Modul 1d. Topik – Topik Prioritas dan Isu – isuPenting dalam Kebijakan Kesehatan
Modul 1d. Topik – Topik Prioritas dan Isu – isu Penting
|
Modul 1d. Topik – Topik Prioritas dan Isu – isu Penting
|
Modul 1c. Desentralisasi di Sektor Kesehatan dan
|
JUDUL RISETPengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin terhadap status kelahiran dan kejadian stunting baduta Indonesia (Analisis Data IFLS 1993 – 2007) DATA PENELITI
ABSTRAKLatar belakang. Pemerintah Indonesia telah merumuskan berbagai kebijakan untuk mengatasi masalah kesehatan dan gizi, diantaranya program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) yang diberlakukan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (SK Menkes RI) No. 1241/Menkes/SK/XI/2004 sebagai amanat UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Surat keputusan tersebut diperkuat dengan SK Menkes RI No. 56/Menkes/SK/I/2005 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM) Tahun 2005. Namun cakupannya masih rendah, hal ini diperkirakan akan berdampak pada kondisi status kelahiran dan status gizi baduta masih berada dalam angka yang memprihatinkan. Angka kejadian BBLR saat ini belum ada kecenderungan penurunan. Masalah lain yang juga menjadi masalah global adalah tingginya prevalensi balita stunting di Indonesia. Masalah status kelahiran dan stunting menunjukkan pentingnya fokus perhatian pada Ibu hamil, ibu menyusui, bayi baru lahir dan anak usia di bawah dua tahun (baduta) karena perionde ini merupakan periode kritis, yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi kerusakan bersifat permanen. Tujuan. Membuktikan pengaruh disparitas kepemilikan jaminan kesehatan masyarakat miskin terhadap status kelahiran dan kejadian stunting baduta Indonesia. Metode. Penelitian ini menggunakan paradigma positivist dengan pendekatan crossectional study berdasarkan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 1993-2007. Sampel adalah seluruh keluarga yang mempunyai bayi dan balita secara random terjaring dalam IFLS1 (1993) sampai IFLS4 (2007). Bayi dan baduta yang terpilih menjadi sampel dengan kriteria insklusi, yaitu: Anak Kandung, lahir hidup dan lahir tunggal, Anak tinggal dengan orang tua kandungnya (ayah dan ibu), Anak ditimbang berat lahir dan tersedia data umur kehamilan, Pada pelaksanaan IFLS1 anak berusia 0- 2 tahun, anak tetap hidup sampai usia 0-2 tahun. Analisis multivariat menggunakan regresi logistik untuk mengindetifikasi pengaruh kepemilikan jaminan kesehatan masyarakat miskin akan memperbaiki status kelahiran bayi dan kejadian stunting pada baduta Indonesia dengan mengontrol variabel konfounding.
|
JUDUL RISETPerancangan dan Penyusunan Naskah Akademik Untuk Kebijakan Pengangkatan, Penempatan dan Pemberhentian Dokter Spesialis di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu DATA PENELITI
ABSTRAKRumah Sakit Umum Daerah Curup merupakan satu-satunya rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Rejang Lebong dengan klasifikasi C. Berdasarkan Permenkes RI nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, standar dokter spesialis berjumlah empat, yaitu dokter spesialis obgyn, dokter spesialis anak, dokter spesialis dalam dan dokter spesialis bedah serta empat dokter spesialis penunjang medik. Kenyataannya, sejak berdiri tahun 1970 jumlah dan jenis dokter spesialis tidak pernah lengkap. Kondisi keterbatasan jumlah dan maldistribusi dokter spesialis di Kabupaten Rejang Lebong juga dirasakan sama di beberapa daerah Indonesia. Padahal pemerintah akan memberlakukan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU-SJSN) pada tahun 2014. Agar dana jaminan kesehatan yang diatur dalam UU SJSN tersebut termanfaatkan, maka dibutuhkan pemerataan tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, termasuk dokter spesialis. Tidak adanya kebijakan lokal mengatur tentang pengangkatan-penempatan dan pemberhentian dokter spesialis di Kabupaten Rejang Lebong merupakan penyebab terus terjadinya ketidaklengkapan dokter spesialis di Kabupaten Rejang Lebong. Tujuan penelitan ini adalah memberi masukan/rekomendasi dalam bentuk naskah akademik sebagai bahan penyusunan dan penetapan kebijakan pengangkatan, penempatan dan pemberhentian dokter spesialis di Kabupaten Rejang Lebong. Jenis penelitian ini adalah studi kasus disain tunggal melalui metode kualitatif yang bersifat eksploratif dengan menggunakan data sekunder dan data primer. Sasaran yang akan digali dari informan dan sekaligus menjadi core analysis penelitian ini adalah: menggali dan menganalisis persepsi informan mengenai latar belakang, pertimbangan filosofis, pertimbangan sosiologis, dan pertimbangan yuridiksi yang diperlukan untuk merancang dan menyusun naskah akademik sebagai cikal bakal peraturan daerah tentang pengangkatan, penempatan dan pemberhentian dokter spesialis di Kabupaten Rejang Lebong. Sample diambil secara purposive. Pemilihan sampel didasarkan pada unsur yang akan mempengaruhi dan unsur yang akan dipengaruhi/terpengaruh dalam penyusunan kebijakan publik tentang pengangkatan, penempatan dan pemberhentian dokter spesialis di Kabupaten Rejang Lebong. Sehingga, informan penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang akan mempengaruhi adanya kebijakan tersebut dan kelompok yang akan dipengaruhi/terpengaruh bila ada kebijakan tersebut.
