Reportase World Congress on Public Health - Hari 4

Part 1

Tantangan Mencapai Equity di Wilayah Asia Pasifik

shin yong sooShin Young-Soo, Direktur Western Pacific Regional dari World Health Organization mendeskripsikan situasi equity di wilayah Asia Pasifik. Pencapaian MDGs sebagian besar telah memenuhi target, tetapi inequity tetap terjadi. Terjadi perbedaan U5MR tergantung pada tingkat pendidikan, lokasi tempat tinggal. Populasi yang tidak pernah bersekolah selalu memiliki angka kematian tertinggi.

Western Pacific itu terdiri atas berbagai macam negara, mulai dari negara dengan advanced economies seperti Australia dan New Zealand, ada yang dalam situasi transition economies seperti China dan Mongolia, negara-negara middle-income countries di wilayah kepualuan Pasifik seperti Samoa, Fiji dan negara-negara yang memberlakukan sistem desentralisasi seperti Filipina.

Negara dengan advanced economies tentunya memiliki infrastruktur sosial yang baik dan mekanisme pembiayaan yang solid. Namun demikian, tetap ada kelompok populasi tertentu yang termarjinalisasi, misalnya saja di Australia yang selalu memiliki masalah inequity antara indigenous dan non-indegenous. Di negara dengan transition economies, misalnya China, telah terjadi perubahan penitikberatan penyelenggara kesehatan dari district level model of pelayanan primer menjadi komersialisasi dan privatisasi rumah sakit. Inequity antara miskin dan kaya semakin melebar.

Sementara itu negara-negara Pasifik kepulauan, misalnya Samoa, mengalami krisis SDM kesehatan karena tingginya brain drain dan ketersediaan SDM yang terkonsentrasi di rumah sakit. Ketergantungan pada donor tinggi dan ownership pemerintah nasional terhadap program-program kesehatan rendah. Tantangan terbesar saat ini yaitu meningkatnya insidensi penyakit tak menular serta melawan perubahan iklim dan dampaknya. Sedangkan untuk negara yang terdesentralisasi seperti Filipina, mengalami masalah sosial politik yang kompleks, terutama dengan adanya 1500 pemerintahan kabupaten/kota yang masing-masing memiliki kewenangan tersendiri. Pemerintah pusat menemui kendala besar dalam menerapkan kebijakan nasional ke seluruh kabupaten/kota di bawahnya.

WHO telah melakukan beberapa upaya untuk mempersempit jurang equity: salah satunya dengan mengkampanyekan universal health coverage (UHC). “Equity is a cornerstone of UHC. Dengan adanya UHC, akses kesehatan pada kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda akan lebih merata”, ujar Shin. Regional action agenda lainnya yaitu “Leaving no-one behind”, dengan equity sebagai konsep intinya dan SDGs sebagai indikator-indikator prioritasnya.

WHO telah memberikan dukungan untuk membantu negara-negara dalam menyusun peta jalan untuk mencapai UHC, meningkatkan kapasitas leadership dari pemerintah untuk berkomitmen pada pembiayaan untuk UHC, serta memberikan pedoman-pedoman untuk mengevaluasi pencapaian UHC dan SDGs. Adanya SDGs merupakan tantangan tersendiri bagaimana kita bisa merangkul lebih banyak pihak untuk mempercepat pencapaian SDGs itu sendiri.

Sebagai praktisi kesehatan masyarakat, apa tugas kita selanjutnya?

Ada 3 hal: informing, influencing, dan institutionalising. Informing: praktisi kesehatan masyarakat harus memahami kaitan antara social determinant of health dan health equity, memahami bagaimana sektor-sektor lain dapat turut berkontribusi serta prioritas-prioritas yang dimiliki sektor lain tersebut, serta memahami kebutuhan dari perspektif masyarakat. Influencing: praktisi kesehatan masyarakat harus memperkuat kemampuan untuk mengadvokasi dan menggandeng sektor lainnya, memobilisasi dukungan politik dan finansial, dan memanfaatkan adanya kebijakan dengan efektif. Institutionalising: praktisi kesehatan masyarakat secara aktif mengangkat isu-isu prioritas tertentu dan mendiseminasikan bagaimana upaya yang dapat ditempuh untuk mencapai target yang diinginkan.

Bagaimana pendidikan kesehatan masyarakat ke depannya?

