Reportase Kaleidoskop Kebijakan Kesehatan 2017 “Apakah Fragmentasi Sistem Pelayanan Kesehatan Semakin Parah?”

Di akhir tahun 2017, PKMK FK UGM menyelenggarakan pertemuan yang membahas mengenai kaleidoskop 2017 dan refleksinya. Topik kunci refleksi tahun ini adalah fragmentasi sistem pelayanan kesehatan yang terlihat semakin membesar. Sebagai pembukaan, Shita Listyadewi, PhD (moderator) mempersilahkan Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD memaparkan situasi sistem kesehatan di tahun 2017. Beliau menjelaskan ada 2 jalur dalam sistem pendanaan kesehatan yang tidak dikelola secara bersama, yaitu jalur 1 (UU Kesehatan, UU RS, UU Pemda) dan jalur 2 (UU SJSN dan UU BPJS). Di lain sisi, sistem sentralistik (BPJS Kesehatan) dan sistem desentralisasi (Kemenkes) justru menjadikan sistem kesehatan terfragmentasi. Beberapa contoh fragmentasi di pelayanan TB dan rumah sakit ternyata juga terkait dengan belum meratanya supply side, mismatch JKN, dan belum optimalnya peran Pemda. Penggunaan data untuk pengambilan keputusan juga belum ada koordinasi antara BPJS Kesehatan dan Dinkes di daerah.

Fragmentasi pelayanan TB dijelaskan lebih detail oleh Prof. Tjandra Yoga Aditama dan Prof. Adi Utarini dari aspek dinamika regulasi, revenue collection, pooling, dan purchasing. Prof Tjandra menyatakan bahwa fragmentasi dalam pelayanan TB bahkan sudah terjadi sebelum era JKN dan saat ini akhirnya semakin besar. Salah satu akibat dari fragmentasi yang ditekankan adalah inefisiensi pembiayaan, masih dijumpai out of pocket, belum optimalnya sistem rujukan dan mutu layanan TB. Dijumpainya kasus tidak semua pasien TB ditanggulangi dengan program saat ini bukan sekedar permasalahan koordinasi, melainkan juga belum terlibatnya sektor swasta dalam penanganan kasus TB. Di lain sisi, akses data JKN sangat terbatas dan tidak ada koordinasi antar 2-pool baik dari sistem pembiayaan maupun sistem pencatatan dan pelaporan. Dalam sesi diskusi juga muncul isu menarik bahwa fragmentasi juga dapat terjadi antara isu manajemen dan isu pelayanan.

Terkait dengan fragmentasi di pelayanan rumah sakit, Prof. Laksono menjelaskan bahwa isu pemerataan dan ketidakadilan masih menonjol. Salah satunya terlihat dari kesenjangan tingkat pemanfaatan klaim INA-CBG di rumah sakit antar daerah dan perkembangan rumah sakit yang masih terpusat di Jawa. Pada akhirnya akan berdampak pada masalah equity dan mutu pelayanan di rumah sakit. Bapak Anung dan tim provinsi DIY juga menekankan bahwa kesulitan mendapatkan data JKN tetap terjadi sampai saat ini. Keterbatasan data ini cukup menyulitkan pengambil keputusan untuk mengidentifikasi daerah mana yang paling berkontribusi terhadap mismatch JKN dan menentukan formula pembagian peran pusat dan daerah. Selaku Bupati Kulon Progo; dr. Hasto Wardoyo Sp.OG(K) juga menegaskan bahwa adanya fragmentasi seperti saat ini menjadi constraint dalam pemberian pelayanan. Situasi unlimited dalam pembiayaan kesehatan juga patut untuk dikaji kembali sampai tataran di perbaikan kebijakan yang menambahkan komponen peran dari Pemda.

Reporter : Budi Eko Siswoyo

 

Kaleidoskop Kebijakan Kesehatan Tahun 2017

JANUARI

PKMK mengawali tahun 2017 dengan bekal dari tahun 2016 dimana Riset Implementasi mengenai Pelayanan Primer di era JKN yang bekerja sama dengan Kemenkes dan USAID menemukan hasil menarik, yaitu insentif dari kapitasi yang belum efektif, dan keterpisahan Dinas Kesehatan dari sistem jaminan kesehatan. Kedua isu ini menjadi agenda penting di tahun 2017. Isu hubungan antara kebijakan JKN (UU SJSN dan UU BPJS) dengan sistem kesehatan di Indonesia menjadi topik yang menjadi bahasan di tahun 2017. Salah satu hal penting adalah mengenai kontradiksi antara kebijakan JKN yang mengggunakan sistem yang sentralistik dengan sektor kesehatan yang mempunyai prinsip desentralistik.

Disamping itu untuk Isu Kebijakan Kesehatan, PKMK FK UGM memulai tahun baru 2017 dengan menyelenggarakan seminar yang menjelaskan tentang teori monitoring evaluasi dan teknis analisis evaluasi kebijakan dan stakeholder. Selain itu, adanya Permenkes No. 4/ 2017 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam program JKN juga turut diusung menjadi bahan diskusi dalam seminar berikutnya.

 

FEBRUARI

PKMK melanjutkan serangkaian webinar yang di bulan Februari membahas ideologi dalam JKN dan posisi ideologi dalam monitoring dan evaluasi kebijakan JKN. Isu ideologi ini penting dalam konteks kebijakan JKN yang cenderung mempunyai paket-manfaat yang tidak terbatas, dalam situasi supply-side sistem kesehatan yang tidak merata, dan keadaan keuangan pemerintah yang tidak kuat untuk mendanai seluruh paket-manfaat.

link terkait

Pada bulan Februari 2017 dilakukan kunjungan ke Hanoi untuk membandingkan jaminan kesehatan di Vietnam dan Indonesia. Menarik yang terlihat, walaupun Vietnam merupakan negara dengan ideologi sosialis, paket-manfaat JKN tidaklah sebesar yang ada di Indonesia. Paket manfaat KB hanya diberikan ke masyarakat miskin. Masyarakat kelas menengah ke atas dipersilahkan untuk membeli sendiri.

link terkait 

 

MARET

Isu sentralisasi dan desentralisasi kebijakan jaminan kesehatan terus dibahas. Bersama dengan DJSN dan Jamkesos DIY, PKMK mendiskusikan kerja sama pusat dan daerah beserta tantangan dan peluang atas formulasi pembagian peran pusat dan daerah dalam perspektif keadilan sosial di era JKN. Kegiatan ini dilakukan bersama dengan diskusi di Propinsi Jawa Tengah tentang penggunaan data dari BPJS untuk perencanaan kesehatan. Dalam diskusi ternyata memang sampai tahun ke empat JKN dijalankan, staf Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Propinsi tidak dapat akses ke data BPJS untuk perencanaan. Di sini terlihat bahwa fragmentasi sistem pelayanan kesehatan terlihat dari terpisahnya data untuk perencanaan kesehatan. Hasil penemuan Riset Implementasi yang di lakukan pada tahun 2016 di Propinsi Sumatera Utara, DKI, Jawa Timur, Papua, ternyata juga dibenarkan di DIT, Jawa Tengah, dan Propinsi Riau.