|
JUDUL RISETImplementasi Kebijakan BOK Tingkat Puskesmas di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan 2012 (Studi Kasus di Kabupaten Sabu Raijua) DATA PENELITI
ABSTRAKSaat ini, pembangunan kesehatan terfokus pada upaya pencapaian target MDGs. Beberapa program prioritas dalam pembangunan tersebut adalah perluasan jaminan kesehatan; pemerataan akses terhadap pelayanan kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK); peningkatan upaya promotif-preventif; dan penanggulangan penyakit. Salah satu langkah strategis yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan itu yakni dengan mengeluarkan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan. Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi kenaikan anggaran kesehatan di tingkat pusat meskipun kenaikan tersebut belum mencapai ukuran 5% dari APBN. Ada fenomena yang menarik dalam konteks kenaikan anggaran tersebut. Secara faktual, alokasi anggaran belum mencukupi kebutuhan, namun di sisi lain penyerapan anggaran tidak mencapai 100% bahkan sebagian besar dari total alokasi anggaran lebih banyak diserap pada kuartal terakhir. Realitas ini mengindikasikan bahwa ada problem serius dalam pelaksanaan sistem kesehatan yakni inefisiensi. Fenomena yang sama juga terjadi dalam implementasi kebijakan BOK di daerah khususnya di Kabupaten Sabu Raijua. Pada masa uji coba Kebijakan BOK tahun 2010 dengan jumlah dana ± 30 juta rupiah untuk setiap puskesmas, namun jumlah yang terserap hanya 80%. Selanjutnya, pada tahun 2011 dan 2012 jumlah dana BOK yang dialokasikan makin meningkat dengan proporsi yang diserap tidak mencapai 100%. Fenomena ini kemudian menjadi semakin menarik karena peningkatan alokasi anggaran tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga serta sarana kesehatan. Hal ini akan secara kumulatif sangat mempengaruhi kinerja sistem kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pelaksanaan kebijakan BOK di tingkat puskesmas. Secara khusus untuk (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam pelaksanaan kebijakan BOK sekaligus (2) menilai efektivitas dari kebijakan BOK dalam pencapaian target SPM bidang kesehatan di tingkat puskesmas. Pertanyaan yang akan di jawab dari penelitian ini adalah (1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam pelaksanaan kebijakan BOK di daerah ? (2) apakah kebijakan BOK telah mampu memberi daya ungkit yang besar dalam pencapaian SPM bidang kesehatan ? Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan strategi penelitian studi kasus. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur selama ± 3 bulan yakni dari Bulan Maret sampai Bulan Mei tahun 2013 dengan pertimbangan tempat penelitian tidak bisa dijangkau pada musim hujan (Desember-Februari) karena gelombang laut yang ganas. Alasan pemilihan tempat di Kabupaten Sabu Raijua karena: (1) status kesehatan masyarakat yang rendah; (3) tergolong Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK); dan (4) kabupaten otonom baru yang masih memerlukan berbagai input melalui penelitian untuk pengambilan kebijakan dalam pelayanan dan pembiayaan kesehatan.
|
JUDUL RISETAnalisis Kebijakan Mengenai Merokok di Kota Makassar DATA PENELITI
ABSTRAKDi Kota Makassar sedang berlangsung pembahasan Ranperda Kawasan Tanpa Rokok yang diinisasi oleh anggota DPRD Kota Makassar. Naskah Ranperda telah diterima Badan Legislasi DPRD Kota Makassar sejak 24 Maret 2012, namun belum ditetapkan pada masa sidang tahun 2012. Alotnya pembahasan dan tekanan dari kelompok kepentingan menyebabkan molornya penetapan Ranperda menjadi Perda Kawasan Tanpa Rokok sehingga perlu dipetakan para aktor yang terlibat melalui sebuah penelitian. Tujuan penelitian untuk memetakan para aktor kebijakan dalam proses perumusan Ranperda Kawasan Tanpa Rokok dengan tujuan sebagai masukan bagi percepatan penetapan Ranperda menjadi Perda. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case study) dengan menggunakan analisis stakeholder. Clarkson membagi dua macam stakeholder yakni stakeholder primer dan stakeholder sekunder.
