Reportase Hari 1
Jumat, 23 September 2016
Acara ini merupakan pertemuan yang mengundang berbagai ahli terkemuka dan praktisi yang berpengalaman dalam pelayanan kesehatan global.
Is Innovation and Leadership enough to address health care challenges (Dr. Richard Carmona)
Ada paradoks yang menonjol saat ini dengan adanya inovasi dalam pelayanan kesehatan namun di sisi lain peningkatan biaya kesehatan yang tinggi. Tingkat kemiskinan meningkat dan faktor-faktor social determinant menjadi semakin menonjol. Berbagai inovasi dalam teknologi kesehatan membuat pelayanan kesehatan dapat lebih efisien tetapi apakah hal ini berarti pelayanan kesehatan menjadi lebih affordable dan lebih accessible?
Pembicara menceritakan pengalaman pribadinya yang berasal dari keluarga sederhana dan perjalanan karirnya hingga akhirnya menjadi Surgeon General ke-17. Richard menyimpulkan bahwa konteks dan social determinant memang memainkan peran penting dan bisa menjadi tantangan besar, tetapi dapat pula menjadi driving force yang kuat.
Pengalaman di AS menunjukkan bahwa biaya kesehatan yang tinggi di AS (mencapai 19% dari GDP) hamper 75%nya terpakai untuk pelayanan curatives khususnya chronic disease. Ada dua faktor penyebab utama yaitu obesitas dan tembakau. Oleh karena itu, program Richard terfokus pada lima hal, yaitu preventif, preparedness, disparitas kesehatan, health literacy dan cultural competency. Pelajaran paling penting yang ditekankan adalah perubahan dan inovasi apa pun yang kita upayakan tidak akan bertahan apabila tidak ada engagement dengan publik, dan bahwa knowledge apapun yang dibangun dari pengalaman dan kemajuan teknologi tidak akan diterima apabila kita terlalu cepat mengabaikan faktor kultur di masyarakat.
Penekanannya pada kegiatan preventif adalah harga mutlak karena tanpanya alokasi kesehatan akan terus terserap ke penanganan masalah penyakit kronis yang sebenarnya bisa dicegah. Healthcare tidak lagi tepat digunakan karena yang kita lakukan sampai saat ini adalah disease care. Oleh karena itu, pendekatan kesehatan masyarakat seharusnya embedded dalam setiap profesi kesehatan termasuk pharmacist, misalnya, yang memiliki kontak tertinggi dengan pasien dan masyarakat.
Sepanjang sesi, Richard berkali-kali menekankan bahwa kepemimpinan dan inovasi tidak akan cukup untuk menangani tantangan global pelayanan kesehatan. Namun, hal yang jauh lebih utama adalah kembali kepada diri kita sendiri, motivasi dan dorongan terbesar kita untuk berada di sektor ini, yaitu rasa kemanusiaan. Bahwa di balik berbagai perbedaan latar belakang, agama, suku, ras, pandangan politik dan keahlian akademik yang kita punyai, kita semua adalah manusia yang diberi kehormatan untuk membantu manusia lainnya dan bahwa di dalam kata pelayanan kesehatan, kata kuncinya adalah "pelayanan".
Panel discussion
Leadership and Innovation in Asian Public Healthcare
Sesi ini merupakan sesi panel dengan 4 pembicara yang membayangkan skenario kesehatan masyarakat di Asia untuk 20 tahun ke depan. Kerangka skenarionya adalah:
- Apa pre-determined driving forces yang akan membentuk arah kesmas masa depan, khususnya terkait:
- Perubahan demografi dengan semakin besarnya populasi yang menua
- Pertumbuhan middle class yang merupakan faktor pendorong yang positif
- Ada perkembangan teknologi
- Ada faktor ketidakpastian yang besar
- Apa yang tidak kita ketahui, dan bagaimana kita beradaptasi terhadap hal tersebut?
Topik yang akan dibahas:
- Bagaimana sistem kesehatan kita akan bereaksi terhadap faktor dan tantangan di atas?
- Dalam bidang apa saja kepemimpinan dan inovasi akan membawa perubahan yang berdampak?
Pembicara 1: Prof. Rifat Atun (Harvard)
Tantangan demografis, epidemiologi yang mengikutinya, dan tumbuhnya kelas menengah akan menciptakan permintaan yang lebih tinggi terhadap pelayanan yang lebih baik namun lebih efisien, karena keterbatasan kemampuan fiskal dan daya saing. Dengan adanya teknologi maka diperlukan penyebaran pengetahuan secara lebih baik dan juga kemampuan untuk menganalisis big data.