Sebagai catatan dengan adanya BPJS, data FKTP swasta tetap tidak bisa dianalisis di Puskesmas Pemerintah. Lebih lanjut fungsi Puskesmas sebagai organisasi di level kecamatan yang mengurusi kesehatan wilayah menjadi tidak berjalan. Puskesmas berubah menjadi kontraktor BPJS.

Catatan:

  • Pada bulan ini ada satu wujud produk hukum yang terbit di bulan ini sebagai hasil koordinasi dua lembaga yaitu Peraturan Bersama Sekjen Kemenkes dan Direktur BPJS Kesehatan tentang petunjuk teknis pelaksanaan kapitasi berbasis komitmen pelayanan di FKTP.
  • Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI mulai menggiatkan sistem rujukan nasional, propinsi, dan regional dengan menggunakan teknologi telematika. Sampai tahun ke 4 kebijakan JKN, sistem rujukan belum tertata dengan baik.

Link terkait:

APRIL

Dalam membahas peranan Dinas Kesehatan dalam JKN, dengan konteks peranan BPJS dan jaringan pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah, dilakukan telaah terhadap peran purchasing. Dengan adanya dana yang masuk ke BPJS, maka terjadi dua aliran dana kesehatan, yang ke kuratif (terutama) oleh BPJS, dan yang preventif dan promotif ke Kementerian Kesehatan/Dinas Kesehatan. Dengan demikian ada 2 Purchaser besar yaitu Kemenkes/Dinas Kesehatan dan BPJS. Sebagai catatan Kemenkes/DinKes merangkap posisi sebagai Steward dalam sistem JKN. Peran strategic purchasing dan dinamika aktor kebijakan juga ditelaah oleh PKMK bersama Community of Practice dengan DJSN dengan dana dari USAID.

Catatan:

 

MEI

Merespon Peraturan BPJS Kesehatan No. 1/2017 terkait pemerataan peserta di FKTP maka PKMK mengundang pemateri dari BPJS Kesehatan untuk menjelaskan konsep kebijakan pemerataan kepesertaan beserta isu-isu menarik dari regulasi tersebut. Kebijakan pemerataan anggota di layanan primer dengan dasar 5000 peserta per satu dokter/FKTP ini dirasakan sulit diterima oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal ini memang terjadi situasi yang dilematis untuk pelayanan kesehatan primer pemerintah, apakah Dinas Kesehatan bertindak sebagai steward atau kontraktor FKTP.

Catatan:

  • Dalam rangka mendukung penyusunan kebijakan yang memperhatikan mereka yang di pinggiran, PKMK juga mengadakan seminar yang mengundang P2JK Kemenkes dan pakar hukum dari FH UGM.
  • Selain itu, diskusi mengenai provider payment juga mengundang para pakar dari Thailand untuk berdiskusi bersama di FK UGM.
  • Pada bulan ini juga lahir PP No. 17/2017 mengenai sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional. Namun PP ini sulit sekali digabungkan dengan perencanaan di BPJS.

Link Terkati:

 

JUNI

Konsep sentralisasi dan desentralisasi beserta implementasinya di era JKN menjadi salah satu topik seminar di bulan Juni untuk mendukung konsep pembagian peran pusat dan daerah. Seminar tersebut juga diikuti dengan pembahasan mengenai strategi penyusunan agenda kebijakan ke berbagai pihak eksekutif dan yudikatif.

link terkait

 

JULI

Pasca Kongres International Health Economics Association 2017, tim peneliti PKMK yang menghadiri kongres tersebut mengadakan knowledge sharing melalui webinar bersama para anggota community of practice, terutama membahas mengenai isu efisiensi pelayanan kesehatan dan tantangan di bidang ekonomi kesehatan yang dihadapi antar negara. Beberapa isu kesehatan yang dibahas dalam Postgraduate Forum on Health System and Policy 2017 juga disampaikan kepada community of practice di Indonesia. Pada bulan ini juga terbit Perpres No. 59/ 2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Dalam Perpres ini terlihat fungsi pemerintah daerah sangat penting dalam sektor kesehatan karena membutuhkan kerjasama lintas sektoral.

Link terkait

 

AGUSTUS

Bersama dengan PPSDM Kemenkes, DJSN, dan BPJS Kesehatan; PKMK memfasilitasi seminar yang mendiskusikan mengenai kondisi supply side di Indonesia, termasuk pentingnya distribusi dan kualitas SDM kesehatan. Pada bulan ini juga telah terbit Permenkeu No. 112/PMK.07/2017 tentang pengelolaan transfer daerah dan dana desa. Untuk merespon pencapaian tujuan pembangungan nasional melalui upaya sinkronisasi perencanaan dan penganggaran, selama bulan Juli-Agustus ini PKMK juga mengadakan serangkaian pelatihan refreshing terkait teknik pendampingan penyusunan sinkronisasi RPJMD-RPJMN.

Link terkait

 

SEPTEMBER

Setelah menyelenggarakan serangkaian kegiatan, PKMK kemudian memfasilitasi diskusi untuk draft akhir produk dari hasil pendampingan sinkronisasi RPJMD-RPJMN dari tim sinkronisasi kota Yogyakarta. Mulai bulan September sampai bulan Desember mendatang, tim PKMK juga menyelenggarakan blended learning strategic purchasing bersama pimpinan dan staf BPJS Kesehatan (Pusat, Depwil, KC) dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Link terkait

 

OKTOBER

Keberlangsungan program JKN: Tantangan dan Strateginya juga menjadi topik seminar PKMK yang mengundang Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan. Optimalisasi upaya promotif dan preventif dalam program JKN menjadi salah satu topik utama yang didiskusikan. Beberapa topik kemudian dirangkum dan difasilitasi untuk didiskusikan dalam forum nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia yang mengusung topik tentang monitoring kebijakan JKN dan pengalaman empirik dalam penyusunan kebijakan di level pusat dan daerah. Keputusan di FKKI bahwa tahun ke 5 sebaiknya segera dimulai Riset Evaluasi Kebijakan JKN yang diharapkan dilakukan secara independen.

Pada bulan ini isu mengenai Defisit BPJS semakin besar. Ada masalah dengan pendanaan yang mengakibatkan kegelisahan pengelola-pengelola RS. PERSI sebagai perhimpunan RS di Indonesia bersifat aktif dengan melakukan berbagai lobby.

Link terkait

 

NOVEMBER

Untuk melengkapi reportase Fornas JKKI yang diadakan bulan sebelumnya, PKMK menyusun newsletter yang salah satu bahannya adalah profil kesehatan Indonesia yang diterbitkan tahun 2017.

