedikit ia mampu untuk fokus pada satu isu, semakin ia akan lebih memilih briefing lisan, dan semakin ia akan dipengaruhi oleh pertimbangan politik.

Di dunia nyata, keputusan kebijakan didasarkan pada kombinasi dua hal, yaitu:

  1. Senioritas, hubungan pribadi, dan kesepakatan
  2. Rasional ide-ide dan argumen yang menawarkan teknis solusi

Ingat: para pembuat kebijakan harus membuat keputusan setiap hari berdasarkan informasi yang tidak lengkap atau tidak sempurna. Oleh karena itu, tugas kita adalah: Berikan informasi terbaik yang tersedia tentang masalah tersebut dan mengevaluasi kemungkinan solusinya.

Tujuan nota kebijakan

  1. Menyediakan informasi yang dibutuhkan pembuat kebijakan untuk melakukan pekerjaan mereka
  2. Memecah masalah yang kompleks menjadi fakta penting
  3. Mengevaluasi program alternatif tindakan
  4. Memberikan rekomendasi tindakan

Struktur memo kebijakan:

Ringkasan
Ringkasan tersebut harus mencakup:

•  Masalahnya
•  Mengapa keputusan diperlukan
•  Informasi apa kunci yang terkandung dalam memo
•  Apa tindakan dianjurkan

Latar belakang
Latar belakang harus:

•  Terdiri dari poin penting yang singkat
•  Jelaskan bagaimana masalah ini telah berkembang atau menjadi perhatian

Isu-isu
Bagian isu harus mencakup:

•  Masalah kunci yang akan ditangani oleh pembuat kebijakan
•  Terdiri dari 1-3 poin (maksimal)
•  Apa posisi yang dimiliki pihak lain atas masalah tsb

Pilihan untuk pembuat kebijakan
Bagian pilihan harus mencakup:

•  Program tindakan yang masuk akal program tindakan
•  Pro dan kontra dari setiap pilihan
•  Risiko / oposisi potensial yang mungkin sebagai akibat dari memilih pilihan

Rekomendasi

•  Apa yang Anda ingin pengambil keputusan untuk lakukan?
•  Mengapa Anda membuat ini khusus rekomendasi?

Saat menulis memo, tanyakan diri sendiri:

•  Apa pesan utamanya?
•  Apa yang saying ingin pembuat kebijakan untuk ingat?
•  Apakah rekomendasi ini layak? Meyakinkan?
•  Apa resiko politik kepada pembuat kebijakan jika rekomendasi tersebut diikuti?

 

  Bahan belajar

Contoh policy Memorandum

 

 

 

 

Modul 3.C.1 Policy Brief

Modul 3.C.1 Policy Brief

 

  Deskripsi

Sebagaimana implikasi istilah policy brief, bentuk publikasi ini secara spesifik ditujukan untuk memberikan orientasi untuk mereka yang menghadapi masalah yang terkait dengan kebijakan baik dalam tataran praktis maupun teoritis.Dari seluruh publikasi sebuah penelitian riset, policy brief adalah yang paling mungkin untuk dibaca pertama kali dalam siklus/proses pembuatan kebijakan. Jika kita berhasil menangkap kepentingan pengambil keputusan melalui dokumen ini, maka besar kemungkinan temuan kita akan masuk di dalam perdebatan pembuatan kebijakan. Sebaliknya jika sebuah penelitian gagal menghasilkan policy brief yang meyakinkan, kapasitas temuan untuk mendukung proses pembuatan kebijakan akan jauh berkurang. Policy brief hanya dapat sebagus penelitian yang mendasarinya. Namun demikian, keberhasilannya juga bergantung pada seberapa baik hasilnya dipresentasikan.

 

  Tujuan Pembelajaran

Memahami prinsip-prinsip dasar penyusunan policy brief untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada pembuat kebijakan.

 

Policy brief secara sederhana adalah alat untuk menjelaskan secara singkat arti penting hasil penelitian. Policy brief untuk penelitian yang sedang berlangsung atau yang sudah selesai akan sama saja bentuk dan gayanya. Karena ditujukan untuk audien yang awam, penulisannya harus singkat dan dapat dimengerti, harus cenderung ke "profesional" dari pada "teknis". Informasi harus terorganisasai secara logis dan bebas dari jargon. Kalimat-kalimat yang panjang (lebih dari 30 kata) dan kalimat majemuk bertingkat sebaiknya digunakan hanya seperlunya; penggunaan catatan kaki harus dihindari. Akronim harus digunakan dengan bijaksana dan dijelaskan di awal penggunaannya.

Lima bagian policy brief

  1. Pendahuluan
    Deskripsikan secara ringkas masalah kebijakan yang relevan dan kaitkan bukti dengan apa yang harus dilakukan untuk menanganinya (maksimal 1 halaman).
  2. Bukti dan Analisis
    Hasil temuan yang paling relevan dengan kebijakan dengan orientasi kontekstual dasar (berkisar antara 3 sampai 4 halaman).
  3. Implikasi kebijakan
    Nyatakan implikasi kebijakan dari temuan dan, bila sesuai, tawarkan rekomendasi (1 sampai 2 halaman)
  4. Parameter riset
    Jelaskan tujuan dan metodologi penelitian (1 halaman).
  5. Identitas penelitian
    Sediakan rincian mengenai siapa pelaksana riset, pendanaan, kerangka waktu, dll. (1 halaman).

Kekuatan halaman satu

Halaman satu dari policy brief menyajikan penelitian kebijakan dalam bentuk yang ringkas dan padat. Isinya mengidentifikasi tema penelitian, menguraikan masalah utama kebijakan yang dirancang/dianalisis, memperkenalkan temuan kunci dan mengadvokasi serangkaian tindakan.

Penulisan judul

Ingat: Singkat dan pilihan kata yang cerdas adalah kunci dari judul yang baik. Judul yang panjang yang secara lengkap menjelaskan topik namun membosankan akan membuat pembaca bingung dan tidak akan menguntungkan siapapun. Sama buruknya, judul yang terlalu pendek akan gagal mengidentifikasi topik atau arah penelitian secara akurat. Penulisan judul membutuhkan imajinasi dan kemampuan.

Pendahuluan

Mulailah dengan sebuah paragraf yang menjelaskan tantangan kebijakan yang spesifik di mana penelitian yang dilakukan dibuat untuk menjawab tantangan tersebut.Bagian ini harus secara ringkas menyatakan tujuan utama dari penelitian.

Setelah mengidentifikasi tujuan utama penelitian, langkah berikutnya adalah membandingkannya dengan status quo. Beberapa observasi kunci dari penelitian akan berperan di sini. Tergantung pada penemuan penelitian, penilaian yang sangat singkat tersebut mungkin akan mengakui progres yang sedang berlangsung, namun lebih kepada identifikasi kekurangan, kesulitan, dan risiko.

Pendahuluan harus memiliki simpulan dengan sebuah paragraf yang menjelaskan implikasi utama dari temuan riset. Jika sesuai, pendahuluan harus diakhiri dengan sebuah daya tarik untuk melakukan serangkaian tindakan, memberi alasan untuk rekomendasi dan potensi keuntungannya.

Bukti dan analisis

Ini adalah inti dari ringkasan keabijakan. Bagian bukti dan analisis memuat informasi mengenai kebijakan yang paling penting yang telah dihasilkan oleh penelitian: data empiris dan analisis – dengan kata lain pengetahuan baru.