Dengan tantangan yang ada saat ini, perlu membentuk para praktisi kesehatan masyarakat yang ahli dalam berkolaborasi, advokasi dan memperkuat proses pembuatan kebijakan. Tidak hanya ketrampilan untuk promosi kesehatan saja yang dipersiapkan bagi para calon praktisi kesehatan masyarakat, tetapi juga kemampuan untuk aware terhadap isu politik dan ekonomi yang berkembang, reseptif pada perkembangan terbaru serta responsif pada kebutuhan masyarakat.

Kesimpulannya, public health saat ini mau tidak mau dipengaruhi isu sosial dan politik, sehingga penting untuk memahami determinan-determinan dari equity dari aspek sosial, politik serta faktor lain yang jarang tersentuh sebelumnya, seperti aspek komersial. Inequity terjadi di mana-mana, tapi dalam bentuk yang berbeda-beda. Kita perlu cermat menganalisis apa bentuk equity yang terjadi di wilayah atau negara kita, dengan mempertimbangkan konteks dan situasi yang ada.

 

 

Reporter: Likke Prawidya Putri

  REPORTASE TERKAIT :

 

 

Reportase World Congress on Public Health - Hari 3

Part 1

Commercial Determinant for Health: Industri Alkohol dan Politik di Australia

Apa masalah kesehatan utama saat ini yang terkait dengan beban penyakit tidak menular? Ya, jawabannya adalah faktor risiko berupa gaya hidup tidak sehat. Selama ini kita berusaha menerapkan berbagai kebijakan tentang kawasan tanpa rokok, promosi pola makan dan olahraga yang sehat. Kita tidak sadar bahwa di balik semua itu terdapat raksasa industri yang secara ‘kasat mata’ menjadi tantangan terbesar kita. Sesi Plennary di hari ketiga ini menguak fakta-fakta bagaimana faktor komersial menjadi salah satu penentu penting status kesehatan masyarakat.

peter miller

Peter Miler dari University of Deakin mengangkat isu industri alkohol sebagai salah satu pihak yang ‘berkepentingan khusus’ yang memiliki vested interest. Saat ini marak asosiasi yang mempromosikan mengenai konsumsi alkohol dalam batas yang sehat dan aman, misalnya DrinkWise ataupun DrinkAware. Dengan adanya asosiasi tersebut, perilaku minum alkohol, yang termasuk gaya hidup yang berisiko, dianggap sesuatu yang aman untuk masyarakat. Namun demikian, kita tidak sadar bahwa industri alkohol sebenarnya memanfaatkan adanya asosiasi tersebut untuk membawa image positif pada produknya. Lebih parah lagi, terdapat beberapa penelitian yang didanai atau didukung oleh perusahaan-perusahaan tertentu, sehingga hasil penelitian yang ditampilkan kurang independent dan hanya melaporkan hal-hal yang mendukung industri. Hasil penelitian semacam ini juga sering tidak mencantumkan sponsor penelitian dalam acknowledgement-nya dan menuliskan bahwa tidak ada conflict of interest. Salah satu contoh penelitian tersebut yaitu adanya efek cardioprotective dari konsumsi alkohol dalam jumlah tertentu. Strategi lainnya terkait penelitian yaitu perusahaan-perusahaan ini mendanai penelitian tentang dampak konsumsi alkohol dalam jumlah sedang (moderate-level) saja tanpa melibatkan konsumsi alkohol dalam jumlah tinggi. Dalam salah satu penelitian, disebutkan intervensinya yaitu meminta responden untuk mengkonsumsi alkohol dalam jumlah tertentu.

Strategi kedua dari perusahaan ini yaitu dukungan kepada partai politik secara langsung maupun tidak langsung. Data di Australia menunjukkan bahwa partai-partai politik di Australia menerima dana cukup besar dari industri tembakau, alkohol dan gambling. Contoh lobi ‘halus’ lainnya yaitu begitu seringnya parlemen menyelenggarakan pesta atau pertemuan yang menyediakan minuman beralkohol yang disponsori oleh industri. Tak ketinggalan event olahraga yang disponsori oleh industri alkohol.

Strategi berikutnya adalah kemitraan dengan perusahaan lainnya, misalnya kerjasama antara DrinkWise dan Uber yang memfasilitasi layanan antar untuk minuman beralkohol. Di samping itu, adanya diversion tactic atau pengalihan yaitu dengan memberikan jargon yang terkesan aman misalnya bir rendah karbohidrat atau bir rendah kalori. Hal ini dilakukan juga industri rokok yang telah banyak mempromosikan adanya rokok rendah tar atau rokok untuk wanita.
Strategi lain yang cukup membahayakan yaitu dukungan industri pada media. Di Australia, Herald Sun, surat kabar yang terkemuka di Australia, mendapat pemasukan sangat besar per tahunnya dari iklan produk beralkohol. Dengan demikian media pun dapat ‘dibeli’ untuk menampilkan atau menyembunyikan informasi tertentu mengenai dampak alkohol bagi kesehatan. Strategi terakhir tapi tidak kalah berbahaya yaitu fenomena revolving door tokoh-tokoh politik yang setelah pensiun memasuki organisasi lobbying untuk alkohol ataupun industri ataupun sebaliknya. Misalnya mantan direktur pengawasan lisensi yang menjadi pimpinan di DrinkWise. Hal ini tentunya dapat sangat berpengaruh pada pengambilan kebijakan terkait alkohol di Australia.