Sebagai hasil pendampingan sinkronisasi, pada bulan ini PKMK juga memfasilitas tim provinsi DIY untuk membahas draft akhir produk dari sinkronisasi RPJMD-RPJMN.

Link terkait

 

DESEMBER

PKMK mengadakan seminar dan webinar hasil kajian analisis kebijakan pembiayaan program pengendalian TB dalam konteks JKN di Indonesia. Beberapa pendekatan strategic purchasing juga digunakan dalam analisis hasil kajian. Untuk memperkaya metode evaluasi kebijakan, PKMK juga memfasilitasi webinar yang mengenalkan mengenai metode realist evaluation.

Masalah defisit BPJS diatas dengan pemberian dana dari pemerintah. Namun yang menarik adalah bahwa defisit dana akan diatasi dengan bagi hasil rokok. Kebijakan ini ditentang oleh IAKMI yang mengeluarkan himbauan kepada Menteri Kesehatan.

Link terkait

KLIPING BERITA

 

 

 {jcomments on}

Arsip Kegiatan Tahun 2018

JANUARI

PKMK mengawali kegiatan tahun 2018 dengan menganalisis data dan hasil kajian dari tahun-tahun sebelumnya, terutama terkait dengan perkembangan salah satu kebijakan publik yaitu program JKN. Dari sekitar Rp 58,3 T anggaran Kemenkes (2017), dukungan pembiayaan JKN mencapai Rp 25,5 T untuk pendanaan 92,3 juta peserta PBI. Kembali dialokasikannya pembiayaan JKN yang mencapai Rp 25,58 T di tahun 2018 juga turut menyikapi belum adanya kebijakan kenaikan iuran JKN. Salah satu webinar yang dilaksanakan PKMK UGM di awal tahun 2018 adalah Expert Meeting yang membahas strategi penguatan pelayanan primer untuk mendukung sustainabilitas JKN – Gatekeeper. Beberapa kebijakan utama yang didiskusikan yaitu Permenkes No. 23/ 2017 tentang Perubahan Kedua Permenkes 71/ 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN, Inpres No. 8/ 2017 tentang Optimalisasi JKN, dan Pemberlakukan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) terutama yang terkait dengan mutu pelayanan.

Link terkait kegiatan bulan Januari 

FEBRUARI

PKMK melanjutkan serangkaian webinar dan menjadikan beberapa isu kebijakan utama menjadi studi kasus pada program blended learning yang dilaksanakan. Salah satu forum diskusi yang digelar bersama dengan Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) membahas berbagai strategi untuk mengendalikan biaya dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat di era JKN. Kendala-kendala yang terindentifikasi dalam diskusi tersebut, diantaranya seputar kondisi defisit JKN, tunggakan pembayaran ke RS, stok obat, disparitas infrastruktur dan pelayanan kesehatan di daerah yang mengerucut ke beberapa strategi dan solusi seputar perbaikan supply side, kendali mutu dan kendali biaya, penguatan regulasi, kebijakan yang memudahkan pembayaran iuran bagi perusahaan, serta kerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk penegakan kepatuhan dan penegakan hukum.

Link terkait kegiatan bulan februari

 

MARET

Sejauh mana implementasi dan dampak Permenkeu No. 209/PMK.02/2017 Tentang Dana Operasional BPJS Kesehatan yang sebesar 4,8% dari DJS dengan jumlah paling banyak sebesar Rp. 3.768.829 miliar menjadi salah satu sorotan utama yang sering dibahas pada beberapa diskusi kebijakan. PKMK UGM juga turut mendiskusikan hal tersebut yang dihubungkan dengan masih tingginya kebutuhan pembiayaan layanan kesehatan kanker yang telah menggunakan dana JKN 2014-2017 sebesar Rp 2,8 T.

Setiap tahunnya, pembayaran obat mencapai 43% dari dana JKN; sedangkan kasus pelayanan kanker juga menyerap sekitar 17% dari dana JKN. Di lain sisi, penyebab out of pocket yang masih tinggi juga bukan hanya mengindikasikan regulasi dan implementasi yang masih kurang optimal, melainkan juga minimnya pengetahuan dari peserta JKN. Di lain sisi, menyikapi isu kebijakan publik lainnya maka PKMK menyelenggarakan blended learning untuk pelatihan analis kebijakan.

Link terkait kegiatan bulan Maret

 

APRIL

Menyikapi beberapa isu kebijakan yang terjadi, PKMK UGM mengidentifikasi dan mempertanyakan apakah adanya JKN telah meningkatkan pengeluaran kesehatan terhadap GDP di Indonesia. Bahkan data The Lancet : Trend Pembiayaan Kesehatan di Masa Depan menunjukkan skenario untuk Indonesia tahun 2040 yaitu 4% (THE per GDP). Di lain sisi, isu kebijakan lainnya yang teranalisis oleh PKMK seputar masih tingginya tunggakan iuran peserta JKN (terutama peserta mandiri), masalah verifikasi data antara Pemda dan BPJS Kesehatan, optimalisasi program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), sampai dengan implementasi verifikasi digital klaim, pembayaran provider dan trend kepuasan fasilitas kesehatan. Di periode yang bersamaan, program blended learning analis kebijakan yang diselenggarakan oleh PKMK UGM sedang membahas topik utama seputar analis kebijakan publik, dokumentasi saran kebijakan, konsultasi publik, dan advokasi kebijakan.

Link terkait kegiatan bulan April

 

MEI

Filantropisme untuk kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh PKMK UGM untuk menjawab kebutuhan pembiayaan kesehatan di Indonesia. Topik yang telah dibahas seputar perbedaan sistem pajak dan filantropisme yang turut menekankan bahwa filantropisme bukan pengganti sistem pajak. Sehubungan dengan monev JKN, PKMK bersama jejaring juga sedang merumuskan proposal untuk riset evaluasi kebijakan dan analisis kebijakan program JKN. Pelatihan yang ikut menyertainya juga terkait dengan perumusan policy brief di sektor kebijakan kesehatan. Di lain sisi, program blended learning perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan di era JKN juga dimulai yang diawali dengan pemaparan kebijakan perencanaan kesehatan nasional dan konsep penyelarasan kebijakan kesehatan di level pusat dan daerah.

Link terkait kegiatan bulan Mei

 

JUNI

Konsep filantropisme di era JKN yang diperkenalkan oleh PKMK UGM diharapkan dapat mendukung kebijakan pembiayaan kesehatan di Indonesia. Salah satu puncak kegiatan PKMK di bulan ini yaitu adanya diskusi yang membahas peran sistem filantropisme dalam pembiayaan RS di era JKN dan peran filantropisme dalam konser amal di sektor kesehatan. Pada kegiatan tersebut, PKMK juga berusaha mengidentifikasi beberapa kelompok yang dikategorikan menjadi jumlah filantropis kecil namun dapat mendonasikan dana besar dan jumlah filantropis banyak namun dapat mendonasikan dana kecil. Sehubungan dengan monev JKN, tim PKMK dan jejaring juga mulai mengidentifikasi program logic dan kerangka C-M-O untuk proposal evaluasi kebijakan JKN dengan menggunakan realist evaluation. Di lain sisi, secara bersamaan tim PKMK juga membahas isu strategis, sasaran, target program, arah kebijakan, dan strategi program dalam penyelarasan kebijakan perencanaan kesehatan di Indonesia.