Pada umumnya para pembuat kebijakan menyukai riset yang:

  1. Menyediakan data empiris yang solid dan terkini
  2. Mengidentifikasi tren
  3. Mengantisipasi tantangan potensial
  4. Mengembangkan alat untuk pengukuran
  5. Mengevaluasi efektivitas kebijakan

Usahakan untuk menciptakan komposisi yang koheren tetapi jangan ragu untuk memasukkan observasi yang "berdiri sendiri" jika relevansinya kuat.

Implikasi kebijakan dan rekomendasi

Semua usulan yang ditawarkan memperoleh otoritasnya dari keunggulan penelitian dan kejujuran dari peneliti yang menghasilkannya. Untuk para peneliti yang membuat rekomendasi, ini adalah sebuah kesempatan untuk "membuat perbedaan" dan secara langsung mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.Penelitian yang menghasilkan rekomendasi kebijakan harus memperhatikan kenyataan bahwa kegunaan dari saran sangat bergantung pada seberapa spesifik saran tersebut.

Pengorganisasian – pengelompokan implikasi

Tergantung pada penelitian risetnya, implikasi kebijakan mungkin dapat disusun secara tematis, geografis, atau secara institusional.

Menyatakan relevansi kebijakan

Policy brief sering kali menawarkan saran yang diwujudkan dalam bentuk rekomendasi. Pada penelitian yang sedang/masih berlangsung, temuan akan bersifat sementara dan rekomendasi yang diberikan dengan syarat kondisional.

Bila sesuai, peneliti dapat menggunakan policy brief final sebagai sebuah kesempatan untuk mengartikulasikan rekomendasi berdasarkan temuan. Jelas bahwa rekomendasi ini tidak mengikat, namun rekomendasi dapat menyediakan orientasi yang berharga untuk para pembuat kebijakan.

 

 Bahan belajar

SUPPORT Tools for evidence-informed health Policymaking (STP)1:What is evidence-informed policymaking?
Andrew D Oxman, John N Lavis, Simon Lewinand Atle Fretheim. Health Research Policy and Systems 2009, 7(Suppl 1):S1

Dapat diakses di: http://www.health-policy-systems.com/content/7/S1/S1 

Increasing the use of evidence in health policy: practice and views ofpolicy makers and researchers
Danielle M Campbell, Sally Redman, Louisa Jorm, Margaret Cooke,Anthony B Zwi and Lucie Rychetnik.
Australia and New Zealand Health Policy 2009, 6:21

Dapat diakses di: http://www.anzhealthpolicy.com/content/6/1/21 

SUPPORT Tools for evidence-informed health Policymaking (STP)13: Preparing and using policy briefs to support evidence-informed policy making
John N Lavis, Govin Permanand, Andrew D Oxman, Simon Lewin andAtle Fretheim. Health Research Policy and Systems 2009, 7 (Suppl 1):S13

Dapat diakses di: http://www.health-policy-systems.com/content/7/S1/S13 

Exploring evidence-policy linkages in health research plans: A casestudy from six countries
Shamsuzzoha B Syed, Adnan A Hyder, Gerald Bloom,Sandhya Sundaram, Abbas Bhuiya, Zhang Zhenzhong, Barun Kanjilal,Oladimeji Oladepo, George Pariyo, David H Peters and Future Health
Systems: Innovation for Equity. Health Research Policy and Systems 2008, 6:4

Dapat diakses di: http://www.health-policy-systems.com/content/6/1/4 

Contoh Policy Brief

 

 

Modul 3.C.2 Policy Paper

Modul 3.C.2 Policy Paper

 

  Tujuan Pembelajaran

Memahami format dan cara penulisan makalah kebijakan sebagai salah satu sarana mengkomunikasikan hasil penelitian kepada pembuat kebijakan

 

Makalah kebijakan agak sulit didefinisikan tetapi ia harus memenuhi kriteria berikut:

  • Isu yang dituju harus merupakan sebuah isu kebijakan kontemporer yang sahih dan nyata.
  • Harus terdapat alternative yang jelas untuk kebijakan saat ini.
  • Harus ada data yang cukup untuk disediakan kepada audiens target (yaitu pembuat keputusan) dengan informasi untuk membuat keputusan tentang usulan kebijakan

Namun yang pasti adalah, makalah kebijakan bukanlah:

  • Analisis historis. Makalah kebijakan harus berfokus pada isu kebijakan kontemporer.
  • Studi komparasi atau studi kasus. Biasanya studi komparasi atau studi kasus lebih tepat menjadi makalah penelitian atau naskah akademik.
  • Deskripsi suatu kebijakan.

Beberapa hal yang mencirikan makalah kebijakan adalah:

  • Makalah kebijakan harus memberikan beberapa alternative kebijakan. Sebagai aturan umum, biasanya setidaknya terdapat tiga alternative kebijakan. Alternative kebijakan bisa saja termasuk mempertahankan kebijakan yang sudah ada.
  • Selain itu harus ada kriteria yang jelas untuk mengevaluasi masalah yang dihadapi dan alternative kebijakan untuk dipertimbangkan. Ini akan melibatkan/memprioritaskan antara berbagai pilihan yang mungkin. Trade-off adalah jantung dari proses pembuatan kebijakan. Menentukan kriteria yang jelas dari awal akan sangat membantu pengembangan analisis biaya-manfaat.
  • Makalah kebijakan harus memiliki semacam analisis biaya-manfaat. Analisis ini dapat berupa kuantitatif atau kualitatif. Analisis biaya-manfaat harus secara serius mempertimbangkan kelayakan implementasi, tidak hanya dalam hal implikasi ekonomi atau sosial, tetapi juga dalam hal kelayakan politik. Selain itu, analisis dampak mungkin tidak sepihak. Selalu ada beberapa manfaat/keuntungan dan beberapa biaya/kerugian untuk setiap proposal kebijakan. Tidak ada usulan yang begitu baik sehingga tidak memiliki biaya/kerugian yang terkait, untuk setidaknya satu pihak.
  • Makalah kebijakan juga memuat prediksi: Apa hasil kemungkinan dari berbagai alternative kebijakan? Jadilah spesifik dan cukup rinci. Pada tingkat kepastian seperti apa mereka dapat diyakinkan? Dan apakah criteria yang digunakan (untuk mengevaluasi masalah) akan menunjukkan keberhasilan?

Walau pun kelihatannya sama dengan policy brief, makalah kebijakan biasanya lebih panjang (setidaknya berkisar antara 30 – 35 halaman) dan lebih lengkap cakupannya. Format makalah kebijakan bergantung kepada tipe penelitian, namun secara umum akan mengandung beberapa komponen berikut:

Ringkasan Eksekutif

Walau pun ringkasan eksekutif terdapat pada bagian awal dari makalah kebijakan, namun saat yang terbaik untuk menulis bagian ini adalah pada saat terakhir, karena ringkasan eksekutifg ini akan berfungsi sebagai ringkasan dari seluruh makalah.