Bagaimana dengan peran kita sebagai pemberi masukan? Penelitian, diseminasi dan menggandeng para tokoh politik harus dilakukan secara konsisten dan tidak mengenal putus asa. Peter Miller mencontohkan upaya yang dilakukannya untuk mengadvokasi tetapi ditolak mentah-mentah di depan publik. Meskipun media bukan menjadi ranah langsung dari kesehatan masyarakat, sangat penting untuk memastikan integritas dan transparansi dari media dalam menyampaikan berita tertentu. Di samping itu, kita perlu mendampingi pemerintah dalam memilah hasil-hasil studi yang ada untuk mendukung kebijakan ke depan.

 

Reporter: Like Prawidya Putri

  REPORTASE TERKAIT :

 

 

Reportase World Congress on Public Health - Hari 2

Part 1

Plennary hari kedua mengusung tema Sustainable Development Goals dan tantangannya di berbagai belahan dunia. Sesi ini diisi oleh ahli dari Afrika, Pasifik serta representatif dari World Health Organization.

Permasalahan Kesehatan di Dunia

Colin Tukuitonga day 2Dimulai oleh Profesor Alex Ezeh, Direktur Eksekutif dari African Population and Health Research Center (APHRC) yang menunjukkan bahwa angka prevalensi dan insidensi penyakit di Afrika mengalami penurunan bermakna, meskipun tetap lebih tinggi dibandingkan dengan rerata penduduk dunia. Afrika mengalami tidak hanya double, triple, tetapi quadruple burden of disease yaitu: tingginya angka kematian ibu dan anak yang gagal mencapai target Millenium Development Goals (MDGs), beban penyakit menular yang masih tinggi terutama Malaria dan HIV/AIDS, kecelakaan lalu lintas dan beban penyakit tak menular termasuk kesehatan jiwa.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi ini yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, bencana alam yang cukup sering terjadi, krisis pangan yang terus menerus terjadi akibat kemarau panjang, buruknya pengelolaan limbah, serta lemahnya sistem kesehatan. Tetapi yang cukup ironis adalah di saat media internasional menaruh perhatian pada bencana tanah longsor di Addis Ababa, ribuan penduduk Afrika meninggal setiap harinya karena pengelolaan limbah yang buruk. Ini adalah bukti di mana faktor lingkungan sebagai determinan kesehatan masih kurang diperhatikan.

Seperti hal-nya di Afrika, status kesehatan masyarakat di Pasifik pun mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir secara rerata, akan tetapi selalu berada jauh di belakang rerata negara-negara di dunia. Usia harapan hidup di Nauru, justru mengalami penurunan. Bertolak belakang dengan situasi Afrika yang sebagian besar masalah kesehatannya disebabkan oleh situasi dalam benua itu sendiri, permasalahan kesehatan di negara-negara Pasifik timbul karena situasi atau perilaku dari bagian dunia lainnya. “Wilayah Pasifik yang meliputi 1/3 bagian dari keseluruhan permukaan bumi dan didominasi wilayah perairan, saat ini mengalami ancaman besar dari climate change, tingginya polusi di wilayah perairan, dan overfishing, yang justru terjadi di wilayah lainnya tetapi dampaknya diderita oleh wilayah Pasifik”, ungkap Colin Tukuitange, Dirjen dari Secretary of Pacific Community.

Hal yang cukup ironis adalah dengan wilayah didominasi perairan, cakupan akses pada air bersih di wilayah Pasifik 40% lebih rendah dari seluruh penduduk di dunia. Masih terkait dengan faktor lingkungan, peningkatan permukaan serta tingkat keasaman air laut sebagai dampak dari climate change dapat mengancam keamanan pangan. Cuaca ekstrim yang juga dampak dari climate change, telah menyebabkan kerugian di negara-negara Pasifik yang dipengaruhi. Dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, terjadi 8 bencana alam berskala nasional yang menyebabkan beban biaya 2.6% sampai 64% dari total GDP per tahun negara yang terkena.