 

JULI

Pasca mengikuti pertemuan evaluasi JKN dalam menyongsong universal coverage, tim peneliti PKMK yang hadir mengadakan knowledge sharing melalui webinar bersama para anggota community of practice. Beberapa poin yang disampaikan yaitu gambaran cakupan kepesertaan JKN yang diperkirakan mencapai 95% pada tahun 2019, gambaran peningkatan pemanfaatan JKN, dan trend peningkatan biaya pelayanan. Selain itu, tim peneliti PKMK juga mengikuti dan melaporkan forum ilmiah internasional 12th PGF on Health System and Policies di Malaysia dengan tema strategi pemanfaatan big data dalam manajemen dan kebijakan kesehatan.

PKMK juga memfasilitasi penyelenggaraan bedah buku terkait Analisis Kebijakan Kesehatan, Prinsip, dan Aplikasi. Beberapa kebijakan yang telah terbit dan dianggap menjadi awal dari kontroversi panjang, diantaranya : Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No. 2/ 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No. 3/ 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No. 5/ 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

Link terkait kegiatan bulan Juli

 

AGUSTUS

PKMK terlibat di dalam pertemuan ilmiah tahunan dan semiloka nasional IV KARS yang menjadi ajang berbagi pengetahuan, informasi, dan pemahaman terhadap standar akreditasi rumah sakit. Sebanyak 15 karya ilmiah terkait akreditasi, berikut solusi dan inovasi, dipresentasikan secara podium dan 50 karya ilmiah ditampilkan dalam bentuk poster. Kegiatan tersebut juga menyajikan 46 karya inovatif dari rumah sakit dimana tiga karya terbaik mendapat KARS Awards.

Beberapa forum ilmiah lain yang dihadiri oleh tim peneliti PKMK yaitu 3rd International Conference on Applied Science and Health yang diselenggarakan di Thailand dengan tema Addressing Global Health Challenges: Policy, Research and Practices dan 1st International Conference on Health Administration and Policy yang diselenggarakan oleh FKM Unair dengan tema Risk Management in Healthcare. Di lain sisi, adanya informasi APBN 2019 yang mengalokasikan anggaran kesehatan naik 200% maka salah satu yang digarisbawahi oleh tim peneliti PKMK yaitu Pemerintah melalui koordinasi 22 kementerian dan Lembaga sedang menargetkan penurunan angka stunting pada 2019 hingga ke angka 24,8 % dengan melakukan intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Sementara fokus intervensi pada 2019 akan dilakukan terhadap 160 kabupaten/ kota.

Link terkait kegiatan bulan Agustus

 

SEPTEMBER

Uji coba rujukan online sampai saat ini masih menjadi polemik di beberapa daerah di Indonesia. Oleh karena itu, isu tersebut kemudian masuk dalam salah satu kajian PKMK - penelitian evaluasi JKN Metode Realist Evaluation sasaran-5 bahwa uji coba rujukan online tersebut : disharmonisasi dengan Pergub DI Yogyakarta dan Provinsi Bengkulu tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan dan Rujukan online diindikasi menurunkan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Di periode yang bersamaan, PKMK juga melaksanakan uji coba pedoman pencegahan kecurangan (fraud) JKN. Pedoman tersebut diujicobakan di 3 (tiga) Provinsi yaitu Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Uji coba bertujuan untuk penyempurnaan draft, rekomendasi perbaikan sistem dan regulasi, dan menyusun rekomendasi mekanisme pengenaan sanksi.

Di lain sisi, dalam rangka memotret skema pembiayaan belanja kesehatan 2010-2016, terbit Permenkeu No. 113/ 2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Program JKN. Kelompok IDI juga menyarankan selain pencairan dana cadangan dan pemanfaatan cukai tembakau, adanya penyesuaian iuran BPJS Kesehatan patut untuk dipertimbangkan. Terkait dengan pelatihan dan forum ilmiah, PKMK UGM juga memfasilitasi penyelenggaraan Forum Mutu Nasional - Indonesian Health Care Quality Network (IHQN) Ke XIV dengan tema Leadership dalam Peningkatan Mutu Layanan Kesehatan: Meningkatkan Efisiensi, Memenuhi Standar Akreditasi, dan Berperan Serta dalam Sustainable Development Goals / SDGs serta memulai serangkaian blended learning pelatihan dasar menjadi analis kebijakan.

Link terkait kegiatan bulan September 

 

OKTOBER

Tiga kebijakan yang sempat menimbulkan kontroversi panjang diikuti oleh berbagai diskusi panjang sejak bulan Juli dan akhirnya Perdirjampelkes BPJSK No. 2, 3, dan 5 tahun 2018 dibatalkan oleh MA karena dinilai bertentangan dengan sejumlah peraturan antara lain Pasal 24 ayat (3) UU No. 40/ 2004 tentang SJSN, Pasal 2 UU No. 24/ 2011 tentang BPJS, dan pasal 5 UU No. 12/ 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam rangka menjaga sustainabilitas JKN, PKMK UGM juga terlibat dalam pengembangan konsep uji coba model pembayaran global budget pada RS sebagaimana yang telah diterapkan oleh Inggris, Jerman, Belgia, dan Italia. Terkait dengan mutu pelayanan kesehatan, PKMK bekerja sama dengan WHO dalam penetapan strategi dan program nasional yang sekaligus menjadi rangkaian penyusunan National Quality Policy and Strategy (NQPS). Di periode yang sama, tim peneliti PKMK juga mengikuti dan melaporkan The Fifth Global Symposium on Health Systems Research di Liverpool Inggris.

Link terkait kegiatan bulan Oktober

 

NOVEMBER

Perpres No. 82/ 2018 tentang Jaminan Kesehatan akhirnya terbit dan mengatur seputar koordinasi antar penyelenggara jaminan sampai dengan penggunaan data BPJS Kesehatan, pengembangan sistem pelayanan kesehatan, kompensasi, peran Pemda, tunggakan iuran beserta denda, serta monev JKN. Dalam kesempatan ini, PKMK UGM juga menyelenggarakan Forum Nasional JKKI VIII yang mempaparkan hasil sementara capaian 8 sasaran peta jalan JKN dari studi kasus 7 provinsi. Tiga topik utama yang dibahas yaitu topik tata kelola, equity/ pemerataan pelayanan, dan mutu layanan kesehatan.