Minimal, ringkasan eksekutif harus mencakup:

  1. Pernyataan kebijakan terkini
  2. Alasan insiasi perubahan
  3. Opsi kebijakan yang dipertimbangkan
  4. Kelebihan dan kekurangan tiap-tiap opsi
  5. Langkah tindakan yang direkomendasikan
  6. Alasan mengapa memilih tindakan tersebut

Batang Tubuh

Bagian utama dari makalah harus didedikasikan untuk membangun latarbelakang dan mendiskusikan alasan di balik rekomendasi kebijakan Anda. Berikut ini adalah garis besar menggambarkan apa yang harus ada di tulisan utama:

  1. Tinjauan / Latar Belakang
    Tinjauan/latar belakang biasanya memuat:
    1. Pernyataan tujuan – Mengapa pembuat kebijakan diminta untuk mempertimbangkan perubahan kebijakan saat ini?
    2. Tinjauan kebijakan saat ini – Apa yang sedang kita lakukan, mengapa kita lakukan ini, apa persepsi masyarakat mengenai kebijakan ini? Nilai seberapa baik ini bekerj atau seberapa tidak baiknya
    3. Pernyataan perlunya perubahan – Kondisi apa (misal, perubahan pada pemerintah, kepemimpinan, masyarakat, dll.) yang telah berubah sehingga menyebabkan diperlukannya pendekatan baru?
       
  2. Diskusi
    Diskusikan alternative pilihan kebijakan saat ini dengan menghitung dan menjelaskan setiap opsi kebijakan secara bergantian. Pro dan kontra dari setiap pilihan kebijakan harus didiskusikan. Mengidentifikasi implikasi politik, ekonomi, dan social untuk setiap pilihan. Setiap pilihan kebijakan harus dibandingkan dan dikontraskan dengan pilihan lain dan juga dengan kebijakan saat ini. Inia dalah bagian paling penting dari makalah.
     
  3. Rekomendasi
    Identifikasi pilihan mana yang direkomendasikan dan pilihan mana yang tidak direkomendasikan. Jelaskan mengapa pilihan tersebut yang menjadi rekomendasi, dan mengapa pilihan tersebut lebih tepat dibandingkan pilihan-pilihan yang lain.
     
  4. Implementasi
    Tuliskan rekomendasi yangh spesifik dan langkah-langkah bagaimana mengimplementasikan rekomendasi tersebut.

 Lampiran

  1. Lampiran, jika ada.
  2. Catatan akhir, jika catatan akhir yang digunakan, bukan catatan kaki.
  3. Tabel, grafik, peta, dll. Dapat menjadi bagian dari batang tubuh jika sesuai.
  4. Bibliografi

 

  Bahan belajar

Contoh policy paper

Contoh policy paper Bappenas, dapat dibuka pada link: http://www.bappenas.go.id/print/2839/policy-paper/

 

 

 

Modul 3.A Beberapa konsep dasar penyampaian hasil riset kebijakan

Modul 3.A Beberapa konsep dasar
penyampaian hasil riset kebijakan

 

  Tujuan Pembelajaran

Modul ini membahas beberapa konsep dasar dalam penyampaian hasil riset kebijakan medik, khususnya kepada pembuat kebijakan dan secara umum kepada masyarakat luas. Modul ini juga menyoroti kompleksitas stakeholder dari kebijakan medik.

 

  Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini, peserta akan lebih memahami berbagai konsep dasar dalam menyampaikan hasil penelitian kepada para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan.

 

Untuk dapat mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan, terdapat empat hal dasar yang perlu diingat:

  1. Mendefinisikan isu kebijakan secara efektif
    Salah satu tugas pertama peneliti adalah memastikan bahwa isu-isu yang terkait dengan kebijakan yang menjadi dasar penelitian telah didefinisikan dan diartikulasikan dengan jelas. Untuk meningkatkan relevansi isu, faktor eksternal (misal: stakeholders) dapat dilibatkan di dalam proses identifikasi isu ini. Semakin jelas isu didefinisikan, semakin mudah pengidentifikasian potensi kemanfaatan dari hasil riset dan semakin mudah untuk membangun hubungan komunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi, sangat penting untuk mengidentifikasi pertanyaan kebijakan sejak awal riset.
  2. Transfer pengetahuan merupakan dialog dua arah
    Untuk melakukan transfer pengetahuan dengan lebih baik dibutuhkan sebuah cara yang melebihi model diseminasi satu arah (di mana peneliti menyajikan hasil penelitiannya). Peneliti seharusnya secara aktif mengembangkan dialog dengan para penerima manfaat riset (misalnya pembuat kebijakan dan masyarakat luas). Relevansi dan dampak dari pengetahuan dapat di transformasikan melalui keterlibatan mereka (pembuat kebijakan dan masyarakat luas). Istilah "Keterlibatan" menjadi pilihan kata untuk menunjukkan komunikasi aktif dua arah.
  3. Menciptakan tim komunikasi dan diseminasi
    Mengkomunikasikan hasil riset atau rekomendasi kebijakan sebaiknya bukan merupakan tanggungjawab satu orang, melainkan sebuah tim. Selain itu, diseminasi dan advokasi bukanlah pekerjaan satu kali atau sesaat namun harus berlangsung terus menerus, sehingga dibutuhkan stamina yang cukup bertahan lama. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi dan diseminasi dan advokasi sebaiknya tidak dilakukan oleh satu orang. Tim diseminasi seharusnya melibatkan paling tidak satu anggota, yang bekerja sama dengan seorang koordinator, yang bertanggung jawab membuat materi diseminasi yang terkait dengan kebijakan dan menyusun strategi komunikasi, diseminasi dan advokasi. Karena pentingnya tugas pengkomunikasian kebijakan ini, maka kemampuan menulis yang sangat baik diperlukan.
  4. Mengidentifikasi audien: kelompok target yang relevan
    Untuk siapa riset ini penting? Pertanyaan tersebut harus ditanyakan berulang-ulang selama penelitian untuk mendapatkan jawaban yang mengungkapkan dengan siapa persisnya peneliti harus berkomunikasi. Hal ini sederhana, namun merupakan cara yang efektif untuk mengidentifikasi audien.

Kebijakan medik memiliki sifat kekhasan yang perlu dipahami sensitifitasnya. Kebijakan medik biasanya disusun oleh (atau ditujukan untuk) profesi medis yang terbiasa mengambil keputusan medis/klinis secara cepat dan mandiri demi kepentingan keselamatan/kesehatan pasien. 'Kebiasaan' ini menjadi terbawa dalam situasi dimana kebijakan medik diambil untuk kepentingan yang lebih luas dan untuk memenuhi tujuan dari sebuah organisasi atau suatu sistem (lebih lanjut mengenai hal ini dapat dibaca dalam bahan bacaan yang direkomendasikan).