Ilustrasi di kedua wilayah di atas, Afrika dan Pasifik, menunjukkan betapa tingginya pengaruh lingkungan pada pencapaian kesehatan masyarakat.

Maria Neira day 2Maria Neira, Direktur Department of Public Health and Environment World Health Organization, menegaskan bahwa polusi udara merupakan kegawatdaruratan kesehatan masyarakat saat ini. Data menunjukkan bahwa Polusi udara menyebabkan 3.5 juta kematian di tahun 2012 dan polusi udara dari kegiatan rumah tangga menyebabkan kematian lebih dari 4 juta kasus di tahun yang sama. 41% penduduk dunia masih menggunakan kayu bakar atau batubara atau materi padat lain untuk kegiatan memasak, yang berkontribusi pada tingginya polusi udara indoor. Tingginya polusi udara berkorelasi dengan tingginya prevalensi penyakit pernapasan.

Di samping masalah polusi udara, permasalahan lingkungan lain pun semakin tinggi. 23% beban penyakit di seluruh dunia dipengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung oleh masalah lingkungan. Perubahan iklim menyebabkan turunnya produksi pangan, serta tidak adanya akses air bersih dan sanitasi menyebabkan tingginya prevalensi penyakit yang ditularkan melalui air dan/atau makanan. 1 dari 3 penduduk perkotaan tinggal di wilayah kumuh.

5 SDGs saat ini sangat terkait dengan lingkungan: SDG 2 tentang malnutrisi, SDG 3 tentang kesehatan, pelayanan kesehatan dan dampak determinan pada status kesehatan, SDG 6 tentang akses pada air bersih dan sanitasi, SDG 7 tentang akses pada sumber energi modern, dan SDG 11 tentang polusi udara di perkotaan.

Solusi ke Depan

Maria memaparkan: “Mengurangi polusi udara, serta mengatasi permasalahan lingkungan yang berdampak pada kesehatan, memerlukan kolaborasi antara penggunaan clean energy, perbaikan perumahan, tatakota yang ramah lingkungan dan efisien, sarana transportasi yang rendah emisi, serta sektor industri dengan pengelolaan limbah yang baik”. Beberapa aspek yang akan menjadi fokus utama intervensi di Afrika telah sesuai dengan konsep yang yakni: menekan perkembangan wilayah kumuh, memperbaiki pengelolaan limbah, serta mengatasi permasalahan lingkungan.

Sementara itu di Pasifik, “Selama ini perhatian tersebar pada berbagai permasalahan kesehatan, tetapi kita justru melupakan hal dasar, yaitu akses pada air bersih”, tutur Colin. Ke depannya, perlu lebih selektif dan fokus pada satu intervensi supaya lebih besar daya yang dikeluarkan. “Usaha apapun untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Pasifik tidak akan bermakna tanpa intervensi untuk meminimalkan dampak climate change. Kita harus mendukung Paris agreement”, tutup Colin.

Demikian juga yang ditegaskan oleh Maria Neira, bahwa game changer dalam dunia kesehatan masyarakat saat ini adalah “Energy”. Saat ini sudah ada Paris agreement, convention Minamata, dan berbagai dokumen kesepakatan lainnya, tetapi belum terlaksana dengan optimal. Di samping itu, 97% budget untuk kesehatan dialokasikan pada healthcare atau upaya kuratif, hanya 3% yang dialokasikan untuk mendukung upaya promotif preventif.

Inilah saatnya kita mulai mempromosikan pentingnya lingkungan yang sehat untuk mencapai status kesehatan yang lebih baik. Kita perlu menggandeng sektor swasta untuk lebih banyak berinvestasi pada isu-isu preventif dari lingkungan seperti: sanitasi, industri yang ramah lingkungan, tatakota yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesehatan serta energi yang terbarukan.

 

 

Reporter: Likke Prawidya Putri

  Reportase Terkait:

 

 

Reportase World Congress on Public Health - Hari 1

epi visible

We have voices, we have vision, it’s now time for action

Sesi pembukaan di hari pertama diisi oleh sederet akademia dan pemangku kebijakan di bidang kesehatan di Australia.
Profesor Helen Keleher, ketua dari kongres ini membuka dengan memberikan deskripsi dari kegiatan dalam 5 hari ke depan. Kemudian, diikuti oleh Michael Moore selaku Presiden dari WFPHA yang menjelaskan makna dari ‘voices, vision, action’ pada logo kongres ke 15 ini. Begitu banyak bukti-bukti penelitian yang ada dalam ranah kesehatan masyarakat, dari bukti-bukti yang ada kita mendapatkan satu idea atau nilai baru untuk diterapkan. Namun demikian, kendala utamanya adalah bagaimana menindaklanjuti atau melakukan ‘action’ dari hasil penelitian dan ide pemecahan masalah yang kita miliki.