Tim peneliti PKMK UGM menjelaskan bahwa data JKN masih tidak mudah untuk diakses atau belum transparan serta peran Pemda masih belum ada dalam menurunkan defisit BPJS Kesehatan. Terkait dengan equity; pemerataan dan manfaat pelayanan kesehatan berjalan dengan baik di provinsi seperti DIY, Jateng, Jatim, sedangkan belum optimal di daerah lainnya seperti Sumatera Selatan, Bengkulu, Sumsel dan NTT. Mutu pelayanan kesehatan pun cenderung belum dapat mencapai % target yang ingin dicapai, karena sering berubahnya kebijakan dan keorganisasian yang belum tuntas tentang tugas dan kewenangan yang diberikan pada Tim TKMKB dan Anti-fraud.

Link terkait kegiatan bulan November 

 

DESEMBER

Menteri Keuangan meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit BPJS. Hasil audit awal BPKP terhadap BPJS Kesehatan ditemukan indikasi data kepesertaan ganda sebanyak 5,4 juta jiwa NIK yang sama. Walaupun demikian, Kemenkeu tetap siap mencairan dana suntikan ke BPJS Kesehatan dan ada indikasi bahwa usulan kenaikan iuran JKN telah diterima Kemenkeu sebagai solusi menekan defisit BPJS Kesehatan. Pada periode yang sama, tim PKMK juga memotret adanya Perpres mengenai WKDS yang dihentikan oleh MA karena telah dianggap melanggar HAM.

Dalam momen ini, PKMK UGM juga menyelenggarakan konsolidasi Nasional Penguatan Sistem Pencegahan Kecurangan (Fraud) pada JKN. Acara Konsolidasi ini bertujuan untuk memperkuat sistem pencegahan kecurangan (fraud) pada program JKN melalui urun rembuk nasional dengan mengumpulkan masukan, pendapat dan usulan ide untuk memperkuat sistem pencegahan fraud. Serta untuk mensinkronisasi kebijakan, regulasi dan program serta upaya konkrit yang harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan dari level pusat sampai ke daerah sehingga lahir kesatuan pikir dan kesatuan gerak untuk mencegah fraud yang terjadi dalam program JKN.

Link terkait kegiatan bulan Desember 

 

 

 

 

Kaleidoskop Kebijakan Kesehatan 2017

Kerangka Acuan Kegiatan

Kaleidoskop Kebijakan Kesehatan 2017:
Apakah Fragmentasi Sistem Pelayanan Kesehatan Semakin Parah?

LATAR BELAKANG

Tahun 2017 sudah mendekati akhir dan menjelang berakhirnya tahun Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan menyelenggarakan Kaleidoskop 2017 dan refleksinya. Topik kunci refleksi tahun ini adalah Fragmentasi Sistem Kesehatan yang terlihat membesar. Apa sebenarnya fragmentasi yang terjadi? Fragmentasi ini terjadi karena ada 2 kelompok Undang-Undang yang tidak “bicara” satu sama lain, yaitu Undang-Undang dalam ranah sistem jaminan sosial (UU SJSN dan UU BPJS) serta Undang-Undang dalam ranah kesehatan serta pemerintah daerah.

TUJUAN

  1. Membahas apa yang terjadi dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan di tahun 2017.
  2. Mendiskusikan fenomena perkembangan fragmentasi sistem pelayanan kesehatan dalam konteks adanya JKN.
  3. Membahas Refleksi keadaan di tahun 2017 dan dampaknya.
  4. Membahas konsep Reformasi Sektor Kesehatan.

PESERTA

  1. Peneliti, praktisi, dan akademisi dalam kebijakan kesehatan
  2. Mahasiswa S2 Kebijakan dan Manajemen serta IKM
  3. Anggota Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia
  4. Community of Practice di berbagai topik kebijakan.


  JADWAL KEGIATAN

Kegiatan diskusi ini akan dilaksanakan pada hari Kamis, 28 Desember 2017 pukul 12.30-14.30 WIB di Ruang Senat Gd. KPTU Lt. 2 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Adapun susunan acaranya, yaitu 

Waktu Acara

12.30 - 12.45

Pembukaan

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

12.45 - 13.00

Sesi 1: Perkembangan Situasi di tahun 2017

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

materi   video

13.00 - 13.45

Sesi 2: Fragmentasi Pelayanan TB

materi   video

Pembahas:

Prof. Tjandra Yoga Aditama (Mantan Dirjen P2PL) dan
Prof. Adi Utarini (Guru Besar FK UGM)

materi   video

13.45-14.15

Sesi 3: Fragmentasi di pelayanan RS

Pembahas: drg. Pembayun Setyaningastuti, M.Kes (Kadinkes Provinsi DIY)

materi   video

14.15-14.45

Sesi 4: Bagaimana mengatasi fragmentasi

Pembahas: dr. Hasto Wardoyo Sp.OG(K) (Bupati Kulon Progo)

materi   video

reportase 

INFORMASI

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website: http://kebijakankesehatanindonesia.net/ 

 

Monitoring dan Evaluasi Jaminan Kesehatan Nasional Menggunakan Realist Evaluation

Kerangka Acuan Kegiatan

Monitoring dan Evaluasi Jaminan Kesehatan Nasional Menggunakan Realist Evaluation

 

LATAR BELAKANG

Memasuki tahun kelima pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), berbagai variasi pelaksanaan ditemukan di daerah. Hampir seluruh puskesmas di Jakarta Timur berhasil memenuhi semua indikator Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan (KBKP). Hal ini sangat bertentangan dengan yang terjadi di kabupaten lainnya misalnya Tapanuli Selatan dan kota Jayapura yang sebagaian besar puskesmasnya hanya mampu memenuhi 1 dari 3 indikator yang ditetapkan. Serapan dana kapitasi, meskipun setelah adanya revisi Permenkes, masih sangat bervariasi bukan hanya antar kabupaten/kota melainkan juga antar fasilitas di satu kabupaten/kota. Hal ini menunjukkan seberapa resilient sistem kesehatan di satu daerah dalam menyesuaikan dengan perubahan regulasi dan situasi yang ada.

Setelah pelaksanaan JKN, terjadi perubahan besar dalam sistem pembiayaan kesehatan, yang membutuhkan perubahan yang menyeluruh pada aspek-aspek sistem kesehatan lainnya, misalnya: sistem pembayaran kepada fasilitas dan individu tenaga kesehatan, kesiapan pelayanan di fasilitas-fasilitas kesehatan, pengadaan obat dan peralatan kesehatan, hingga penjangkauan kepada peserta dan calon peserta. Satu perubahan pada program kesehatan membawa pada lahirnya atau berubahnya intervensi kesehatan lainnya. Semua hal terkait perubahan ini sangat dipengaruhi oleh konteks lokal di lebih dari 500 kabupaten/kota. Adanya variasi dalam pelaksanaan ini membutuhkan kebijakan dan regulasi yang terus beradaptasi menyesuaikan dengan perkembangan di lapangan; dan variasi ini masih kurang tertangkap secara ilmiah. Perumusan kebijakan ke depan membutuhkan penelitian yang sistematis dan berkelanjutan yang dapat menangkap konteks di masing-masing wilayah di Indonesia untuk memahami intervensi mana yang efektif, untuk daerah dengan karakteristik seperti apa dan dalam kondisi apa.