Di level mikro (misalnya: kebijakan medik di rumah sakit), dapat saja terjadi situasi dimana sekelompok professional (tenaga medis) memiliki kepentingan dan otoritas untuk mengambil keputusan yang tidak selalu sejalan atau tidak selalu dipahami oleh sekelompok professional lain (manajer/administrator rumah sakit). Karena teknologi baru, regulasi, dan persaingan dalam industri pelayanan kesehatan, tenaga medis (baca: dokter) dan administrator rumah sakit menjadi lebih tergantung satu sama lain, dan perbedaan antara kebijakan medik dan kebijakan administrasi menjadi kabur. Contohnya: isu mengenai apakah rumah sakit harus memperluas aktivitas perawatan rawat jalan, mungkin dengan mengembangkan klinik satelit. Meskipun sejumlah pertimbangan pemasaran, strategi bisnis, perencanaan, dan pertimbangan terkait administrasi (misalnya peralatan, SDM, dll) terlibat dalam keputusan seperti itu, area kebijakan medik juga tercakup di dalamnya. Misalnya: masalah jenis pasien akan dirawat, triage, mixed-skill apa yang dibutuhkan (menentukan dokter apa saja yang perlu terlibat), penentuan hak/wewenang klinis, dan jenis hubungan rujukan. Keputusan untuk memperluas rawat jalan rumah sakit seringkali dapat menjadi kontroversial dan memecah belah karena langsung dapat mengancam staf medis yang ada yang mencoba untuk mempertahankan atau memperluas praktek pribadi mereka. Dengan demikian, pertimbangan administratif dan klinis yang terlibat dalam pengambilan keputusan di rumah sakit menjadi bertambah penting.

Di level makro, kebijakan medik yang diambil untuk memenuhi tujuan sistem kesehatan daerah atau nasional membuat situasinya lebih kompleks lagi. Dalam hal ini, kompleksitas bisa terjadi karena kebijakan medik tersebut harus mempertimbangkan perbedaan faktor geografis, konteks social budaya, dan terkait dengan aktor-aktor lain di dalam sistem misalnya pihak ketiga (asuransi) atau pembayaran melalui sistem jaminan, dewan penjamin mutu pelayanan, regulator, kemampuan ekonomi, kekuatan politik, bahkan antar berbagai profesi medis sendiri. Tenaga medis bukanlah satu kesatuan homogen. Mereka memiliki karakteristik yang berbeda tergantung pada spesialisasi yang berbeda, senioritas, lokasi geografis, di samping ada pula perbedaan karakter pribadi and filosofi/nilai yang dianutnya. Diversifikasi ini harus dipahami karena ini berarti ada berbagai kelompok tenaga medis yang berbeda yang berkepentingan dalam pengambilan kebijakan medik terkait program pelayanan baru/tambahan, teknologi baru yang akan diadopsi atau reorganisasi sistem pelayanan.

Di level meso, kebijakan medik yang diambil untuk memenuhi tujuan suatu program juga tidak kurang kompleks. Misalnya, program akselerasi penurunan angka kematian ibu membutuhkan kebijakan medik yang melibatkan kebijakan-kebijakan terkait kesiapan berbagai jenis dan jumlah berbagai tenaga medis yang harus tersedia pada level primer, sekunder dan tersier; kebijakan atas berbagai profesi medis yang terkait; kebijakan yang memastikan adanya dukungan peralatan, persediaan, bahan habis pakai, obat dan alat kesehatan pada level primer, sekunder dan tersier; kebijakan terkait rujukan; kebijakan terkait pelayanan yang tercakup dalam sistem pembiayaan, dan lain-lain.

Dengan demikian, semakin tajam peneliti dapat merumuskan isu kebijakan yang menjadi sasaran, dan di level apa kebijakan medic itu berada, maka semakin jelas pulalah target audiens dan para pemangku kepentingan/stakeholders dari kebijakan tersebut. Kemudian, peneliti dapat memulai membentuk tim untuk membantunya dalam menyusun strategi komunikasi, diseminasi dan advokasi yang bersifat dua-arah.

Modul berikutnya akan membahas mengenai keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat menyampaikan hasil penelitian dan advokasi kebijakan serta media apa yang dapat digunakan.

 

  Bahan belajar

A comparison of decision-making by physicians and administrators in healthcare settings,
Matheson, D.S and Kissoon, N., Critical Care, 2006, 10:163 

Mending the Gap between Physicians and Hospital Executives,
Waldman, J.D. and Cohn, K.H., in "The Business of Healthcare", Cohn, K.H and Hough, D.E (eds), Praeger: 2007.

 

  Tugas

Identifikasi sejak awal siapa target audiens dari kebijakan medik yang Anda susun. Semakin detil target audiensnya, semakin baik. Target audiens inilah yang akan menjadi target audiens dari rencana diseminasi And nantinya.

Misalnya:

  1. "Manajemen Rumah Sakit" adalah target audiens umum; yang lebih khusus misalnya "Direktur Pelayanan Medik", "Direktur Keuangan", "SMF bagian X", dan seterusnya.
  2. "Pemerintah Daerah" adalah target audiens umum; yang lebih khusus misalnya, "DPRD Komisi X", "Sekda", "Bupati", "Dinas Kesehatan bagian Kesehatan Keluarga", dan seterusnya.

 

 

 

 

Pengantar Modul 3

Pengantar Modul 3. Mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan
kepada pengambil keputusan

 

  Deskripsi

Pemanfaatan hasil riset kebijakan kesehatan merupakan salah satu isu yang berkembang dibicarakan di antara para analis kebijakan. Beberapa penelitian kebijakan dapat memberikan manfaat berupa temuan yang disitasi oleh peneliti atau penelitian lain. Namun beberapa peneliti lainnya bergerak lebih jauh dengan mencoba memasuki ranah proses pembuatan kebijakan. Menurut mereka, suatu kebijakan atau proses pembuatan kebijakan seyogyanya merupakan hasil atau setidaknya mendapat masukan dari hasil-hasil riset kebijakan. Dalam konteks inilah upaya mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan menjadi relevan.

Modul 3 akan membahas beberapa saluran yang dapat digunakan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan atau pemangku kepentingan (stakeholders) lain. Tanpa mengecilkan arti saluran lain yang ada dan ketrampilan lain yang dibutuhkan, modul 3 secara khusus akan membahas mengenai:

3.A Beberapa konsep dasar dalam penyampaian hasil (28 - 29 Mei 2013)
3.B Ketrampilan untuk menyampaikan hasil (30 Mei – 2 Juni 2013)
3.C Berbagai media menyampaikan hasil riset kebijakan

3.C.1 Policy Brief
3.C.2 Policy Paper
3.C.3 Policy Memorandum 

 

 

Modul 2.C.3. Lensa Etnografis

Modul 2.C.3. Lensa Etnografis

 

  Tujuan Pembelajaran
 

  1. Memahami prinsip Lensa Etnografi
  2. Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi lensa etnografi

 

  Isi Modul

Pendekatan klasik dalam etnografi umumnya melibatkan masa kerja di lapangan yang panjang, imersi dalam kehidupan sehari-hari pada suatu setting melalui observasi, interaksi, berdiskusi dengan anggota dari suatu dunia sisal tertentu dan mempelajari berbagai dokumen dan artefak. Dokumentasi yang dihasilkan berupa sintesis batas impresi peneliti yang terekan dalam catatan lapangan, observasi atau data wawancara – seringkali dalam bentuk tulisan tangan, namun semakin sering dijumpai terdokumentasi dengan bantuan alat perekam.