Higher burden disertai peningkatan demand dan ekspektasi akan meningkatkan pertumbuhan biaya kesehatan sehingga kemampuan mempertahankan UHC akan menjadi sangat penting.
Jadi dengan adanya perubahan konteks dan perubahan lanskap kesehatan, apakah sistem yang kita gunakan masih akan tetap sama seperti puluhan tahun lalu?
Transitioning health systems for multimorbidity (Atun, Lancet 2015) : 20% dari masyarakat memiliki kondisi yang menyerap 80% dari sumberdaya kesehatan. Dengan masih tingginya OOP dalam beberapa sistem kesehatan adalah makin tingginya beban biaya kesehatan yang ditanggung. Dampak jangka panjang dari perkembangan penyakit kronis akan menurunkan produktivitas, sehingga dalam waktu dekat pertumbuhan biaya kesehatan akan jauh melampaui pertumbuhan ekonomi.
Lalu, apa solusinya?
- Dari sisi kebijakan adalah perlunya stewardship dari pemerintah untuk menciptakan enabling environment untuk berinovasi.
- Dari sisi kebijakan adalah perlunya menekan OOP dengan menciptakan sistem perlindungan sosial yang disertai oleh strategic purchasing dan benchmarking kinerja
- Dari sisi penyediaan diperlukan kerjasama dengan sektor swasta sebagai bagian dari struktural pluralism.
Ada perubahan mendasar yang harus disusun:
Awalnya fokus secara struktural: pembayaran harus tidak lagi sekedar mengikuti struktur i.e. FKTP dan RS. Pada masanya ada transisi menuju fokus pada fungsi: fee for service atau DRG. Namun hal ini harus bergeser lagi yang pada akhirnya menciptakan pembayaran yang berfokus pada outcomes dan value. Jadi tidak lagi membiayai penyakit tetapi membiayai outcomes kesehatan
Syaratnya:
- Harus bisa mengoptimiasi biaya dan outcomes
- Shared risk dan reward
- Shared accountability
Dalam penyediaan pelayanan: harus membentuk organisasi yang hybrid: organisasi yang lebih fleksibel untuk merespon secara cepat perubahan dan kebutuhan, atau melakukan PPP, serta berpikir untuk menyediakan jaringan kerjasama.
Key success factor-nya; transparansi, akuntabilitas, dan penciptaan value dalam hal mengubah current practices, konsultasi dengan stakeholders dan berkompetisi secara sehat.
Pembicara 2: John Eu Li Wong (Singapore)
Perbaikan tidak bisa dilakukan sendirian oleh pemerintah, dan tidak bisa sendirian oleh pihak non pemerintah, tetapi harus bersama-sama.
Jadi, beberapa kata kunci dari perubahan mendasar adalah bahwa perubahan yang diupayakan harus bersifat 'enabling' dan harus terintegrasi. Sistem yang dibentuk harus bersifat end-to-end dan memikirkan pelayanan pada semua titik pelayanan. Berbagai pihak dan aktor dalam sistem kesehatan telah berkembang sangat maju namun sayangnya mereka bertindak dalam 'silo', sangat ahli dalam bidangnya, tetapi terpisah dari pihak lain, dan tidak membangun sistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, semangat yang dibawa dalam diskusi bukan lagi "saya" versus "Anda" tetapi harus menjadi "Kita".
Tidak pula melupakan bahwa ada faktor social determinants yang tidak bisa diabaikan, oleh karena itu apabila perubahan yang kita coba bawa tidak melibatkan masyakarat, tidak engaging, maka apa pun yang kita lakukan akan sekedar menjadi di atas kertas.
Sistem kesehatan kita juga masih memiliki berbagai ketidakpastian, misalnya perkembangan penyakit menular yang telah menjadi drug resistant, perubahan iklim yang juga memunculkan risiko-risiko penyakit di daerah-daerah yang sebelumnya tidak terjangkit, dan sebagainya.