Dalam penelitian kesehatan, metodologi seperti randomized control trial (RCT) tetap dianggap sebagai gold standard penelitian yang dapat memberikan penilaian objektif terhadap efektivitas suatu intervensi, seperti obat baru atau vaksinasi serta lainnya. Namun, intervensi program kesehatan yang bersifat sosial atau program yang bertujuan untuk mengubah tingkat pengetahuan atau perilaku tidak dapat dievaluasi dengan pendekatan eksperimental seperti RCT karena tidak semua aspek di populasi yang dibandingkan dapat dikontrol, seperti halnya penelitian RCT. Intervensi kesehatan, misalnya seperti promosi kesehatan untuk meningkatkan utilisasi layanan kesehatan ataupun kebijakan kesehatan terkait sistem pembayaran justru bekerja dengan mekanisme-mekanisme tertentu dan mungkin hanya efektif di populasi dengan karakteristik tertentu serta dipengaruhi oleh berbagai konteks yang ada di populasi itu sendiri. Interaksi dari semua aspek ini justru yang akan mempengaruhi efektivitas program promosi kesehatan tersebut. Sehingga, tidaklah sesuai apabila evaluasi program sosial seperti ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan RCT.

TUJUAN

  1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman metode realist evaluation untuk monitoring dan evaluasi JKN.
  2. Memperkuat forum diskusi untuk mengembangkan penelitian dengan metode realist evaluation
  3. Menyelenggarakan penelitian bersama dengan metode realist evaluation yang merangkul institusi-institusi pemerhati kebijakan kesehatan di Indonesia

PESERTA

  1. Tim peneliti dan mitra universitas riset implementasi JKN di pelayanan primer
  2. Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia
  3. Peneliti di PKMK dan pusat KPMAK
  4. Mahasiswa

JADWAL KEGIATAN

Kegiatan diskusi awal ini akan dilaksanakan pada Jumat, 15 Desember 2017 di Laboratorium Leadership* pukul 13.00 – 15.00.

Adapun jadwal dari kegiatan ini yaitu:

Waktu Materi Narasumber
13.00 – 13.15

Pengantar: variasi pelaksanaan JKN antar daerah dan pentingnya penelitian yang menangkap konteks daerah yang terdesentralisasi

Moderator: Shita Dewi

Prof. Laksono Trisnantoro

13.15 – 13.45

Pengantar Realist Evaluation

materi

dr. Tiara Marthias

Dhini Rahayu Ningrum

13.45 – 14.00 Diskusi dr. Likke Putri
14.00 – 14.30 Aplikasi Realist Evaluation untuk Monitoring dan Evaluasi JKN

dr. Tiara Marthias

Dhini Rahayu Ningrum

14.30 – 15.00 Diskusi dan rencana tindak lanjut Prof. Laksono Trisnantoro

BIAYA

Kegiatan webinar ini didukung oleh project riset implementasi JKN di pelayanan primer.

Informasi pendaftaran:

Maria Adelheid Lelyana
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
081329760006 / (0274) 549425

 

 

Kajian Analisis Kebijakan Pembiayaan Program Pengendalian TB dalam Konteks Jaminan Kesehatan Nasional Indonesia

SEMINAR dan WEBINAR

Kajian Analisis Kebijakan Pembiayaan Program
Pengendalian TB dalam Konteks Jaminan Kesehatan Nasional Indonesia

 

PENGANTAR

Pembiayaan TB dari tahun ke tahun masih tetap tinggi, tetapi indikator TB tidak menunjukkan penurunan yang berarti. Berbagai cara telah dilakukan untuk melakukan perubahan yang signifikasi dalam rangka menurunkan angka penderita TB. Saat ini pembiayaan TB masih terfragmentasi menjadi beberapa sumber; pemerintah pusat (dengan dukungan donor seperti GlobalFund), pemerintah provinsi, dan pemerintah Kabupaten/kota. Dengan adanya JKN maka dana untuk program TB ada yang mengalir melalui BPJS Kesehatan. Berbagai aliran dana ini mempengaruhi efektifitas system pembiayaan kesehatan, tidak terkecuali pembiayaan progam TB. Pelaksanaan JKN selama 3 tahun ini diharapkan telah memberikan banyak informasi yang berguna bagi pengambil kebijakan dan masyarakat penerima manfaat JKN, khususnya yang terkait dengan program TB. Informasi ini dapat dimanfaatkan apabila dilakukan analisis-analisis yang mendalam terkait indikator-indikator pelaksanaan program TB dalam konteks aliran pendanaan TB di era JKN.

TUJUAN

  1. Memahami perubahan kebijakan khususnya pendanaan program TB sebelum dan setelah adanya program JKN, dilihat dari peran masing masing pemangku kepentingan (Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten Kota dan pendanaan lainnya).
  2. Analisis monitoring dan evaluasi perubahan yang terjadi dalam model pendanaan TB, setelah adanya program JKN, dilihat dengan menggunakan analisis health financing system (Revenue Collection, Pooling dan Purchasing).
  3. Melihat ke depan: Apa yang perlu ditindaklanjuti untuk efisiensi dalam pendanaan program TB kedepan?

UNDANGAN

  1. Kementerian Kesehatan (Biro Perencanaan dan Penganggaran)
  2. Kementerian Kesehatan (Direktorat Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit)
  3. Kementerian Kesehatan (Direktorat P2P, Subdirektorat P2P TB)
  4. Kementerian Kesehatan (Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan)
  5. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
  6. Anggota Komis Ahli Kebijakan Program TB
  7. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  8. Partners (WHO, KNCV, UNICEF, USAID, dll)
  9. Peneliti, praktisi (FKTP dan FKTL_, dan akademisi

AGENDA

Pertemuan ini akan diselenggarakan pada hari Senin, 11 Desember 2017 pukul 12.00-16.00 WIB; bertempat di Ruang Pertemuan MMR Jakarta, Gedung Granadi, lantai 10, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan dan Webinar langsung dari Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada.

Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut:

Link Webinar: https://attendee.gotowebinar.com/register/1907115400168227073 
Webinar ID: 853-455-387

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

PEMATERI

  1. Deni Harbianto SE
  2. Kasubdit P2 TB, Kementerian Kesehatan RI

Fasilitator: Prof. Laksono Trisnantoro MSc PhD

PEMBAHAS

  1. Dr. Pandu Riono, (Komisi Ahli TB)
  2. BPJS Kesehatan RI

SUSUNAN ACARA

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
12.00-13.00  Registrasi dan Makan Siang Panitia
13.00-13.15  Pembukaan dan Pengantar: Program TB dalam perspektif Monitoring dan evaluasi kebijakan JKN

Fasilitator:

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

 13.15-13.45

Sesi 1:

Kebijakan Program TB Nasional

Kasubdit P2 TB, Kementerian Kesehatan, RI
13.45-14.30 

Sesi 2:

Penyampaian Materi Hasil Kajian Analisis Kebijakan Pembiayaan Program TB dalam Konteks JKN

Pemateri

Deni Harbianto, SE

14.30-15.45  Pembahasan dan Diskusi

Pambahas:

  • Dr. Pandu Riono
  • BPJS Kesehatan
15.45-16.00  Penutup Fasilitator


INFORMASI & PENDAFTARAN

Yoga Prajanta
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting),

 

Akses Untuk Obat yang Berkualitas dan Terjangkau dalam Implementasi JKN di Indonesia “Ending the Vicious Cycle”

Akses Untuk Obat yang Berkualitas dan Terjangkau
dalam Implementasi JKN di Indonesia

“Ending the Vicious Cycle”

9 November 2017

Pada 9 November 2017, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bekerjasama dengan GP. Farmasi Indonesia dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) menyelenggarakan forum dialog Akses untuk Obat yang Berkualitas dan Terjangkau dalam Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia dengan tema “Ending the Vicious Cycle”. Acara ini diselenggarakan di Gedung Pakarti Centre, Jakarta Pusat.

Acara dibuka oleh Direktur Eksekutif CSIS, Philips J. Vermonte. Philips menyampakan bahwa isu kesehatan di Indonesia sudah menjadi salah satu isu yang sangat penting di CSIS. Forum ini dapat dijadikan sebagai wadah mengumpulkan para ahli, pembuat kebijakan, dan stakeholder sehingga dapat memulai melakukan riset dan mendiskusikan tentang isu kesehatan. Pihaknya juga menyampaikan bahwa isu kesehatan mengenai JKN sangat kompleks. Isu JKN bukan hanya terbatas pada kepesertaan saja, melainkan juga harus dikaitkan dengan koordinasi, kooperasi, investasi, dalam hal pengetahuan, waktu, instansi, dan lainnya.

9novv

Sesi 1

Sesi 1 : Perspektif Global dan Regional

suwwitSesi 1 menghadirkan tiga pembicara, yaitu Prof. Hans Hogerzeil dari University of Groningen, Netherlands dan Dr. Suwit Wibulpolprasert serta Ms. Woranan Witthayapipopsakul dari International Health Policy Program, Ministry of Health, Thailand. Moderator sesi ini adalah Prof. Dr. Tikki Pangestu dari Lee Kuan Yew School of Public Policy.

Prof. Hans Hogerzeil memaparkan perspektif global terhadap akses obat untuk JKN. Dalam paparannya, Hans menyampaikan bahwa suatu obat menjadi sangat esensial ketika obat tersebut sangat mahal tetapi banyak dibutuhkan. Konsep obat esensial adalah jangkauan terbatas pada obat-obatan esensial yang dipilih, yang mengarah pada layanan kesehatan yang lebih baik, manajemen obat yang lebih baik, dan biaya yang lebih murah. Definisi obat esensial yaitu obat yang memenuhi prioritas kebutuhan layanan kesehatan di masyarakat.

Dalam hal akses terhadap obat-obatan esensial yang ada, Hans menekankan bahwa pengobatan kronis seumur hidup dengan obat-obatan esensial murah untuk NCDs menyebabkan tingginya pengeluaran di bidang kesehatan, kebangkrutan, dan kematian. Hans juga menyampaikan bahwa kurangnya pemerataan obat-obatan esensial yang tersedia hanya bisa dikoreksi oleh pemerintah melalui asuransi kesehatan sosial dengan subsidi untuk masyarakat miskin. Perlu disadari pula bahwa pengaruh globalisasi dan kurangnya kontrol peraturan di negara berpenghasilan menengah ke bawah menyebabkan banyaknya obat yang tidak memenuhi standar di pasaran, sehingga perlu fokus pada penegakan hukum terhadap beberapa badan peraturan yang dipalsukan.

woranMateri selanjutnya dipaparkan oleh Dr. Suwit Wibulpolprasert dan Woranan Witthayapipopsakul mengenai pengalaman Thailand dalam memastikan akses terhadap obat-obatan yang terjangkau dan berkualitas untuk UHC/JKN.

Sistem JKN di Thailand mulai dibangun sejak 1975. Hingga sekarang, kebijakan obat nasional diperbarui setiap 5 tahun sekali. Setiap kebijakaan obat nasional yang dibuat akan ditranslasikan ke dalam daftar nasional obat-obatan esensial (National List of Essential Medicines – NLEM). NLEM adalah manfaat farmasi dasar yang menjadi hak warga Thailand untuk skema asuransi kesehatan utama JKN. Beberapa kriteria dalam seleksi NLEM antara lain kebutuhan kesehatan, efektivitas biaya, dampak anggaran, kelayakan pengiriman, dan pemerataan. Obat-obatan herbal dan obat-obatan dengan harga yang sangat mahal pun masuk ke dalam NLEM.

Thailand menggunakan harga standar sebagai harga referensi untuk pengadaan publik, mencakup obat-obatan modern, tradisional, maupun herbal. Penetapan harga standar bertujuan untuk memastikan harga yang wajar di bawah persaingan pasar.

Terkait dengan sistem pengadaan pemerintah, fasilitas umum harus mendapatkan obat-obatan penting yang diproduksi oleh organisasi farmasi pemerintah. Pengadaan dilakukan secara terpusat, melalui proses seleksi, spesifikasi, perkiraan permintaan, negosiasi harga, pengadaan dan distribusi.

Pelajaran yang bisa diambil dari sistem JKN yang diterapkan di Thailand adalah JKN meningkatkan daya negosiasi publik melalui harga referensi standar pembelian monopsonistik, pengendalian anggaran akhir yang efisien memotivasi rumah sakit untuk menggunakan obat generik yang dapat menghemat biaya dan manfaat industri local, sistem pengadaan dan tawar-menawar secara kolektif dapat menjamin akses yang terjangkau terhadap obat-obatan berkualitas, dan beberapa mekanisme ada untuk memperkuat industri lokal bersamaan dengan memastikan akses terhadap obat-obatan esensial.

{jcomments on}

The realist approach to policy implementation: How to capture the multilevel interactions that explain adoption, implementation and outcome?

Jean-Paul Dossou (Institute of Tropical Medicine, Belgium)
Brisbane, 24 Oktober 2017

Sesi ini memaparkan penelitian menggunakan pendekatan realisme untuk menilai atau mengevaluasi implementasi kebijakan di berbagai level. Menurut presenter sesi ini, dalam menilai implementasi kebijakan dengan pendekatan realist, dua hal harus dilakukan yaitu: (1) mendefinisikan secara jelas luaran atau outcome yang diinginkan serta; (2) konfigurasi C-M-O yang menjadi dasar pendekatan realist evaluation. Outcome kebijakan bisa berupa “penurunan angka mortalitas”, “tingkat akseptabilitas suatu program”, atau lainnya tetapi harus terdefinisi dengan jelas dan dapat diukur. Konfigurasi C-M-O juga harus jelas, misalnya mekanisme yang terjadi, konteks dimana suatu kebijakan diimplementasikan dalam hubungannya dengan outcome yang akan dilihat.

Sejumlah tantangan dalam mengevaluasi kebijakan dengan pendekatan realist evaluation yang dipaparkan dalam sesi ini berhubungan dengan:

  1. Outcome penelitian mungkin lebih sebatas evaluasi disain suatu kebijakan atau kelayakan kebijakan itu sendiri tetapi tidak secara langsung memberikan evaluasi hasil implementasi kebijakan itu sendiri. Hal ini dapat mengurangi nilai penelitian itu karena tidak mencapai tujuan evaluasi, yaitu apakah kebijakan ini berhasil/gagal di berbagai konteks yang berbeda saat diimplementasikan di subpopulasi yang berbeda pula.
  2. Posisi peneliti yang mungkin membatasi akses terhadap produk kebijakan ataupun data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Implementasi kebijakan juga ada di beberapa level, sehingga evaluasi kebijakan juga harus dapat menjelaskan berbagai konteks dimana suatu kebijakan mungkin berhasil atau justru gagal diimplementasikan serta untuk siapa saja kebijakan ini bermanfaat serta melalui mekanisme apa saja kebijakan ini berhasil. Realist evaluation ini berbeda dengan riset implementasi (atau implementation research) dimana ada beberapa tipe outcome, seperti (1) akseptabilitas, (2) fidelity atau seberapa implementasi kebijakan sesuai dengan disain awalnya, dan lainnya. Di dalam realist evaluation, outcome tidak hanya berhenti di akseptabilitas atau fidelity, misalnya, tetapi terus melihat outcome kebijakan itu sendiri di berbagai level dengan menggunakan sub-outcome (termasuk akseptabilitas, misalnya) sebagai bagian dari mekanisme kebijakan itu sendiri. Misalnya, outcome kebijakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang dilihat dari tingkat kompetensi penyedia layanan kesehatan mungkin cukup dapat diterima oleh pembuat kebijakan di level nasional dan provinsi (akseptabilitas) tetapi tidak untuk para petugas di lapangan ataupun masyarakat yang menerima layanan tersebut. Tingkat akseptabilitas yang berbeda ini kemudian dapat dijelaskan melalui berbagai mekanisme yang terjadi di level nasional, provinsi, serta di lapangan sendiri. Sehingga, outcome dari implementasi kebijakan sebaiknya dirumuskan dalam bentuk:

  • “apa dampak praktis (dari suatu kebijakan) yang ditimbulkan oleh mekanisme penyebab (proses implementasi) yang muncul di konteks tertentu?
  • Konstruksi yang merefleksikan langkah-langkah yang jelas dalam instalasi proses kebijakan
  • Merujuk pada kebijakan tertentu di level kebijakan tertentu pula
  • Hal-hal yang dapat memfasilitasi peningkatan pengetahuan

Dengan definisi di atas, tujuan evaluasi implementasi kebijakan dengan pendekatan realist evaluation adalah untuk “memberikan kerangka konsep implementasi kebijakan di berbagai level dan untuk menjelaskan mekanisme-mekanisme serta berbagai konteks dimana kebijakan tersebut diimplementasikan”. Dalam evaluasi ini, juga digunakan istilah level makro, meso, dan mikro untuk tingkatan implementasi kebijakan.

Sebagai contoh kasus, sesi ini menggunakan kebijakan yang berfokus pada persalinan seksio caesarea di Belgia. Hasil dari evaluasinya dituangkan dalam tingkatan seperti gambar berikut ini (diambil dari Marchal et al., 2013, link:

http://www.abdn.ac.uk/femhealth/documents/Deliverables/FEMHealth_RE_metho_reflections_Final.pdf 

nov1

Hipotesis / skenario untuk temuan riset kebijakan:

  • Macro-level:
    • Tujuan utama kebijakan di level ini: proses administrasi draft kebijakan berjalan lancar dan ditranslasikan menjadi program kesehatan
      • Namun, kebijakan juga bisa jadi dihambat pada tingkat ini dengan beberapa skenario kemungkinan:
        • Draft kebijakan diperbaiki dan diteruskan (skenario terbaik)
        • Draft kebijakan tidak diteruskan (skenario terburuk)
        • Diteruskan sesuai rencana
        • Diteruskan dengan pengurangan desain dari draft kebijakan
  • Meso-level:
    • Tujuan utama kebijakan di level ini: Program diadopsi oleh manajer fasilitas
      • Skenario kemungkinan:
        • Adopsi dan adaptasi kebijakan dan juga konteks fasilitas tersebut, dimana kebijakan disesuaikan dengan konteks dan juga konteks fasilitas dibuat agar dapat menjadi tempat implementasi kebijakan itu sendiri (skenario terbaik)
        • Kebijakan diadopsi tetapi tidak disesuaikan
        • Konteks tidak disesuaikan dengan kebijakan
        • Tidak ada adopsi kebijakan (skenario terburuk)
  • Micro-level:
    • Di tingkat ini, implementasi kebijakan dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan, pengguna layanan (pasien), dan keluarga pasien
    • Skenario kemungkinan:
      • Praktik kesehatan yang responsif terhadap perubahan kebijakan/program baru, dimana pelaksana program menyesuaikan diri dengan program baru dan sebaliknya, program disesuaikan pula dengan konteks baru (skenario terbaik)
      • Tidak terjadi implementasi di level mikro (skenario terburuk)
      • Implementasi mikro sesuai yang direncanakan
      • Implementasi tetapi tidak sesuai dengan kebijakan dasar

Dengan memetakan apa yang terjadi di setiap level di atas, outcome kebijakan bisa berbeda-beda (misalnya, terjadi skenario terbaik di level macro, tetapi di level meso tidak terjadi adaptasi kebijakan atau konteks yang tetap tidak sesuai untuk implementasi program baru). Hal ini akan lebih dapat memberikan gambaran detil apa saja mekanisme yang terjadi/tidak terjadi di setiap level serta bagaimana konteks implementasi kebijakan mendukung/menghambat implementasi kebijakan itu sendiri. Akan menarik untuk menggabungkan riset implementasi dan pendekatan realist evaluation ini untuk mengevaluasi program atau kebijakan kesehatan di Indonesia.

Reportase topik terkait:

Reportase oleh: Tiara Marthias & Dhini Rahayu Ningrum

 {jcomments on}