Pendekatan etnografi klasik jarang diterapkan dalam penelitian kesehatan bukan hanya karena kendala waktu dan operasional, namun juga terkait benturan dengan pendekatan positivist dalam sebagian besar penelitian kesehatan. Meskipun demikian, berbagai variasi etnografi tradisional yang dilakukan oleh antropolog ataupun sosiolog kedokteran sesungguhnya dapat memberikan pencerahan untuk pemahaman isu kebijakan dan sistim kesehatan:

  1. Etnografi yang mengikuti kehidupan individu-individu atau kelompok-kelompok yang memiliki kondisi kesehatan tertentu telah mengembangkan pemahaman kita atas bagaimana dan mengapa mereka terhambat (atau terfasilitasi) dalam upaya mereka memanfaatkan layanan dan mengelola kondisi mereka.
  2. Etnografi yang secara eksplisit berfokus pada praktisi dan sosialisasi profesional mereka dalam sistim kesehatan memperjelas feasibilitas dari suatu intervensi sistim kesehatan yang mengasumsikan (atau merubah) hirarki profesional atau pola kerja tertentu.
  3. Etnografi yang berfokus pada organisasi mengkaji bagaimana aktifitas kerja membentuk dan mepertahankan institusi, menganalisis prosedur ideologis yang membuat proses tersebut akuntabel dan mengeksplorasi bagaimana proses kerja berhubungan dengan proses-proses sosial yang lain. Dalam konteks ini, lensa etnografi dapat menjelaskan bagaimana struktur formal organisasi dipengaruhi oleh sistim informal yang dibentuk oleh individu-individu dan kelompok-kelompok dalam organisasi.
  4. Etnografi juga dapat berfokus pada kontroversi atau perdebatan untuk memperjelas benturan antara retorika dan praktik dalam hubungan-hubungan sistim kesehatan.

Peneliti kebijakan dan sistim kesehatan dapat mengambil manfaat dari etnografi klasik untuk memahami bingkai teoritis dan konteks sosial, politis dan historis perumusan kebijakan serta kajian kritis atas bagaimana kebijakan diterjemahkan dalam sistim kesehatan lokal. Pendekatan etnografi juga dapat diaplikasikan dalam studi dengan waktu terbatas untuk menghasilkan analisis yang kaya dan mendalam akan hubungan antara kekuasaan, pengetahuan dan praktik dalam sistim kesehatan dan bagaimana upaya perubahan dapat memberikan hasil yang berbeda dalam kondisi yang berebeda . Dengan demikian lensa etnografidapat bermanfaat dalam studi yang bertujuan mengeksplorasi dan menjelaskan pengalaman-pengalaman seputar kebijakan dan sistim kesehatan.

Kualitas studi etnografi berpijak pada tiga karakteristik utama metodologis:

  1. Mengadopsi metode-metode yang terbuka, mendalam dan fleksibel untuk menangkap berbagai dimensi dan memberikan perhatian utama pada perspektif dan pengalaman responden. Beberapa peneliti secara khusus melakukan triangulasi untuk meningkatkan validitas, namun juga untuk mengeksplorasi berbagai perspektif.
  2. Analisis interpretatif, menempatkan makna suatu kebijakan dan praktik sistim kesehatan dalam konteks sosial, politik dan historis.
  3. Refleksi posisi peneliti terhadap fenomena yang dikaji, menjelaskan bagaimana posisi mereka sebagai peneliti dan observer-partisipan (dalam kasus tertentu) membentuk area minat, pertanyaan dan lensa interpretatif.

 

  Bahan belajar

Béhague&Storeng (2008) Collapsing the vertical-horizontal divide: an ethnographic study of evidence-based policymaking in maternal health.Am J Public Health.98(4):644-9.

 

 

 

 

Modul 2.C.1 Perspektif potong-lintang

Modul 2.C.1 Perspektif potong-lintang

 

  Tujuan Pembelajaran
 

  1. Memahami prinsip perspektif potong lintang
  2. Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi perspektif potong lintang

 

  Isi Modul

Studi-studipotong lintang dapat bertujuan untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan atau menjelaskan suatu fenomena pada suatu titik waktu. Karakteristik ini yang memdedakannya dengan studi longitudinal dan studi lain yang mendeskripsikan atau menganalisis perubahan seiring dengan waktu, dan studi eksperimental yang melibatkan suatu intervensi. Karena studi lintas potong pada umumnya memerlukan sumber daya yang lebih sedikit dibanding dengan strategi penelitian lain, maka strategi ini paling banyak digunakan dan dilaporkan dalam HPSR.

Studi potong lintang meliputi spektrum perspektif disiplin yang luas dan metode yang bersumber dari tradisi positivist maupun relativist. Dalam studi potong lintang, pengumpulan data dapat menggunakan metode tunggal (kuantitatif atau kualitatif) hingga mixed (kuantitatif dan kualitatif) ataupun multi—metode (misal dalam studi dimana pentahapan metode postivist dan realtivist memungkinkan triangulasi pendekatan pengumpulan data, triangulasi epistemiologis, dan juga penggunaan data sekunder). Studi potong lintang yang menggunakan mixed-method memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan studi kasus, namun tidak berarti akan selalu mengikuti prosedur analitik yang sama.

Mixed-method dalam HPSR dapat digunakan untuk memenuhi beberapa tujuan, antara lain:

  1. Dalam proses pengembangan instrumen, wawancara kualitatif dapat mendahului pengembangan instrumen kuantitatif dimana belum dijumpai instrumen yang standar ataupun dikarenakan kekhususan konteks fenomena yang dikaji menuntut pendekatan yang lebih spesifik.
  2. Survey kuantitatif dapat dilakukan untuk mendapatkan sampling frame bagi pemilihan kasus dalam suatu studi kualitatif.
  3. Untuk mengembangkan analisis dan interpretasi, beberapa studi dapat ditriangulasikan untuk menghasilkan beberapa perspektif terhadap satu pertanyaan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berbeda.

Tergantung pada tujuannya, pengumpulan data dalam penelitian mixed-method dapat bersifat konkuren ataupun sekuensial (Cresswel & Plano-Clark, 2007). Temuan dari studi tersebut dapat berupa serangkaian praktik yang terkait dan disatukan untuk menghasilkan solusi permasalahan dalam situasi yang konkrit (Denzin & Lincoln, 1998:3). Komponen-komponen studi memberikan insight yang berbeda terhadap suatu fenomena dan dipadukan untuk menjelaskan fenomena tersebut.

Sebagaimana dalam strategi-strategi penelitian lain, validitas penelitian/trustworthiness dan realibilitas sangat penting dalam stud potong lintang, baik yang berbasis positivist maupun relativist. Kepentingan tersebut terutama dalam konteks HPSR yang bertujuan untuk menjelaskan dinamika dan hubungan yang kompleks antara pelaku-pelaku dan dimensi-dimensi sistim.

Validitas studi potong lintang dapat dipengaruhi oleh (Robson, 2002:171):

  1. Deskripsi yang kurang memadai/mencukupi atas fenomena yang dikaji
  2. Interpretasi yang bermasalah dikarenakan penggunaan data yang selektif dan pemaknaan yang dipaksakan terhdap data
  3. Penjelasan dikembangkan tanpa mempertimbangkan alternatif atau fakta yang bertentangan
  4. Kegagalan dalam menggunakan konsep atau teori dari referensi yang ada

Validitas studi potong lintang dapat diperkuat dengan (Pope & Mays, 2009):

  1. Triangulasi data, observer, pendekatan metodologis dan teori
  2. Member checking (meminta responden untuk memvalidasi temuan dan hasil analisis)
  3. Deksripsi detail metode pengumpulan dan analisis data
  4. Refleksi penulis (refleksi tentang bagaimana bias pribadi ataupun intelektual dapat mempengaruhi studi dan analisis

 

  Bahan belajar

Blaauw Det al (2010) Policy interventions that attract nurses to rural areas: a multicountry discrete choice experiment. Bull World Health Organ.88(5):350-6.