Pembicara 3: Ascobat Gani (Indonesia)
Biaya kesehatan yang tinggi menjadi trend global. Di AS, misalnya proporsi yang tertinggi dari pembiayaan adalah biaya RS, dokter dan obat. BPJS di Indonesia mengalami defisit sebesar 2014: 3.3T, 2015: 5.85T dan 2016 diperkirakan 7.4T , sebagian besar uang pergi ke Intensive care (23.9%) dan ke Primary care (20.3%)
Ada 4 strategi yang diajukan:
- Memperkuat kegiatan preventif yaitu dengan merevitalisasi KB, meningkatkan kegiatan screening untuk diabetes, hipertensi dan kanker, memperbaiki akses ke air bersih, sanitasi, dan imunisasi. Hal-hal ini adalah public goods sehingga pemerintah harus menggunakan dana dari pajak (bukan yang dialokasikan ke JKN) untuk mebiayai hal-hal ini.
- Menciptakan pelayanan kesehatan yang akuntabel dengan membuat health technology assessment, pembayaran melalui DRGs, memperkuat FKTP melalui pembiayaan kapitasi, dan mengupayakan manajemen yang lebih 'hijau' untuk mengurangi waste di faskes
- Mengurangi faktor risiko dengan mengubah perilaku. Di Indonesia, misalnya tembakau masih menjadi faktor risiko yang belum bisa ditangani. Walau pun perubahan perilaku merupakan pendekatan yang menjadi rumus baku, tetapi mungkin perlu dikombinasi dengan mekanisme harga.
- Kebijakan yang berpihak pada kesehatan, misalnya untuk meregulasi dan surveillance terhadap hazardous substance, perlindungan lingkungan dan keselamatan lalu lintas
Perlindungan finansial bisa melindungi dari risiko finansial, namun risiko kesehatan harus diatasi melalui pendekatan kesehatan masyarakat.
Pembicara 4: Teodora Herbosa (Filipina)
Hal terpenting dalam pembahasan masalah kesehatan adalah mempertimbangkan konteksnya.
Menggunakan kerangka 'control knobs' (Marc Roberts, et al, 2004), dan menggunakan dana sin tax HB5727 yang menaikkan dana kesehatan dari 1.9% menjadi 4.7%, Filipina berhasil melakukan berbagai reformasi. Kerjasama dengan swasta juga dilakukan, misalnya pelatihan health leadership dan governance untuk para pimpinan daerah (yang dibiayai oleh dana yayasan filantropi), dan ini berdampak besar terhadap penurunan angka kematian di daerah.
Selama ini Filipina menggunakan data 2 atau 3 tahun lalu untuk merencanakan kebijakan regulasi atau pembiayaan. Dengan melakukan reformasi TI, pemerintah berhasil mendapatkan informasi yang lebih akurat dan updated untuk membuat perencanaan yang lebih baik.
Dalam bidang manajemen bencana, inovasi yang dilakukan adalah reformasi dalam system supply dan logistik sehingga penanganan bencana di daerah (ingat bahwa Filipina merupakan Negara kepulauan) menjadi jauh lebih cepat dan responsive.
Tomorrow's Healthcare: Better Quality, More Affordable and More Accessible (Prof. Victor Dzao)
Pembicara menyampaikan beberapa reformasi dalam sistem kesehatan di AS. Victor menyoroti segitiga pelayanan kesehatan: Access-Quality-Affordable, dan mayoritas negara biasanya dapat mengatasi satu atau dua aspek dalam segitiga ini, tetapi hampir tidak ada yang dapat mengatasi ketiganya pada saat yang bersamaan. Beliau mengajukan preposisi bahwa yang diperlukan adalah beberapa transisi:
- Dari penanganan penyakit menjadi mengupayakan kesehatan dan wellness
- Dari pelayanan yang terfragmentasi menjadi pelayanan dan sistem yang terintegrasi
- Dari pelayanan berbasis rumah sakit ke pelayanan berbasis masyarakat
Reformasi yang dilakukan di AS adalah dengan menggunakan mekanisme pembayaran untuk mengubah perilaku untuk menghasilkan transisi yang dibutuhkan, fokusnya adalah value-based payment, melakukan alignment dan memastikan akuntabilitas untuk sharing incentives and sharing risk.
Kunci lain dari transisi untuk menuju layanan kesehatan yang lebih affordable, accessible dan berkualitas adalah dengan menggunakan inovasi: product innovation, process innovation, business models innovation dan organizational innovation
Reportase Hari 2
Sabtu, 24 September 2016
Acara hari kedua merupakan acara setengah hari dengan hanya dua sesi, namun sebagaimana hari pertama, menampilkan pembicara yang terkemuka di bidangnya dan mereka masing-masing membawa pesan yang penting untuk peserta.