Inti dari kesehatan masyarakat adalah solidaritas, ungkap Bettina Borusch. Bagus atau tidaknya program kesehatan masyarakat tampak dari bagaimana wanita dan grup minoritas menerima manfaat dari program tersebut. Solidaritas akan terwujud bila kita dapat mengajak pihak lain untuk bersama-sama mewujudkan suatu tujuan. Namun perlu diingat bahwa solidaritas bukan semata-mata mengajak pihak lain, sebagaimana pemerhati kesehatan mengajak lintas sektor untuk bersama-sama memperhatikan program kesehatan, tetapi juga memastikan bahwa lintas sektor atau pihak lain mendapatkan manfaat dari ajakan kita tersebut.

Pentingnya solidaritas dan mempertimbangkan semua pihak, khususnya masyarakat sebagai yang menikmati program dan kebijakan kesehatan. DeMichelle DeShong, CEO Australian Indigenous Governance Institute menceritakan pengalaman dalam membangun kesehatan masyarakat Aborigin dengan memperkenalkan konsep kemandirian. “Bukan self-government, tetapi self-governance”, ungkap DeShong. “Selama ini pemerintah memberikan dana untuk program tertentu untuk dikelola oleh masyarakat Aborigin, sebenarnya yang dibutuhkan bukan hanya dana tetapi kewenangan untuk memasukkan ide dan nilai budaya pada program yang ada”, lanjut DeShong lagi dalam sesi keynote speech.

Aksi Nyata Apa yang Benar-Benar ‘Nyata’?

Berbicara tentang aksi atau tindak lanjut nyata kebijakan kesehatan, sangat tergantung pada peran praktisi kesehatan masyarakat dalam meyakinkan pembuat kebijakan untuk menetapkan program tertentu. Melalui video conference, Tabaré Vasquez, Presiden Uruguay di periode ini, bertutur tentang keberanian Uruguay dalam mengambil aksi nyata mengurangi dampak buruk kesehatan akibat konsumsi tembakau. “Kanker merupakan penyakit yang dapat dicegah melalui edukasi dan komunikasi; merupakan tugas kita (praktisi kesehatan masyarakat) untuk memberi edukasi tersebut”, Tabaré menegaskan di awal sesinya.

Perusahaan Phillip Morris menghasilkan pendapatan lebih tinggi dari 2 kali GDP Uruguay dalam setahun, sementara tembakau menjadi salah satu penyebab tingginya belanja kesehatan di Uruguay. Pemerintah Uruguay telah menetapkan berbagai larangan, antara lain: larangan merokok di dalam ruangan di fasilitas umum, larangan promosi tembakau dalam bentuk apapun di semua media televisi, radio dan internet - termasuk untuk jenis rokok elektrik, larangan sponsorship dari perusahaan rokok, menghilangkan jargon rokok tipe tertentu yang mengusung konsep ‘light’, ‘menthol’ atau sejenisnya, merancang kemasan rokok dengan peringatan yang signifikan, serta pemungutan pajak rokok. Saat ini prevalensi perokok usia 13 – 17 tahun telah turun menjadi kurang dari 10%, insidensi infark miokard akut berkurang 22%, serta Uruguay mendapat keuntungan lebih dari USD100 juta berkat kebijakan tersebut. Inilah contoh keberanian Uruguay dalam ‘mengalahkan’ kekuasaan rokok.

Dr. Ilona Kickbusch, Direktur the Global Health Centre Geneva mengungkapkan aksi nyata di Finlandia dalam mengatasi determinan sosial kesehatan, yakni dengan menetapkan Universal Basic Income (UBI). Dalam skema UBI ini, pengangguran di Finlandia akan menerima uang tunjangan sebesar 560 euro per bulan, tanpa meminta pengangguran tersebut untuk melakukan apapun (unconditional). Skema ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pekerjaan masyarakat karena masyarakat akan lebih memilih pekerjaan dengan jaminan yang baik, menurunkan angka kemiskinan, yang pada akhirnya akan meningkatkan status kesehatan. Skema ini kabarnya akan diperkenalkan di beberapa negara di Eropa, antara lain Belanda, serta India.