 

 

 

 

Pengembangan Keterampilan Advokasi

Pengembangan Keterampilan Advokasi

 

 Pengantar

Advokasi merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan. Proses advokasi ini sangat penting bagi para peneliti dalam mengkomunikasikan hasil kajian dan isu-isu penting, dilakukan dengan perencanaan strategis dengan target utama adalah pengambil kebijakan dan korporasi.

Advokasi bukan revolusi, namun lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem yang berlaku. Keberhasilannya diperoleh bila proses dilakukan secara sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap dengan tujuan yang jelas, untuk mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik.

Keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi tim peneliti. Peningkatan keterampilan komunikasi dapat membantu tim untuk meningkatkan kinerja, khususnya dalam melakukan advokasi.

Dalam modul ini dibahas penyelenggaraan advokasi yang direncanakan dan dilakukan dengan strategi yang tepat antara lain dengan menetapkan tujuan, fungsi dan monitoring, menentukan siapa yang akan melaksanakan, serta perlunya melakukan mengembangkan jaringan untuk melakukan advokasi.

 

  Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan dapat lebih memahami keterampilan advokasi yang diperlukan dalam penyampaian hasil penelitian kepada pemangku kepentingan dan pengambil keputusan.

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mempelajrai modul ini, peserta akan:

  1. Memahami langkah-langkah kegiatan advokasi
  2. Memahami keuntungan dari jaringan (networking) dalam kegiatan advokasi
  3. Mampu mengidentifikasi jenis kebijakan dan keterampilan advokasi yang mendukung

1. Kerangka Kerja Advokasi

  • Perencanaan

Bagian terpenting dari advokasi adalah aspek perencanaannya. Sebuah perencanaan lengkap yang kita sebut sebagai kerangka kerja (framework) advokasi yang mancakup hasil analisis kasus sesuai isu, aktivitas, dan situasi yang mempunyai peran dalam suatu advokasi. Kerangka kerja ini sangat diperlukan mengingat advokasi merupakan jalinan interaksi dari berbagai pihak, aktivitas dan situasi. Kerangka kerja advokasi terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu:

  1. Identifikasi dan memahami masalah, yang akan diangkat menjadi isu strategis. Kriteria penentuan isu strategis meliputi:
    1. masalah yang paling prioritas dirasakan oleh stakeholder lokal dan mendapat perhatian publik dikaitkan dengan hasil penelitian,
    2. masalahnya mendesak (aktual) dan sangat penting untuk diberi perhatian segera, jika tidak diatasi akan segera berakibat fatal di masa depan,
    3. relevan dengan masalah-masalah nyata dan aktual yang dihadapi oleh masyarakat (sedang hangat atau sedang menjadi perhatian masyarakat).

Daftar tolok ukur analisa isu strategis:

    1. Aktual : apakah isu ini sedang jadi pusat perhatian?
    2. Urgensi : apakah isu ini mendesak?
    3. Relevansi : apakah isu ini sesuai kebutuhan?
    4. Dampak positif : apakah isu ini sesuai dengan visi & misi kita?
    5. Kesesuaian: dapatkah konstituen kita berpartisipasi dalam isu ini?
    6. Sensitivitas: apakah isu ini aman dari dampak sampingan?
       
  1. Pemanfaatan data sebagai bahan advokasi
    Dalam tahap ini dilakukan pula pengumpulan dan analisis data untuk dapat mengidentifikasi dan memilih masalah serta dikembangkan dalam tujuan advokasi, membuat pesan, memperluas basis dukungan dan mempengaruhi pembuat kebijakan. Data hasil riset akademik yang dilakukan mendukung pelaksanaan kegiatan advokasi, terutama untuk memperoleh gambaran umum tentang situasi problematik, keadaan sarana prasarana, dan kebijakan yang berlaku termasuk kebijakan anggaran. Kegaitan advokasi juga ditunjang oleh pakar secara akademis sehingga menghasilkan daya dorong kuat karena akan bersifat mendesak kepada stakeholder (isunya terbukti merupakan kepentingan publik) sekaligus sahih secara ilmiah.
     
  2. Tentukan tujuan advokasi
    Penentuan tujuan diharapkan fokus pada satu tujuan kunci, yang merupakan pernyataan apa saja harapan yang ingin dicapai dengan melakukan advokasi, baik dalam hal kebutuhan-kebutuhan kepada pembuat kebijakan maupun hasil-hasil jangka menengah. Tujuan merupakan penyataan umum tentang apa yang diharapkan dan akan dicapai dalam jangka panjang (tiga sampai lima tahun), disusun dengan prinsip SMART: Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound
     
  3. Identifikasi target audiens
    Penentuan ini juga berkaitan dengan permasalahan yang ingin diatasi oleh komunikator melalui advokasi. Target audiens atau komunikan bisa merupakan kelompok-kelompok yang mewakili masyarakat umum ataupun yang mewakili pemuka masyarakat atau pengambil kebijakan.
    Siapa aktor kunci potensial, kita perlu melakukan analisis kepentingan mereka dan tingkat pengaruhnya. Sehingga menghasilkan matriks siapa-siapa yang mendukung, dapat diyakinkan, mungkin akan menentang, dan harus dinetralkan.
     
  4. Analisis SWOT
    Metode perencanaan strategi menggunakan analisis SWOT: Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats yang dirancang untuk membantu mengidentifikasi kekuatan internal, kelemahan organisasi atau kelompok dalam hubungannya dengan peluang dan ancaman yang ditemui dalam pelaksanaan kerja.
     
  5. Identifikasi peluang kerjasama :
    Organisasi / grup yang dapat menjadi patner:
    1. Institusi/organisasi atau individu yang memiliki komitmen terhadap tujuan yang sama
    2. Pengalaman dalam hal komunikasi (communication specialist)
  6. Peluang kerjasama ini dimaksudkan untuk membangun konstituen dalam hal mendukung keberhasilan advokasi. Semakin besar basis dukungan, semakin besar peluang keberhasilan. Kita perlu membangun aliansi dengan berbagai kelompok dan memanfaatkan berbagai media, antara lain membangun jejaring dengan organisasi melalui kegiatan-kegiatan bersama, pertemuan publik, media-media sosial, serta menggunakan jaringan berbasis internet.
     