Leading change in the health care economincs
Innovation in Healthcare business models
Pembicara 1: Tan See Leng (IHH)
IHH memiliki 52 RS di beberapa negara di Asia, dan sesi ini didasarkan pada perspektif apa yang diinginkan buyer/purchaser dalam membeli pelayanan, mengingat pertumbuhan healthcare cost di semua negara telah jauh melampaui pertumbuhan ekonominya. Selain itu, pertumbuhan penyakit kronis dan aging population mengakibatkan pelayanan kesehatan tidak lagi dapat dibangun dengan menggunakan business models yang konvensional. Apalagi inovasi dalam teknologi kesehatan telah berkembang pesat misalnya mobile healthcare, artificial intelligence, dan sebagainya, yang juga berarti perkembangan teknologi pengobatan dan terapi telah menjadi sangat baik sehingga pasien dengan life-threatening diseases seperti HIV/AIDS atau kanker dapat hidup jauh lebih lama.
Akibatnya, apabila kita tetap membangun RS dengan model yang sama, maka biaya kesehatan akan menjadi terlalu tinggi. Mt Sinai di Lower Manhattan misalnya justru menutup RS dengan 800 Tempat Tidur (TT) dan menggantinya dengan berbagai daycare services.
Sebaliknya saat ini ‘wellness’ telah menjadi buzzword di sektor kesehatan. Misalnya penggunaan AppleWatch dan FitBit telah menjadi sangat umum, padahal mayoritas produk seperti FitBit bahkan belum muncul sebelum tahun 2010. Beberapa transformasi ke depan yang dapat kita harapkan adalah transformasi ambulatory care:
- Pre-emptive medicine
- Wellness medicine
- Homecare models
Model pelayanan kesehatan akan semakin personalized dan targeted treatment sehingga banyak pelayanan dapat di lakukan di luar setting klinis yang tradisional. Sebagai penyedia layanan, kita pun harus berinovasi dan merubah pola business models kita, tetapi hal ini harus diikuti pula oleh perubahan dalam bidang pembiayaan dan regulasi.
- Pembiayaan: memberi insentif untuk pelayanan wellness dan memastikan health equity
- Regulasi: kecepatan melakukan lisensi teknologi kesehatan
Konsekuensinya, kurikulum pendidikan nakes juga harus berubah, menjadi berorientasi pada wellness dan healthcare, bukan lagi sick-care. Mereka juga harus mempelajari ekonomi kesehatan agar menyadari bahwa sumber daya pasti terbatas dan harus ada pilihan-pilihan yang mereka harus buat.
Pembicara 2: Terri (GE)
Innovation to bend the cost of healthcare
Pembicara menceritakan pengalaman di India dalam me-redesign sebuah alat CT scan dengan cara melihat untuk apa saja CT scan digunakan, dan berhasil membuat CT scan dengan harga yang hanya separuh dari CT scan pada umumnya. CT scan ini menjadi affordable untuk ditempatkan di 360 faskes dan melayani 400,000 pasien yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap CT scan.
Pembicara 3: Prof. Eugene Schneller (US)
Can we have healthcare reform without supply chain reform?
Secara tradisional, supply tidak dipandang dan tidak dikelola sebagai asset melainkan hanya sebagai inventory. Di AS ada keharusan bahwa setiap supply kesehatan memiliki identifier unik, tetapi sayangnya tidak ada keharusan untuk mencatatkannya pada medical record.
Reformasi supply chain di AS dapat memangkas biaya sehingga 10% dari biaya kesehatan dan menghemat ratusan juta dollar. Tantangannya, dalam supply chain adalah di RS rata-rata dokter adalah surrogate buyer, dimana mereka adalah penentu utama produk apa yang "dibutuhkan". Jadi variasi product choice bisa menjadi terlalu besar. Ini bisa menjadi seperti conundrum, dimana supplier mendekati manajemen RS dengan pendekatan manajemen supply chain untuk mengurangi biaya, namun di sisi lain mereka ‘berkeliaran’ membuat appointment dengan dokter untuk menawarkan berbagai product choices sehingga membuat RS kesulitan mengelola supply chain dan biaya. Oleh karena itu, dibutuhkan value based purchasing dan bundled payment (one payment untuk seluruh episode of care). Reformasi value-based purchasing and bundled payment dapat mengurangi biaya rawat inap (rawat inap) dan meningkatkan kualitas, mengurangi LOS, mengurangi post-acute care and readmisi.