Tantangan dari Dunia Politik

Dalam pidatonya yang tajam, Martin McKee, Presiden World Federation of Public Health Association (WFPHA) menyebutkan betapa sejarah telah banyak menceritakan bagaimana dampak politik pada kesehatan. Kita harus menerima dan menyadari bahwa isu kesehatan masyarakat sangat sering berbau politik. Dalam pidatonya yang bertajuk “Enemies of the People: Public Health in an Era of Populist Politics” memaparkan bahwa seorang praktisi kesehatan masyarakat harus lihai memanfaatkan skills dan knowledge-nya untuk mencegah para politisi melakukan hal yang buruk untuk kesehatan masyarakat. Kebijakan dan regulasi yang ditetapkan oleh para politikus, akan secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi kesehatan masyarakat, keluarga dan individu.

Sebagai contoh Brexit dan dampaknya pada kesehatan. Data menunjukkan bahwa 10% dokter, 16% bidan dan 5% perawat di UK berasal dari Uni Eropa. 20% dokter bedah di UK memperoleh pendidikan di Uni Eropa serta lebih dari 300 juta euro dana penelitian kesehatan dari Uni Eropa research fund telah dialirkan untuk institusi-institusi di UK sejak 2014. Terjadinya Brexit dapat berarti memperkecil atau menutup berbagai peluang yang ada untuk mencapai kesehatan masyarakat yang baik di UK. Sebagai praktisi kesehatan masyarakat, kita memegang kunci dalam: memberi wawasan mengenai suatu isu kebijakan kesehatan kepada pemangku kebijakan, menunjukkan dan menggarisbawahi konsekuensi dari kebijakan tertentu, serta senantiasa memeriksa fakta-fakta yang ada dengan memanfaatkan kemampuan analisis epidemiologi serta skills lainnya. “Epidemiologi dapat menjadi alat yang kuat untuk mengatasi determinan politik untuk kesehatan. Epidemiologi membuat yang tak terlihat menjadi terlihat”, tutup McKee.

What’s next?

Dalam sesinya ‘A time for hope: pursuing a vision of a fair, sustainable and healthy world’, Sharon Friel dari School of Regulation and Global Governance ANU melihat bahwa situasi saat ini penuh dengan keputusasaan, tetapi masih ada celah peluang yang dapat menjadi pengharapan. Dunia ini penuh dengan permasalahan pelik: manusia membunuh buminya sendiri dan banyak permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi yang seharusnya menjadi wahana mencapai tujuan malah menjadi tujuan itu sendiri. Namun demikian, kita perlu optimis bahwa ada peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan bersama, yang utama adalah pentingya ‘network of hope’. Network of hope, atau dapat juga disebut sebagai jejaring harapan, akan terbentuk saat sekelompok orang memiliki visi yang sama untuk memperbaiki keadaan. Pergerakan dan inisiatif yang diusung masing-masing kelompok tersebut akan semakin memperkuat dan memperlebar jejaring harapan. Satu aspek yang tidak boleh diabaikan yaitu kekuatan organisasi masyarakat sipil, yang dicontohkan dengan suksesnya program nutrisi global yang didominasi oleh organisasi masyarakat sipil dan donor. Menariknya, sangat sedikit peran dari sektor swasta dan industri. Di sinilah kekuatan praktisi kesehatan masyarakat untuk mampu menggerakkan masyarakat sendiri dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. “Kita adalah ‘penjual ide’ dan inovator yang kadang membuat kekisruhan. Evidence is power. Dengan analisis yang baik dari fakta yang ada, yang mengupayakan perubahan regulasi, merangkul berbagai aktor dengan jejaring yang terorganisir, maka kita akan mampu membuka pintu bersama-sama pada perubahan status quo di dunia kesehatan”, pesan Friel.

Reporter: Likke prawidya Putri

  REPORTASE TERKAIT :

 

 

Bedah Buku “The Republic of Indonesia Health System Review”

Term of Reference

Bedah Buku
“The Republic of Indonesia Health System Review”

  Pengantar

Buku The Republic of Indonesia Health System Review telah dipublikasikan oleh Asia Pacific Observatory pada Maret 2017. Publikasi ini merupakan bagian dari seri Health System in Transition (HiT). Seri HiT memberikan informasi yang relevan untuk mendukung para pembuat kebijakan dan menjadi bahan analisis dalam pengembangan kesehatan. Publikasi ini diharapkan dapat digunakan untuk mempelajari secara detil berbagai pendekatan dalam isu manajemen institusi kesehatan, pembiayaan kesehatan, sistem kesehatan, implementasi berbagai program kesehatan, juga sebagai alat diseminasi informasi dan berbagi pengalaman diantara pembuat kebijakan dan peneliti di berbagai negara.