|
JUDUL RISETAnalisis Kebijakan Jaminan Kesehatan Kota Bengkulu Dalam Upaya Efisiensi Dan Efektifitas Pelayanan Di Puskesmas DATA PENELITI
ABSTRAKLatar Belakang Pemerintah Kota Bengkulu pada tahun 2009 mengeluarkan kebijakan dengan menerbitkan Peraturan Walikota Bengkulu Nomor : 20 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Biaya Jaminan Kesehatan Kota (Jamkeskot) Kota Bengkulu. Pengelolaan Jaminan Kesehatan Kota pada tahun 2010 dan 2011 di kelola oleh PT. Askes Cabang Bengkulu. Pada Tahun 2012 Peraturan tersebut diperbarukan dengan Peraturan Walikota Bengkulu Nomor : 13 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Biaya Jaminan Kesehatan Kota (Jamkeskot) Kota Bengkulu yang dikelola oleh Bagian Kesejahtraan Rakyat Sekretariat Pemerintah Kota Bengkulu. Jumlah Anggara pada tahun 2010 sebesar Rp. 1.200.000.000,- dengan jumlah rujukan 10.417 orang rata-rata Rp.115.196,- per orang, tahun 2011 anggaran Rp.999.960.000,- jumlah rujukan 8.333 orang rata-rata Rp. 120.000,- per orang dan tahun 2012 jumlah tagihan mencapai Rp. 3.000.000.000,- dengan jumlah rujukan 2226 orang atau rata-rata Rp. 1.347.708 per orang. Besarnya biaya pelayanan kesehatan rujukan di Rumah Sakit Umum Provinsi, dapat diefisiensikan dengan mengoptimalkan peran puskesmas sebagai pelayanan kesehatan kuratif dan promotif, preventif. Puskesmas di Kota Bengkulu mempunyai program pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat umum yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Pelayanan kesehatan gratis berdampak rendahnya motivasi pukesmas dalam memberikan pelayanan sehingga sering merujuk ke rumah sakit, maka peneliti tertarik menganalisis bagaimana kebijakan Jaminan Kesehatan Kota, Metoda Penelitian Jenis Penelitian ini non eksperimental atau disebut juga penelitian kualitatif, peneliti mengetahui peran Pemerintah Kota Bengkulu dan Badan penyelenggara Jaminan Kesehatan Kota terhadap upaya meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan di Puskesmas. Penelitian ini termasuk riset evaluasi, untuk mengukur/mengatahui pelaksanaan suatu kebijakan jaminan kesehatan kota, dan kebijakan program jumput sehat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bengkulu. Sedangkan berdasarkan tujuan, jenis penelitian ini eksploratif (penjelajahan), untuk menemukan area baru yaitu peran Pemerintah Kota, Badan Penyelenggara untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan di Puskesmas. Unit Analisis : 1) Puskesmas yang dipilih menjadi unit analisis sebanyak 6 puskesmas, kriteria : kunjungan yang tertinggi, menengah dan terendah 2) Penyelenggaran (PT. Askes dan Bag. Kesra); 3) Pemerintah Kota : Kelapa Bag. Kesra, Dinas Kesehatan Kota Bengkulu. Instrument adalah : 1) Pedoman Wawancara, buku catatan, Tape recorder dan kamera; 2) Chek list, 3) Kuesioner. Pengumpulan data dengan cara : 1) Wawancara; 2) Observasi dokumen, dengan mengunakan chek list.
|
JUDUL RISETStudi Pelaksanaan Kebijakan Perda Jaminan Kesehatan Daerah Sumatera Barat Sakato dalam Menghadapi UU SJSN dan UU BPJS Tahun 2012 DATA PENELITI
ABSTRAKJaminan kesehatan daerah merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang diselenggarakan sejak tahun 2007 yang tujuannya adalah untuk menampung masyarakat mendekati miskin yang tidak tertampung dalam kuota jamkesmas, pelaksanaan jamkesda dari tahun 2007 s/d tahun 2011 diatur dalam Peraturan Gubernur Sumatera Barat no 40 dan no 41 tahun 2007 dan setelah berjalan lima tahun namun masih banyak kendala dalam pelaksanaan jamkesda, dan mulai tahun 2012 pelaksanaan jamkesda mengacu pada peraturan Daerah no 10 tahun 2011 tentang penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Sumatera Barat sakato. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kebijakan Peraturan Daerah tentang Jaminan Kesehatan Sumatera Barat Sakato Tahun 2012. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analisis kebijakan dengan studi kasus yang bersifat retrospektif dengan pendekatan kualitatif .Pengumpulan data dilakukan di Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kota, PT Askes, DPRD, Bappeda, Rumah Sakit dan masyarakat pengguna Jamkesda. Data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam, sedangkan data sekunder didapatkan melalui telaah dokumen yang terkait pelaksanaan Jamkesda. Analisis data kualitatif menggunakan content analysis. Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah mengetahui kebijakan peraturan daerah tentang Penyelenggaran Jamkesda Sumatera Barat Sakato, khususnya dalam pemanfaatan Pelayanan Kesehatan / Kunjungan Jamkesda di PPK Jamkesda, Kepesertaan Jamkesda, sistem pendanaan dan pengorganisasian serta beberapa permasalahnya di PPK, kepesertaan dan pendanaan. Kata Kunci: pembiayaan kesehatan, penyelenggaraan jamkesda, perda jaminan Kesehatan Daerah
|