Health Treasures for Better Living
Pembicara 1: Steven Higgins (AS)
Living Better Electronically
Inti dari presentasi ini adalah inovasi penggunaan preventive electrical device. Pembicara menceritakan tentang bagaimana seorang pemain bola Belanda yg memiliki kelainan jantung meninggal di lapangan bola saat sedang bermain namun dalam waktu kurang dari 30 detik dapat diresusitasi karena memiliki implant defibrillators (cardiac implanted electrical devices) (CIED).
Tetapi tentu saja prosedur ini cukup mahal, sekitar 40,000 USD dan kebanyakan belum dapat dibayar oleh asuransi. Prosedur ini dilakukan di Scripps (RS La Jolla, San Diego), saat ini salah satu RS Jantung terbaik di AS, yang dibiayai sebagian besar oleh donasi (USD 610juta) dan sisanya oleh bond.
Dilihat dari sisi kesehatan masyarakat, untuk mengantisipasi penanganan situasi darurat, suatu saat seharusnya peralatan defilbrillator (external) juga wajib disediakan di fasilitas umum seperti perkantoran, tempat ibadah, pusat perbelanjaan, dan sebagainya, hampir sama seperti kebijakan juga mewajibkan tersedianya alat deteksi asap dan alat pemadam kebakaran.
Pembicara 2: Lisa Powell (AS)
Hidden health role of gut microbiome
Microbiome adalah bagian natural dari tubuh kita, bahkan membentuk 99% dari DNA, dan terdapat 100 trilyun microbial di dalam perut kita saja. Fungsi utamanya adalah untuk pencernaan dan metabolisme sehingga sangat berperan terkait obesitas dan DM2. Microbiome sebagian "ditransfer" dari ibu ke janin ketika berada dalam placenta, pada saat proses melahirkan (vaginal) dan menyusui. Oleh karena itu, tingginya C-section atau tidak menyusui bayi dapat saja mengurangi jumlah dan spesies microbione yang dapat "ditransfer". Risiko yang mengurangi spesies dan stabilitas microbiome adalah penggunaan antibiotik dan stres, kurangnya serat dalam makanan dan fermented, paparan terhadap bahan racun PCBs.
Beberapa langkah untuk memperbaiki jumlah spesies dan stabilitas microbiome dalam perut:
- Makanan yang fermented tetapi segar (bukan produksi massal, karena bahan pengawet akan mematikann bakteri)
- Mengurangi refined carbohydrate dan gula
- Sayur seperti artichoke, endive, salsify, shiitake, dan buah seperti pir dan tomat
- Suplemen probiotik
Pembicara 3: Wilie Smits (Masarang Foundation)
Topik pembicaraan Willie mengenai biodiversity yang hilang akibat pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, dan berbagai pertisida yang digunakan terserap ke tanah dan air dan meracuni bahan makanan seluruh populasi di sekitarnya. Akibatnya sekitar 70% populasi di sekitar perkebunan di Kalimantan menjadi sakit. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari bekas perkebunan sangat merusak karena tanah tidak dapat meregenerasi biodiversity. Penggunaan api untuk membuka lahan juga menyumbang 3% dari green house effect dunia, ditambah lagi, pembukaan lahan membuat karbon monoksida dari tanah langsung terpapar ke udara (yang sebelumnya diserap oleh hutan). Hilangnya biodiversity akan menghilangkan spesies yang berharga untuk kesehatan, yang telah digunakan ribuan tahun secara tradisional, dan bahkan merusak kesehatan dari populasi.
Dengan demikian, berakhirlah seluruh rangkaian acara, dan peserta membawa pulang beberapa pesan penting yang bisa direnungkan dan beberapa keteladanan yang dapat diikuti. Sebagaimana disampaikan pada saat acara pembukaan kemarin, kita diingatkan bahwa ada berbagai tantangan dan paradoks yang harus kita hadapi di masa depan, namun ini juga adalah masa yang penuh harapan dan penuh hal-hal baru yang menarik untuk dipelajari, hal ini mengingatkan kita akan paragraf pembuka sebuah literatur klasik:
“It was the best of times, it was the worst of times, it was the age of wisdom, it was the age of foolishness, it was the epoch of belief, it was the epoch of incredulity, it was the season of Light, it was the season of Darkness, it was the spring of hope, it was the winter of despair … “