Buku The Republic of Indonesia Health System Review terdiri dari 7 bab utama yaitu Pendahuluan, Organisasi & Tata Kelola Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan, Sumber Daya Manusia & Infrastruktur, Pelayanan Kesehatan, Reformasi Kesehatan, serta Penilaian Sistem Kesehatan. Berbagai materi dalam buku ini antara lain: gambaran komprehensif tentang perkembangan sistem kesehatan Indonesia selama 25 tahun terakhir, termasuk berbagai pencapaian di bidang kesehatan populasi dan berbagai tantangan dalam mengatasi meningkatnya penyakit tidak menular, hingga perkembangan program JKN serta disparitas yang masih tinggi.

Guna membahas berbagai materi dalam buku ini, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM menyelenggarakan Bedah Buku “The Republic of Indonesia Health System Review”.

  Tujuan

  1. Membahas buku “The Republic of Indonesia Health System Review”
  2. Menyoroti berbagai tantangan pada sistem kesehatan di Indonesia yang memerlukan analisis lebih mendalam


  Tempat

Kegiatan ini dilaksanakan pada :
Hari, Tanggal      : Selasa, 4 April 2017
Waktu               : 14.00 - 15.30 WIB
Tempat              : Ruang Teater, Lt.2 Gedung Perpustakaan FK UGM

Target Peserta

  1. Dosen-dosen FK UGM
  2. Mahasiswa/i S2 HPM FK UGM
  3. Konsultan dan Peneliti
  4. Dosen dan Mahasiswa/i dari luar FK UGM


  Agenda

Waktu Materi Pembicara
14.00-14.10 Pembukaan Moderator
14.10-14.25 Overview HiT

dr. Yodi Mahendradhata

14.25-14.40

Highlight Chapter 4

materi

dr. Tiara Marthias
14.40-14.50 Pembahasan

Prof. Laksono Trisnantoro

14.50-15.20 Sesi Diskusi
15.20-15.30 Penutupan Moderator

 

  

 

 

 

Workshop Strategi Penyusunan Agenda Kebijakan ke berbagai pihak: Eksekutif dan Yudikatif (1): Apakah akan Judicial Review ataukah Legislative Review

WORKSHOP

Strategi Penyusunan Agenda Kebijakan ke berbagai pihak: Eksekutif dan Yudikatif (1):
Apakah akan Judicial Review ataukah Legislative Review

  Pengantar

Seperti yang diketahui bersama, menurut Sabatier & Jenkins Smith (1993) dan Buse (2004) bahwa kebijakan dibuat dan dilaksanakan melalui tahap agenda setting, formulasi kebijakan dan adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Proses ini terlihat linear, tetapi dalam kenyataannya tidak linear bahkan 'muddling through' (Lindblom, 1959). Lembaga peradilan yang melakukan judicial review hanya bertindak sebagai negative legislator. Artinya, lembaga peradilan hanya bisa menyatakan isi norma atau keseluruhan norma dalam peraturan perundang-undangan itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Mereka tidak boleh menambah norma baru ke dalam peraturan perundangan yang di-judicial review. Dalam workhop kali ini akan bersama-sama mendiskusikan strategi penyusunan agenda kebijakan ke berbagai pihak.


  Tujuan

  1. Membahas strategi penyusunan agenda kebijakan JKN
  2. Membahas perbedaan judicial review dan legislative review
  3. Membahas peran judicial review dan legislative review dalam menyusun agenda kebijakan, kaitannya dengan Prolegnas

  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi


  Agenda

Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Jumat, 31 Maret 2017; pukul 13.30 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut:

https://attendee.gotowebinar.com/register/9182556347419898881  
Webinar ID: 278-489-371

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

Pemateri

  1. Shita Dewi, Ph.D
  2. Dosen Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada

Pembahas

  1. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D
  2. Bagian hukum - BPJS Kesehatan Pusat


  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
13.00-13.10  Pembukaan Moderator
13.10-13.30 

Sesi 1:

Strategi Penyusunan Agenda Kebijakan JKN

Shita Dewi, PhD

materi

13.30-13.50 

Sesi 2:

Peran judicial review dan legislative review dalam menyusun agenda kebijakan JKN

Rimawati, SH., M.Hum

Dosen Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada

materi

13.50-14.20 

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas

Rizzky Anugerah

BPJS Pusat: Kadep M. Regulasi BPJS Kesehatan

materi

14.20-14.50  Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00  Penutup Moderator


  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

 

 

 