  7. Agenda/aktivitas advokasi dan mengumpulkan/menyusun dokumen rencana strategi
    Penyusunan agenda kegiatan secara detail, terdiri:
    1. Rencana implementasi : tujuan yang akan dicapai per kegiatan, waktu pelaksanakan, melakukan apa oleh siapa, serta informasi yang mendukung
    2. Mengembangkan pesan dan memilih saluran komunikasi
    3. Anggaran kegiatan, sumber daya diperlukan untuk pengembangan dan penyebaran materi, perjalanan anggota tim peneliti untuk bertemu dengan pembuat keputusan dan menghasilkan dukungan, biaya komunikasi, dan keperluan logistik lainnya.
  • Pelaksanaan

Pelaksanaan advokasi mencakup banyak kegiatan, baik berurutan maupun serempak. Satu tujuan yang dapat diraih dengan melakukan beberapa hal secara serentak dan saling mendukung. Dalam pelaksanaannya setelah disusun kerangka kerja lengkap, kegiatan advokasi yang dapat dilakukan antara lain:

mod3-a

Berbagai pendekatan model komunikasi untuk mendefinisikan advokasi dalam mempengaruhi kebijakan publik dan masing-masing memiliki proses berbeda-beda, sebagai berikut:

  1. Legislasi, upaya yang dilakukan adalah di level legislatif dengan membangun payung hukum, misalnya legal drafting dan judicial review.
  2. Birokrasi, dilakukan untuk mengusulkan dan memperbaiki tata laksana suatu peraturan/payung hukum di level eksekutif pemerintah (melalui lobby, mediasi, audiensi, kapasitasi, dll) sehingga terjadi peningkatan pelayanan.
  3. Sosialisasi dan Mobilisasi, dilakukan untuk membangun suatu budaya (terutama budaya hukum) di masyarakat sebagai stakeholder utama (melalui pengembangan program komunikasi partisipatif, kampanye, penggalangan dukungan basis masa/networking, tekanan sosial, dll).

Gb. 1 . Proses advokasi melalui legislasi, birokrasi, sosialisasi dan mobilisasi

mod3-b

  • Evaluasi dan monitoring

Kegiatan evaluasi dan monitoring terjadi selama proses advokasi dilakukan, sebelum melaksanakan advokasi perlu ditentukan bagaimana akan memantau rencana pelaksanaannya. Dalam hal ini indikator sebagai ukuran kemajuan dan hasil yang dicapai, perlu dipersiapkan.Dapatkah kita secara realistis mengharapkan untuk membawa perubahan dalam kebijakan, program, atau dana sebagai hasil dari upaya? Secara spesifik, apa yang akan berbeda setelah selesainya kampanye advokasi? Bagaimana kita tahu bahwa situasi telah berubah?

Kegiatan advokasi yang sering kali dilakukan di lingkungan yang bergejolak. Seringkali, kita tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti setiap langkah dalam proses advokasi sesuai dengan model yang disajikan di sini. Namun demikian, pemahaman yang sistematis dari proses advokasi akan membantu advokat merencanakan dengan bijaksana, menggunakan sumber daya secara efisien, dan tetap fokus pada tujuan advokasi.

 

2. Membangun Jejaring

Jaringan komunikasi

mod3-cDalam kamus Bahasa Indonesia, jaringan komunikasi adalah sejumlah kegiatan komunikasi yang saling bertautan. Dalam jaringan komunikasi ini tidak hanya mencakup satu atau dua orang saja, namun lebih luas lagi yaitu antar kelompok/komunitas atau pun masyarakat luas. Jaringan komunikasi adalah penggambaran bagian proses komunikasi "how say to whom" (siapa berbicara kepada siapa) dalam suatu sistem sosial. Dalam menggambarkan komunikasi interpersonal, dimana terdapat pemuka-pemuka opini dan pengikut yang saling memiliki hubungan komunikasi pada suatu topik tertentu yang erjadi dalam suatu sistem sosial tertentu seperti sebuah desa, sebuah organisasi, ataupun sebuah perusahaan (Gonzales, 1993).

Kita dapat melakukan analisa terhadap jaringan berdasarkan unit analisis hubungan diantara individu-indivu. Suatu perangkat hubungan yang biasa disebut personal network. Istilah ini menunjukkan lingkaran pergaulan langsung seseorang pada suatu topik tertentu. Network seseorang dapat bervariasi tergantung pada topik yang didiskusikan, ketika individu-individu lebih sering berinterakasi satu sama lain daripada dengan individu-individu lain dalam suatu kelompok yang lebih besar, maka mereka telah membentuk sebuah klik.

Peranan jaringan komunikasi dalam proses perubahan perilaku

Dalam suatu jaringan komunikasi, terdapat pemuka-pemuka opini, yaitu orang yang mempengaruhi orang-orang lain secara teratur pada isu-isu tertentu. Karakteristik pemuka-pemuka opini ini bervariasi menurut tipe kelompok yang mereka pengaruhi. Jika pemuka opini terdapat dalam kelompok-kelompok yang bersifat inovatif, maka mereka biasanya lebih inovatif daripada anggota kelompok, meskipun pemuka opini seringkali bukan termasuk inovator yang pertama kali menerapkan inovasi. Di pihak lain, pemuka-pemuka opini dari kelompok-kelompok yang konservatif juga bersikap agak konservatif (Gonzales, 1993). Pada proses difusi, yaitu proses masuknya inovasi dalam suatu kelompok sehingga terjadi perubahan perilaku, hampir semua pemuka-pemuka opini menyokong perubahan.

Pada beberapa peranan jaringan komunikasi dalam perubahan kelompok/organisasi, seperti disampaikan di atas adanya klik yang muncul di suatu organisasi yang disebabkan adanya adanya persamaan-persamaan tertentu (karena adanya tipe homofili), seseorang dalam suatu organisasi bisa menjadi anggota dari beberapa klik. Klik yang terlalu banyak dalam suatu klompok/organisasi biasanya terjadi karena banyaknya perbedaan, dan dapat mengakibatkan perpecahan dalam suatu organisasi. Tetapi bila klik dapat diatasi maka perubahan yang positif dalam organisasi dapat dicapai.

Perkembangan jaringan seiring dengan perkembangan teknologi

Perkembangan teknologi kian pesat. Perkembangan teknologi yang signifikan menjadikan perubahan yang mulai merambah dalam tiap hal yang dijajaki dan diperdalami oleh teknologi. Perkembangan computer, sistem data, dalam hardware dan software, hingga ke perkembangan komunikasi. Dengan perkembangan demikian membuat manusia kembali beradaptasi dan menyesuaikan seiring dengan perkembangan tersebut. Teknologi pun mewabah ke jaringan informasi yang ada, sehingga menjadikan perkembangan komunikasi yang mengalami perubahan dalam pemanfaatan teknologi. Dalam perkembangan teknologi Indonesia, perkembangan teknologi dalam jaringan kian pesat dan sudah mulai terkenal hingga melekat di hati pengguna. Semakin banyak yang harus dipahami, semakin banyak yang harus diketahui dan banyak yang mengalami perubahan. Perkembangan teknologi dalam jaringan sudah dijajaki oleh para produsen ternama, bahkan sudah mengembangkan hingga memiliki jaringan tersendiri. Dengan hal seperti ini, membuat persaingan di dunia komunikasi dan teknologi semakin menarik. Tidak hanya itu, jaringan yang ada bahkan sudah bayak diakses dan mulai dikenal orang banyak tanpa dengan adanya publikasi.

Saat ini untuk melakukan suatu komunikasi sangatlah mudah karena banyak dukungan teknologi dalam berkomunikasi dengan komunitas kita ataupun masyarakat luas, teknologi memberikan kemudahan dalalm kegiatan kita sehari-hari khususnya membangun suatu jaringan komunikasi.

Kesibukan membuat kita tidak dapat berkomunikasi dengan mudah namun saat ini komunikasi tidaklah sesulit seperti waktu lampau, siapapun dapat lebih mudah berkomunikasi dengan komunitas atau keluarganya walaupun terbatasi oleh jarak yang sangat jauh. Teknologi menghilangkan kesenjangan ruang dan waktu.