Workshop: Protokol Penelitian Monev JKN – Tahap 2

WORKSHOP

Protokol Penelitian Monev JKN – Tahap 2

  Pengantar

Sesi ini merupakan kelanjutan dari workshop sebelumnya yang memfokuskan pada protokol penelitian monev JKN. Minggu ini dirancang untuk para peserta agar bisa menuliskan Bab I Pendahuluan dengan beberapa evidence data atau bukti-bukti atas pelaksanaan JKN dalam 3 tahun terakhir. Hal tersebut dapat memperkuat latar belakang mengapa evaluasi kebijakan JKN penting dilakukan. Contoh keberhasilan negara lain dalam suatu kebijakan juga dapat memperkuat pelaksanaan evaluasi kebijakan, termasuk beberapa hasil kajian literatur.


  Tujuan

  1. Mendiskusikan latar belakang evaluasi kebijakan JKN
  2. Mendiskusikan rumusan masalah dan tujuan dalam konteks evaluasi kebijakan JKN


  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi


  Agenda

Diskusi ini diselenggarakan pada hari Selasa, 28 Maret 2017; pukul 13:00 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. 

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

Pemateri

  1. dr. Likke Prawidya Putri, MPH
  2. Muhammad Faozi Kurniawan, SE. Akt., MPH


  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
13.00-13.10  Pembukaan Moderator
13.10-13.30 

Sesi 1:

Latar Belakang Evaluasi Kebijakan Program JKN

dr. Likke Prawidya Putri, MPH 
13.30-13.50 

Sesi 2:

Rumusan Masalah dan Tujuan Protokol Monev JKN

Muhammad Faozi Kurniawan, SE. Akt., MPH

materi

13.50-14.20

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas
  • P2JK Kemenkes
  • BPJS Kesehatan
14.20-14.50  Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00  Penutup Moderator


  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

 

 

 

Seminar Aspek Pendapatan Dokter dalam Jaminan Kesehatan Nasional

SEMINAR

Aspek Pendapatan Dokter dalam Jaminan Kesehatan Nasional

  Pengantar

Masih beredar pemberitaan bahwa sejumlah dokter dan tenaga kesehatan lain tidak puas terhadap sistem dan besaran pembayaran yang diterapkan dalam program JKN. Menurut Ajeng dalam detikHealth (2014), pasien tambah banyak saat JKN, pendapatan dokter seharusnya bisa meningkat. Di lain sisi, kemampuan dan kesehatan para tenaga medis juga tetap harus diperhatikan. Beberapa diskusi Community of Practice masih menengarai bahwa pembayaran tenaga kesehatan yang berjalan saat ini masih berdampak kecil terhadap peningkatan kinerja fasilitas dan individu. Insentif hanya sekedar meningkatkan kedisiplinan staf dari segi kehadiran dan jam kerja, namun belum ditemukan bukti yang kuat mengenai peningkatan motivasi dan kualitas kerja.

  Tujuan

  1. Membahas sistem pembiayaan dokter dalam JKN
  2. Membahas aspek pendapatan dokter dalam JKN

  3. Membahas peran strategic purchasing dalam JKN


  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi


  Agenda

Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Senin, 17 April 2017; pukul 13:00 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut: https://attendee.gotowebinar.com/register/8367047474122522627
Webinar ID: 402-167-475

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

Pemateri

  1. dr. Likke Prawidya Putri, MPH
  2. Dr. drg. Yulita Hendrartini, M.Kes, AAK

Pembahas

  1. P2JK Kemenkes
  2. BPJS Kesehatan pusat 


  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
13.00-13.10  Pembukaan Moderator
13.10-13.30 

Sesi 1:

Aspek pendapatan dokter dalam Program JKN

dr. Likke Prawidya Putri, MPH 
13.30-13.50 

Sesi 2:

Sistem pembiayaan dan peran strategic purchasing dalam program JKN

Dr. drg. Yulita Hendrartini, M.Kes, AAK
13.50-14.20

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas
  • P2JK Kemenkes
  • BPJS Kesehatan pusat
14.20-14.50  Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00  Penutup Moderator


  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

 

 

 

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • slot dana
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto togel 4D
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • slot 5000
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • toto macau
  • slot 5000
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • Situs Slot Gacor
  • Slot Demo
  • situs Slot Gacor
  • slot online
  • bokep
  • toto slot
  • Slot Demo
  • situs togel
  • bola slot
  • slot gacor
  • hitam slot
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • slot gacor
  • toto slot
  • akun demo slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • toto slot
  • slot88
  • situs toto
  • polototo