Jejaring Sosial

mod3-d

Saat ini orang mulai berbicara santai mengenai net dan kemudian world wide web, mereka mulai menyadari bahwa mereka pun saling terhubung sama seperti komputer mereka. Hubungan-hubungan jelas bersifat sosial, hingga sekarang nyaris semua orang akrab dengan laman dan situs web jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, Linkedln, MySpace, DeviantART, Flickr, Friendster, Google, dan lainnya.

Social media membawa manfaat namun juga kerugian bagi penggunanya apabila tidak digunakan secara bijaksana. Nicholas dan James dalam bukunya Connected menjelaskan jejaring sosial sebagai barang indah yang rumit.

mod3-e

Gb. Jejaring. Nicholas A. Christakis & James H. Flower (2010)

Aturan dalam jejaring:

  1. Kita membentuk jejaring kita
    Manusia sengaja membuat dan merombak jejaring sosialnya sepanjang waktu, seperti tertulis dalam tipe jejaring homofili yaitu kecenderungan orang berkomunikasi dengan orang lain yang berkarakter sama. Kata homofili berarti "mencintai yang mirip".
    Memilih struktur jejaring dengan tiga cara:
    1. Berapa banyak orang yang berhubungan dengan kita
    2. Kita mempengaruhi seberapa akrab hubungan antar teman dan anggota keluarga kita
    3. Kita mengendalikan seberapa sentral diri kita dalam jejaring sosial
  2. Keragaman asal-usul sosial dan genesis dalam pilihan ini menghasilkan aneka ragam struktur jaringan dan menempatkan kita di lokasi unik dalam jaringan sosial.

  3. Jejaring kita membentuk kita
    Orang yang memiliki dan terlibat jejaring perilakunya akan dipengaruhi oleh jejaring itu sendiri. Orang yang tidak mempunyai teman akan punya kehidupan berbeda dengan orang yang mempunyai banyak teman.
     
  4. Teman mempengaruhi kita
    Dalam hal ini bukan hanya bentuk jejaring di sekeliling, namun apa yang mengalir melintasi sambungan-sambungannya. Biasanya orang mempunyai hubungan dengan berbagai bentuk dengan orang lain, dan setiap ikatan menawarkan kesempatan untuk saling mempengaruhi.
     
  5. Temannya teman mempengaruhi kita
    Dalam sebuah permainan 'pesan berantai', sebuah pesan dioper sepanjang rangkaian orang yang saling menerima dan menyampaikan. Pesan yang diterima tiap orang mengandung kesalahan yang dibuat oleh orang yang menyampaikannya. Hal ini mencerminkan bahwa orang meniru orang lain yang tidak berhubungan langsung dengannya, disebut sebagai penyebaran hiperdyadik. Sebagian hal mungkin tidak menyebar dengan cara demikian, namun lebih pada penyebaran fenomena yang lebih rumit. Misalnya jika kita akan menyuruh orang berhenti merokok tidak mungkin kita menggunakan pesan berantai, namun kita akan mengerahkan orang-orang yang tidak merokok mengerubungi seorang perokok.
     
  6. Jejaring punya kehidupan sendiri
    Sifat dan fungsi yang dimiliki dalam jejaring sosial tidak dikontrol atau disadari oleh orang-orang di dalamnya. Sifat tersebut dapat dipelajari dengan memahami dan mempelajari keseluruhan kelompok dan strukturnya, bukan mempelajari individu-individu di dalam secara tersendiri. Sifat yang dimiliki jejaring sosial ini adalah sifat emergen yaitu sifat-sifat baru yang timbul dari interaksi dan saling hubung antar bagian-bagiannya.

Berdasarkan aturan tersebut di atas secara emosional individu nilai positif yang dapat diambil antara lain adanya prinsip bahwa dukungan yang diberikan pasangan dapat banyak manfaat. Pasangan hidup saling memberi dukungan sosial dan saling menghubungkan dengan jejaring sosial yang lebih luas mencakup teman, tetangga, dan kerabat.

Cara bekerja Jaringan

Jaringan dapat dibentuk dan dimonitor melalui beberapa bentuk kegiatan, yaitu:

  1. Pertemuan tatap muka, dilakukan dengan menyelenggarakan melalui komunikasi interpersonal dengan stakeholder penting, diskusi/FGD, workshop dan seminar (diseminasi) untuk mendiskusikan hal-hal penting. Sampai saat ini bentuk kegiatan tatap muka cukup efektif karena berhadapan langsung dengan target audien yang tepat dan mendapatkan umpan balik secara langsung.
  2. Menggunakan media konvensional, melalui penyusunan opinisi, menyelenggarakan media briefing, dan broadcast (artikel, berita, opini) dengan melibatkan anggota jaringan yang akan dituju.
  3. Memanfaatkan media baru, dilakukan dengan membuat sites, email dan memanfaatkan jejaring sosial. Pada proses ini diskusi dan pembahasan dilakukan dapat secara terus menerus dengan melibatkan berbagai pihak. Metode ini cukup efektif karena mampu mengirimkan pesan ke target audiens dalam waktu yang relatif lebih cepat dan biaya yang tidak mahal.

Langkah dalam membangun jaringan

Berikut ini tips yang dapat dilakukan untuk membangun sebuah jaringan dan bagaimana meningkatkan pengelolaannya. Langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Identifikasi bidang program, tujuan dan kelompok minat untuk pengembangan jaringan
  2. Membangun hubungan melalui komunikasi yang tepat
  3. Membangun kesepakatan dengan pertemuan tatap muka antara manajemen puncak masing-masing lembaga
  4. Membahas bentuk dan mengembangkan jaringan, melalui analisis situasi
  5. Identifikasi sumber daya yang dibutuhkan
  6. Menetapkan pengukuran kinerja

Sedangkan untuk mengelola jaringan perlu dilakukan langkah monitoring dan evaluasi secara terus menerus untuk melihat keefektivitasan dan pencapaian tujuan. Untuk membangun jaringan yang bertahan lama dibutuhkan elemen esensial seperti saling menyajikan informasi terkini, saling percaya dan kebijaksanaan.

 

  Bahan Bacaan

National Association of Social Workers: Grassroots Advocacy Tools

Effective Advocacy Checklist

Children's Defense Fund: Advocacy That Works

American Planning Association: Effective Advocacy

 

 Tugas
 

  1. Identifikasi jejaring yang telah Anda miliki dan jejaring yang potensial untuk Anda. Apa minat utama mereka? Bagaimana Anda bisa mempergunakan jejaring ini untuk membantu kegiatan advokasi yang akan Anda lakukan?
  2. Buatlah sebuah rencana advokasi:
    1. Apa isu utama Anda dan tentukan sebuah tujuan advokasi
    2. Identifikasi siapa audien (primer dan sekunder) advokasi ini
    3. Identifikasi pihak pendukung dan pihak oposisi Anda, siapa yang akan dilibatkan dalam memperjuangkan kasus/isu tersebut dan sebagai apa posisi mereka dalam kasus ini?
    4. Buat pesan advokasi untuk anggota kunci dari audien target Anda, apa saja bentuk atau taktik pemanfaatan media yang bisa digunakan dan siapa saja sasaran penggunaan media tersebut?

 

  • slot resmi
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot